Saat Publik Mendesak Perubahan Kebijakan Pinjaman Daring…
Korban pinjaman daring ilegal akan ajukan gugatan warga negara. Catatan LBH Jakarta selama 2018-2021, ada 7.200 korban pinjaman daring, baik legal maupun ilegal. Namun, laporan mereka ke kepolisian tak ditanggapi serius.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Korban pinjaman daring ilegal melalui LBH Jakarta akan mengajukan gugatan warga negara (citizen law suit) ke pengadilan. Ini merupakan mekanisme koreksi terhadap kebijakan negara yang dianggap merugikan masyarakat. Sejak tahun 2018, korban pinjaman daring ilegal sudah ada, tetapi respons pemerintah dianggap lambat.
Akhir-akhir ini, Polri gencar menindak pelaku pinjaman daring ilegal di daerah-aerah. Penangkapan mulai digalakkan seusai Presiden Joko Widodo memerintahkan aparat untuk menindak pelaku pinjaman daring ilegal. Perintah itu disampaikan dalam rapat terbatas internal di istana beberapa waktu lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bahkan mengimbau korban pinjaman daring untuk tidak membayar utang mereka. Alasannya, bisnis pinjaman daring ilegal dianggap tidak memenuhi aturan keperdataan, baik secara subyektif maupun obyektif.
Namun, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) menilai langkah yang dilakukan pemerintah itu terlambat. Baik LBH Jakarta maupun YLKI telah mengadvokasi korban pinjaman daring ilegal sejak tahun 2018. Pengacara Publik LBH Jakarta Jeanny Sirait saat dihubungi, Selasa (26/10/2021), mengatakan, sebelum presiden memberikan atensi kepada kasus tersebut, korban pinjaman daring ilegal sudah sering melapor ke kepolisian. Namun, laporan jarang ditanggapi serius.
Padahal berdasarkan catatan LBH Jakarta, sejak 2018-2021, sudah ada sekitar 7.200 korban pinjaman daring, baik legal maupun ilegal yang melapor. Mereka tersangkut sejumlah masalah karena jeratan pinjaman daring.
Padahal berdsarkan catatan LBH Jakarta, sejak 2018-2021, sudah ada sekitar 7.200 korban pinjaman daring, baik legal maupun ilegal yang melapor. Mereka tersangkut sejumlah masalah karena jeratan pinjaman daring. Ada korban yang melapor mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dipaksa mengundurkan diri karena penagihan utang dilakukan kepada rekan kerja atau atasan. Ada pula korban yang bercerai hingga rusak rumah tangganya karena penagihan dilakukan kepada pasangan, keluarga ipar, dan keluarga lain. Bahkan, sejumlah korban ada yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Atas dasar itulah, LBH Jakarta akan mengajukan gugatan warga negara. Abdul Fatah dalam jurnal Yuridika (2013) menyebutkan, gugatan warga negara sebenarnya tidak dikenal dalam sistem hukum civil law yang diterapkan di Indonesia. Gugatan warga negara hadir di negara yang menganut sistem hukum common law seperti Amerika Serikat, India, dan Australia. Namun, dalam perkembangannya, gugatan warga negara bisa dilakukan di Indonesia.
Gugatan ini menjadi akses warga negara untuk mengajukan gugatan dan menuntut pemerintah melakukan penegakan hukum atau memulihkan kerugian publik. Gugatan ini memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan lembaga negara yang melakukan pelanggaran atau gagal memenuhi kewajibannya dalam implementasi UU. Selain itu, warga pun bisa menggugat pihak swasta yang melanggar UU. Gugatan bisa diajukan warga tanpa pandang bulu.
Gugatan warga negara
Di Indonesia, gugatan warga negara sudah banyak diajukan untuk perkara lingkungan hidup. Tahun 2017, publik pernah menggugat tanggung jawab negara soal kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Terakhir, pada Oktober 2021, gugatan warga negara soal polusi udara di Jakarta dimenangi publik.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara atas polusi udara di Ibu Kota. Majelis menilai lima pejabat negara, yaitu Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Provinsi Jakarta, melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis memerintahkan para tergugat melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Preseden itu membuat LBH Jakarta optimistis, gugatan warga negara terkait masalah pinjaman daring ilegal bisa mengubah kebijakan. Pemerintah diminta untuk meregulasi secara komprehensif untuk mengatur pelaku usaha pinjaman daring. Baik dari sisi regulasi keuangan, teknologi informasi, maupun pengaturan data pribadi.
Jeanny menyebut saat ini tidak ada regulasi khusus yang mengatur soal pinjaman daring. Akibatnya, para pengusaha dapat beroperasi secara ilegal, tanpa ada kewajiban untuk mematuhi aturan tertentu. Kondisi ini terus dibiarkan hingga diduga perputaran uang akibat pinjaman daring mencapai Rp 128 triliun.
”Kami sudah teriak ke presiden dan kementerian terkait sejak 2018. Namun, tidak ada reaksi apa pun. Sekarang, setelah beberapa korban bunuh diri karena terjerat pinjol (pinjaman online), kemudian ada info perputaran uang yang luar biasa besar, baru presiden konsern soal isu ini dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” terang Jeanny.
Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Sinta Dewi Rosadi mengatakan, ada empat hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pinjaman daring ilegal dari hulunya. Pertama, pemerintah harus memiliki regulasi khusus untuk mengatur sistem pinjaman di luar perbankan itu.
Kedua, pendekatan dari sisi teknologi untuk mengawasi dan menindak aplikasi pinjaman daring ilegal. Kerja sama harus dilakukan bersama penyedia layanan seperti Google agar menyeleksi lebih ketat aplikasi pinjaman daring yang tepercaya.
Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Sinta Dewi Rosadi mengatakan, ada empat hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pinjaman daring ilegal dari hulunya.
Ketiga, regulasi juga harus dibuat dari sisi keuangan, karena pelaku bisnis pinjaman yang legal perlu dilindungi. Perlu ada aturan khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk itu, termasuk untuk menetapkan bunga pinjaman yang wajar. Keempat, masyarakat perlu diedukasi agar lebih melek keamanan saat akan mengakses pinjaman daring.
”Muara dari gugatan masyarakat sipil ini, kan, supaya ada tata laksana yang benar dan jangan sampai ada pembiaran pelanggaran yang akhirnya merugikan publik,” kata Sinta.
Jeanny menambahkan, LBH Jakarta juga telah melakukan riset perbadingan pengaturan pinjaman daring di sejumlah negara. Menurut dia, pengaturan yang cukup baik telah dilakukan di Swiss, Eropa. Di negara itu, ada lembaga khusus yang menangani pinjaman daring serta badan otorita khusus yang menangani data pribadi. Mereka bekerja sama dengan Google untuk memilah aplikasi pinjaman mana yang diziinkan beroperasi. Aplikasi harus melewati sejumlah seleksi sebelum dinyatakan layak operasi. Selain itu, jika aplikasi melanggar aturan data privasi, otomatis akan terblokir oleh sistem.
Di Inggris, sistem pinjaman di luar perbankan ini juga diperbolehkan. Namun, pelaku usahanya harus mengikuti uji kelayakan. Hanya pelaku yang menerapkan bunga yang layak serta sistem penagihan yang manusiawi yang dizinkan. Peminjam juga harus bertemu dengan debitor saat proses pinjaman sebagai bagian dari uji kelayakan.
Adapun, di Amerika, pinjaman daring juga dizinkan beroperasi untuk mengatasi tingginya kredit macet perbankan. Namun, dalam mekanisme pinjaman di luar sistem perbankan itu, pemerintah mengawasi dengan ketat. Baik suku bunganya, mekanisme penagihannya, hingga pemanfaatan data pribadi yang dikumpulkan.
”Setelah membandingkan berbagai regulasi di negara lain itu, menurut kami contoh terbaiknya yang ada di Swiss. Di situ, ada lembaga yang khusus awasi usaha pinjaman daringnya, juga ada yang secara khusus mengawasi pemanfaatan data pribadi warga. Kami berharap itu bisa diterapkan juga di Indonesia,” tutur Jeanny.