Pelaku UMKM Bandeng di Semarang Kesulitan Bahan Baku
Menurut salah seorang pelaku UMKM, berkurangnya pasokan diakibatkan pengaruh cuaca, abrasi, serta tangkapan perikanan yang tak mampu memenuhi permintaan. Di Semarang, juga dilakukan pelatihan bagi pelaku UMKM perikanan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pengolahan bandeng di Kota Semarang, Jawa Tengah, tengah kesulitan bahan baku karena minim pasokan yang juga diikuti naiknya harga. Di sisi lain, kapasitas UMKM dalam memasarkan produk terus ditingkatkan. Begitu juga dengan diversifikasi produk.
Suhartono, pemilik usaha Putri Laut, mengatakan, bahan baku sebagian besar produk perikanan sebenarnya masih normal. Namun, khusus bandeng pasokan berkurang sejak sekitar enam bulan lalu. Adapun bahan baku bandeng berasal dari pantura mulai dari Comal (Pemalang) hingga Gresik, Jawa Timur.
”Ketersediaan kurang optimal. Harga bahan baku naik dari Rp 20.000 per kg menjadi Rp 27.000-28.000 per kg,” ujarnya di sela-sela pelatihan produk perikanan skala UMKM bagi warga sekitar proyek Tol Semarang-Demak, di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, Kota Semarang, Kamis (21/10/2021).
Menurut Suhartono, berkurangnya pasokan diakibatkan pengaruh cuaca, abrasi, serta tangkapan perikanan yang belum mampu memenuhi permintaan. Ia pun tak bisa menaikkan harga begitu saja. Harga produk bandeng presto olahannya saat ini berkisar Rp 30.000-Rp 90.000, tergantung dari berat dan jenisnya.
Saat ini, omzet sebenarnya sedang perlahan naik setelah terdampak pandemi. ”Karena pandemi omzet sempat turun hingga 80 persen. Saat ini sudah mulai naik. Dengan berbagai dukungan pemerintah, mudah-mudahan bisa kembali optimal,” kata Suhartono yang memproduksi rata-rata 2 kuintal bandeng olahan per hari.
Mustahfirin (38), penjual bandeng olahan di Pasar Bangetayu Semarang, mengeluhkan hal serupa. Harga bahan baku yang biasa ia beli di Pasar Sayung, Demak, naik dari Rp 15.000 per kg menjadi Rp 22.000-Rp 25.000 per kg. Produksi terpaksa dikurangi dari 15-20 kg per hari menjadi 5-7 kg per hari.
”Karena saya berjualan di pasar tradisional, susah jika harus menaikkan harga. Sementara ini, saya masih bertahan meski ikannya sulit didapat. Yang penting bisa jalan dulu saja,” ucapnya.
Menurut Mustahfirin, rob atau limpasan air laut di Sayung turut memengaruhi minimnya pasokan bandeng. ”Kebetulan ada saudara saya tinggal di Sayung. Katanya, di sana memang pasang terus, jadinya memengaruhi hasil tangkapan bandeng,” ucapnya.
Dosen pada Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan, dan Ilmu Kelautan IPB University, Dahri Iskandar, mengatakan, pasokan bahan baku memang menjadi salah satu masalah belum optimalnya pengembangan sejumlah UMKM perikanan. Pemetaan masalah perlu dilakukan bersama.
”Perlu monitoring dan pembinaan berkelanjutan dari pemerintah dan itu harus bottom-up (pendekatan dari bawah ke atas). Banyak sekali yang bilang bahwa masalah utama itu modal, padahal bukan. Persoalan pasokan bahan baku, kualitas, dan pengemasan perlu diperhatikan,” katanya.
Pada Kamis (21/10/2021), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) bekerja sama dengan Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan FPIK IPB University menggelar pelatihan bagi 30 pelaku UKM sekitar proyek Tol Semarang-Demak. Kegiatan itu ialah kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Fendiawan mengatakan, pelatihan mulai dari mengolah, mengemas, hingga memasarkan. Tak dimungkiri, selama pandemi Covid-19, penjualan berbasis daring menjadi tumpuan. Oleh karena itu, para pelaku UKM pun dituntut memanfaatkan momentum.
”Teman-teman ini, kan, mengolah. Jadi, penting bagaimana mereka menjadikan ikan hasil tangkapan menjadi produk olahan yang bisa dikonsumsi aman. Selain itu, pemasaran penting sekali, termasuk secara daring. Nantinya, bisa dilakukan kerja sama dengan e-commerce,” kata Fendiawan.
Kepala Dinas Perikanan Kota Semarang Nurkholis menambahkan, produksi perikanan tangkap dan budidaya di Kota Semarang sekitar 7.000 ton per tahun. Sementara produksi pada industri pengolahan ialah 17.000 ton per tahun. Melihat data itu, Kota Semarang jadi salah satu pusat pemasaran produk.
”Meskipun produk ikannya baru 40 persen dan sisanya dipenuhi dari daerah lain, industri pengolahan ini perlu dikembangkan. Produk agar terus ditingkatkan dari sisi higienis ataupun kehalalan. Selain bandeng, produk lain juga terus berkembang. Misalnya saat ini ada abon dari lele serta lele kemasan yang siap masak,” ucap Nurkholis.
Direktur Utama PT PII M Wahid Sutopo mengatakan, pelatihan diharapkan memperluas wawasan para pelaku UMKM agar menghasilkan produk berkualitas baik. Juga, dapat menentukan metode pemasaran yang tepat sehingga akan memberikan nilai ekonomi tinggi serta membuka lapangan kerja baru.
”Para pelaku UMKM yang dibina diharapkan akan lebih adaptif dan dapat terus memasarkan produknya secara berkesinambungan. Juga, dapat meningkatkan volume produksinya. Program ini juga diharapkan berdampak panjang dan berkesinambungan,” ujar Wahid dalam keterangannya.