Daerah Diharapkan Memperkuat Aspek Mitigasi Bencana
Intensitas banjir kian bertambah. Pemangku kebijakan hendaknya memperkuat aspek mitigasi. Data rawan bencana dan penduduk yang berada di daerah rawan bencana penting dalam mitigasi serta untuk memobilisasi bantuan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
SINTANG, KOMPAS — Kalimantan Barat rawan banjir setiap tahun. Bahkan, ada kabupaten yang tahun ini sudah tiga kali dilanda banjir dengan puluhan ribu keluarga terdampak. Aspek mitigasi bencana diperkuat. Apalagi, musim hujan 2021/2022 lebih maju dan lebih basah sehingga berpotensi memicu bencana.
Dalam pekan ini saja sejumlah daerah yang dilintasi Sungai Kapuas diterjang banjir, yaitu Kabupaten Sintang, Sekadau, Melawi, dan Sanggau. Banjir di Kabupaten Sintang bahkan sudah terjadi tiga kali dalam tahun ini.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sintang, banjir pertama tahun ini yang terjadi pada Maret berdampak pada 3.682 keluarga di dua kecamatan. Banjir kedua pada 2 Oktober, sebanyak 8.693 keluarga terdampak di enam kecamatan. Adapun banjir ketiga pada 19 Oktober membuat 21.874 keluarga terdampak di 12 kecamatan. Hingga Senin (1/11/2021), banjir masih terjadi di beberapa kecamatan.
Intensitas banjir yang semakin sering menuntut kesiapsiagaan atau juga memperkuat mitigasi bencana, terutama di kabupaten-kabupaten langganan banjir.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat Nikodemus Ale, Senin (1/11/2021), mengatakan, setiap tahun Kalbar menghadapi bencana banjir. Pemangku kebijakan seharusnya segera beradaptasi dengan keadaan.
Mereka seharusnya menyiapkan infrastruktur penanganan bencana, salah satunya menyiapkan data dan informasi. Data dan informasi penting dalam penanganan bencana, termasuk dalam mitigasi.
”Pemangku kebijakan hendaknya memiliki data di mana saja daerah rentan bencana, berapa jumlah penduduk di daerah rentan bencana. Kemudian, jumlah lansia dan anak-anak,” kata Nikodemus.
Data tersebut penting untuk meminimalisasi potensi korban jiwa saat terjadi bencana. Selain itu, saat terjadi bencana, data yang baik akan mempermudah evakuasi. Sebaliknya, kalau data tidak baik, penyaluran bantuan akan terlambat.
Nikodemus menilai aspek data selama ini belum dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah, terutama saat terjadi bencana banjir. ”Daerah untuk mengevakuasi juga hendaknya ditentukan lokasinya. Lumbung pangan juga perlu disiapkan sebagai cadangan pangan,” tuturnya lagi.
Berdasarkan pantauan Kompas, terkait aspek data memang masih perlu ditingkatkan. Dalam beberapa kejadian banjir di berbagai daerah di Kalbar, pemangku kebijakan bencana lamban dalam mengumpulkan data. Meskipun struktur mereka sudah ada dari kabupaten hingga ke tingkat desa/kelurahan, bahkan jumlah pengungsi dari rumah juga sulit terdata.
Pemantauan
Pengajar Hidrologi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kiki Prio Utomo, mengatakan, mitigasi dalam jangka pendek yang patut dilakukan daerah rawan banjir adalah mengaktifkan pemantauan. Di daerah mana saja masyarakat yang harus bersiap.
”Pantau terus perubahan cuaca. Bagaimana meningkatkan kesadaran bersama, terutama di daerah rawan banjir. Sadarkan masyarakat dalam hal pemantauan bencana,” kata Kiki.
Dalam jangka panjang mitigasi hendaknya dilihat secara komprehensif. Daerah hendaknya mengidentifikasi penyebab banjir. Kemudian berilah penanganan pada penyebabnya, bukan pada banjirnya. Misalnya, penyebabnya tata guna lahan, maka aspek tata guna lahan perlu diperbaiki.
Sistem peringatan dini juga penting. Sejauh ini peringatan dini yang berjalan di Kalbar berupa informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang disampaikan melalui berbagai media informasi. Hal itu selama ini berjalan baik.
”Sistemnya sudah ada. Namun masyarakat mengakses atau tidak. Bagaimana cara membaca peringatan dini dan memanfaatkannya. Hal ini perlu disadarkan kepada masyarakat bagaimana memahami peringatan dini dan memahami informasi tersebut,” katanya.
Pelaksana Tugas Sekretaris BPBD Sintang Sugianto mengatakan, terkait upaya mitigasi, pihaknya selalu berkoordinasi dengan pihak kecamatan hingga desa. Setiap terjadi bencana pihak desa melaporkan kepada pihak kecamatan secara berjenjang hingga ke kabupaten. Hal itu merupakan dasar bagi BPBD membuat status tanggap darurat.
BPBD juga selalu memberikan imbauan kepada masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, memberikan penyuluhan ke daerah-daerah yang rawan bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
BPBD Sintang sejauh ini sudah menetapkan status tanggap darurat. Status tanggap darurat ditetapkan pada 5-18 Oktober. Namun, pemerintah memperpanjang status tanggap darurat karena banjir menjadi 19 Oktober-16 November.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kabupaten Sintang Mulyadi mengatakan, hal-hal yang terkait dengan rawan bencana sudah diidentifikasi dalam rencana umum tata ruang. Salah satu arahan dalam rencana umum tata ruang tersebut berupa rawan terhadap banjir.
Artinya, area-area yang banjir bisa diidentifikasi di dalam rencana umum. Setelah itu, pihaknya menyusun rencana detail untuk pusat kegiatan. Di pusat kegiatan identifikasinya lebih rinci, misalnya menemukan daerah rawan banjir yang biasanya berada di bantaran sungai atau cekungan-cekungan. Area-area tersebut diamankan menjadi kawasan konservasi. Di dalam rencana detail juga terkait bagaimana mitigasi bencana sampai ke tingkat jalur evakuasi.
Terkait perkembangan banjir di Sintang, berdasarkan pantauan Kompas, Senin (1/11/2021) di Kecamatan Sintang, permukiman penduduk masih ada yang tergenang air dengan ketinggian sekitar 1 meter. Kondisi ini ditemui terutama di bantaran Sungai Kapuas.