Mantan Warga Binaan Mengaku Disiksa di Lapas Narkotika Yogyakarta
Beberapa mantan warga binaan mengaku disiksa saat menjalani hukuman di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Penyiksaan itu berupa pemukulan dan perlakuan tak manusiawi, misalnya disuruh memakan muntahan sendiri.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Beberapa mantan warga binaan mengaku disiksa saat menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyiksaan itu, antara lain, berupa pemukulan dengan berbagai alat hingga perlakuan tidak manusiawi, misalnya, disuruh memakan muntahan sendiri.
Pengakuan soal penyiksaan itu disampaikan sejumlah mantan warga binaan saat mendatangi kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (1/11/2021). Mereka melaporkan penyiksaan yang dialami kepada perwakilan ORI DIY.
Salah seorang mantan warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Vincentius Titih Gita Arupadhatu (35), mengatakan, ia menjalani hukuman mulai 26 April 2021 hingga bebas pada 19 Oktober 2021. ”Begitu masuk lapas narkotika, langsung mengalami penyiksaan-penyiksaan,” ujar Vincentius saat ditemui di kantor ORI DIY.
Menurut Vincentius, ia dipukul dengan sejumlah alat, misalnya, potongan selang yang di dalamnya diberi cor-coran semen. Alat lain yang digunakan untuk memukul adalah potongan kayu dan kabel. Vincentius mengatakan, penyiksaan dilakukan sejumlah petugas di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta.
”Rata-rata penyiksaan itu pakai alat, misalnya potongan selang yang dalamnya dikasih cor-coran semen sehingga keras. Itu dipukulkan ke seluruh badan. Jadi, seluruh badan kami jadi biru karena dipukuli,” ujar Vincentius.
Selain pemukulan, dia menyebut, sejumlah warga binaan juga mengalami perlakuan tak manusiawi. Menurut Vincentius, ada salah seorang warga binaan yang dihukum koprol atau berguling-guling. Saat koprol, warga binaan tersebut muntah-muntah. Setelah muntah, warga binaan itu dipaksa petugas mengambil dan memakan kembali muntahan tersebut hingga habis.
Selain itu, kata Vincentius, ada warga binaan lain yang dipaksa masturbasi dengan timun dan sambal. Setelah itu, warga binaan tersebut dipaksa memakan timun itu. ”Ini, kan, sudah benar-benar keterlaluan banget. Kami sudah dianggap kayak bukan manusia lagi,” ujarnya.
Vincentius menuturkan, penyiksaan tersebut dilakukan hampir setiap hari. Namun, dia menyebut, penyiksaan paling sering dilakukan pada Sabtu dan Minggu, karena saat itu banyak pegawai lapas yang libur. Meski begitu, ada juga petugas lapas yang bersimpati dengan warga binaan dan menyesalkan tindakan penyiksaan itu.
”Masih banyak petugas yang baik dan prihatin dengan kejadian ini,” ujarnya.
Tidak bisa berjalan
Mantan warga binaan lain, Yunan Effendi (34), juga mengalami penyiksaan saat menjalani hukuman di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Yunan menjalani hukuman pada tahun 2017-2021 dan dibebaskan pada 17 Agustus 2021.
Selama di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Yunan mengaku kerap dipukuli dengan potongan selang dan disuruh berguling-guling. Selain itu, dia juga sempat ditempatkan di dalam sel penjara yang sangat sempit dengan jumlah penghuni melebihi kapasitas.
”Saya pernah ditaruh di sel kapasitas maksimal lima orang, tapi diisi 17 orang,” ucapnya.
Akibat penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi itu, Yunan mengaku mengalami sakit di bagian kaki sehingga sempat tidak bisa berjalan kaki. ”Saya sempat enggak bisa jalan dua bulan. Sampai sekarang, belum bisa lari. Mungkin karena terlalu lama di dalam sel sempit, jadi ruang geraknya kecil, karena sel diisi penuh,” ujarnya.
Saat melapor ke ORI DIY, para warga binaan itu didampingi aktivis hukum Anggara Adiyaksa. Menurut Anggara, sedikitnya 35 orang mantan warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang mengaku menjadi korban penyiksaan.
Anggara berharap, dengan adanya laporan ke ORI DIY, praktik penyiksaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta bisa dihentikan. Selain itu, jika terbukti melakukan penyiksaan, para pelaku juga harus dikenai sanksi.
”Harapan yang paling penting, hentikan penyiksaan itu. Warga binaan itu, kan, manusia, jadi mereka masih bisa dibina baik-baik. Enggak perlu pakai penyiksaan seperti itu,” kata Anggara.
Diusut
Kepala Perwakilan ORI DIY Budhi Masthuri menyatakan siap menindaklanjuti laporan dari sejumlah mantan warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Nantinya, ORI DIY akan meminta klarifikasi dari petugas lapas serta Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DIY.
”Tidak menutup kemungkinan kami juga akan melakukan pendalaman-pendalaman terhadap pelapor satu per satu karena tadi laporannya baru garis besar,” ujar Budhi.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani mengaku belum mendapat laporan langsung terkait dugaan penyiksaan tersebut. Untuk menindaklanjuti informasi itu, Gusti akan berkoordinasi dengan petugas Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dan ORI DIY.
”Kami akan komunikasi dulu, lalu kami akan tindak lanjuti. Kalau memang ada seperti itu, kami akan tindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku,” ujar Gusti.
Gusti menyatakan, sesuai aturan yang berlaku, tindakan kekerasan tidak boleh dilakukan. Namun, untuk memastikan apakah tindakan penyiksaan itu benar terjadi atau tidak, Kanwil Kemenkumham DIY akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
”Kalau ditanya boleh ada kekerasan atau tidak, ya jelas tidak boleh karena itu melanggar hak asasi manusia, sedangkan kami kan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ini yang harus kami selidiki lebih lanjut,” kata Gusti.