Perburuan organ harimau untuk diperjualbelikan masih marak dan menjadi ancaman besar pada keberlangsungan satwa lindung itu.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Dua pelaku perdagangan kulit dan tengkorak harimau sumatera ditangkap di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Perdagangan kulit harimau yang masih marak menyebabkan keberadaan satwa dilindungi itu kian terancam.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sumatera Subhan yang dihubungi, Rabu (27/10/2021), menuturkan, kedua pelaku yang berinisial MAS (47) dan SH (30) itu ditangkap pada Senin (25/10/2021) di Desa Gegerung, Kecamatan Wih Pesan, Kabupaten Bener Meriah.
Penangkapan dilakukan oleh petugas gabungan dari Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, dan aparat Kepolisian Daerah Aceh.
Penangkapan dilakukan setelah petugas memperoleh informasi dari warga bahwa ada orang yang menyimpan dan hendak menjual kulit harimau. Petugas kemudian menyamar sebagai pembeli sehingga pelaku tanpa curiga membawa kulit harimau kepada mereka.
Namun, saat dalam perjalanan, mobil pelaku dihentikan oleh petugas yang lain. Saat diperiksa, di dalam mobil ditemukan satu helai kulit harimau dan tengkorak harimau.
Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan satwa yang dilindungi. Populasi harimau sumatra kian menyusut karena diburu untuk diperjualbelikan anggota tubuhnya meskipun sudah ada aturan penjualan organ satwa yang dilindungi diancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Di Aceh, populasi harimau diperkirakan tersisa 179 ekor yang tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Ulu Masen. Namun, data itu terakhir diperbarui pada tahun 2000-an.
”Kami akan terus bersinergi dengan para pengelola kawasan hutan untuk pencegahan dan melakukan penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan satwa,” kata Subhan.
Di Aceh, populasi harimau diperkirakan tersisa 179 ekor yang tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Ulu Masen.
Berdasarkan catatan Kompas, selama tahun 2021, sebanyak lima harimau di Aceh ditemukan mati. Tiga individu mati karena terkena jerat dan dua individu karena diburu untuk diperjualbelikan anggota tubuhnya.
Penangkapan penjual kulit harimau kerap terjadi. Namun, pengungkapan kasus penjualan kulit harimau tidak pernah sampai pada penampung akhir.
Sebelumnya Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto mengatakan, alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan budidaya telah meningkatkan grafik konflik harimau. Sepanjang tahun 2020 saja terjadi 18 kasus konflik yang tersebar di Aceh Selatan, Subulussalam, dan Aceh Tamiang. Tiga kabupaten itu termasuk dalam KEL yang merupakan rumah besar bagi satwa lindung.
Agus menambahkan pola beternak secara tradisional juga memicu konflik. Warga melepaskan hewan ternak di kawasan hutan yang justru memancing harimau untuk turun mencari mangsa.
Konflik manusia dengan harimau itu juga membuka jalan bagi pemburu untuk membunuh harimau.