Berbagi dan Merawat Kearifan Lokal Lewat Bandeng Raksasa
Melalui balutan tradisi unik yang melestari di Sidoarjo dan Gresik, ikan bandeng terbesar dan terbaik mampu menyuguhkan rasa kepedulian terhadap sesama dan merekatkan relasi sosial masyarakat.
Berawal dari hidangan di meja makan, ikan bandeng (Chanos chanos) di Sidoarjo dan Gresik melebur dalam kearifan budaya lokal. Melalui balutan tradisi unik yang melestari, bandeng terbesar dan terbaik mampu menyuguhkan rasa kepedulian terhadap sesama dan merekatkan relasi sosial masyarakat.
Mata Eri Cahyadi berbinar saat dia dinobatkan sebagai penawar tertinggi bandeng terbesar dan terbaik pada acara Lelang Bandeng Gresik, Jumat (7/5/2021). Wali Kota Surabaya itu memenangi bandeng raksasa juara pertama pada Kontes Bandeng 2021 setelah menawar Rp 25.500.000.
Dikatakan raksana karena bandeng itu memiliki berat 6,5 kilogram dengan panjang 86 cm. Berat bandeng itu berkali lipat dibandingkan bandeng yang dijual di pasar yang rata-rata 0,25 – 1 kg per ekor. Untuk mendapatkan bandeng raksana, petambak memeliharanya sekitar 5-8 tahun. Lamanya pemeliharaan membuat bandeng ini disebut kawak atau kawakan (lawas).
Kemenangan Eri terjadi setelah dia mengungguli Bupati Lamongan Yuhronur Efendi yang dua kali mengajukan penawaran dengan nilai tertinggi Rp 25.400.000. Mantan Kepala Bappeda Surabaya ini juga menumbangkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor yang menawar Rp 22 juta.
“Hal (kemenangan) ini untuk disabilitas. Semoga bermanfaat bagi masyarakat Gresik. Maturnuwun (terimasih), diberi kesempatan beramal jariyah,” ujar Eri dengan senyum mengembang lebar.
Rasa gembira bercampur haru juga diungkap Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko meski dia hanya memenangkan bandeng juara ketiga dengan penawaran Rp 10 juta. Istri mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko itu mengaku terpanggil mengambil peran saat tahu dana hasil lelang diperuntukkan bagi penyandang disalibitas.
Baca juga: Cinta Surabaya dalam Seporsi Sentra Wisata Kulinernya
”Saya tahu bagaimana mengelola anak-anak luar biasa, sehingga memberanikan diri untuk bisa memberi dukungan meski nilainya tidak banyak. Hal ini demi kemaslahatan anak-anak penyandang disabilitas,” ujar Dewanti.
Lelang Bandeng Gresik 2021 sejatinya kegiatan rutin setiap Ramadhan. Sempat vakum setahun karena pandemi Covid-19, acara yang digagas Pemkab Gresik ini kembali digelar secara virtual dengan protokol kesehatan ketat. Selain mengundang bupati dan wali kota se-Jatim, tradisi yang hidup sejak zaman Wali ini juga menghadirkan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak.
Sesuai tradisi, ada tiga ekor bandeng yang dilelang, semuanya pemenang kontes. Bandeng juara kedua jatuh ditangan Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono seharga Rp 15 juta, sehingga total dana yang terkumpul dari tiga ekor bandeng Rp 50,5 juta. Semua dana digunakan untuk kegiatan sosial seperti pengadaan alat bantu penyandang disabilitas yang saat ini digagas.
Di pengujung acara, Emil Elestianto menyumbangkan uangnya Rp 24 juta sehingga total terkumpul Rp 74,5 juta. Mantan Bupati Trenggalek itu rupanya tergoda mencecap ‘nikmatnya’ rasa berbagi dengan penyandang disabilitas yang ditawarkan oleh bandeng raksasa dari Gresik.
Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani mengatakan keputusan menggelar pasar rakyat, kontes, dan lelang bandeng ditengah pandemi didasari perputaran roda ekonominya yang luar biasa. Hal itu signifikan guna memulihkan kembali ekonomi rakyat yang terkontraksi akibat pandemi berkepanjangan.
Baca juga: "Arek Suroboyo" Bergerak demi Ketahanan Pangan
Di Gresik, usaha tambak terutama bandeng berkembang turun-temurun. Usaha ini menopang ekonomi rakyat dengan produksi 80.000 ton ikan per tahun dari tambak seluas 28.000 ha. Dengan asumsi harga bandeng per kilogram Rp 10.000, total uang berputar mencapai Rp 1 triliun lebih, hanya dari usaha penjualan ikan segar.
Rata-rata harga bandeng dipetambak saat ini Rp 20.000 - 25.000 per kg. Dengan kata lain, perputaran uang di ‘Kota Wali’ dari usaha tambak bandeng berpotensi mencapai Rp 3 triliun lebih setiap tahun. Selain nilai uangnya besar, budidaya bandeng, sektor usaha padat karya yang menyerap banyak pekerja tanpa mensyaratkan pendidikan tinggi atau penguasaan ketrampilan mumpuni.
Di Gresik, usaha tambak terutama bandeng berkembang turun-temurun. Usaha ini menopang ekonomi rakyat dengan produksi 80.000 ton ikan per tahun dari tambak seluas 28.000 ha.
Salah satu usaha yang berkembang pesat belakangan ini, cabut duri. Mayoritas digeluti oleh ibu rumah tangga sehingga mereka memiliki penghasilan tambahan untuk menaikkan taraf ekonomi keluarga tanpa perlu meninggalkan tugas utama mengurus anak dan suami.
Seiring berkembangnya pola konsumsi masyarakat, usaha bandeng pun berkembang pesat. Tak hanya dijual segar, ikan diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, diasap, disarden, dipresto, dikuah dan dibuat otak-otak. Pengolahan bandeng memicu berkembangnya idustri kreatif makanan olahan.
Dengan produksi sebanyak 80.000 ton per tahun, bandeng Gresik tidak habis dikonsumsi warga setempat. Bandeng-bandeng ini telah lama menjadi duta duta kuliner ke berbagai kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. Ikan yang memiliki 164 duri ini juga kerap menjamu tamu yang bertandang, melalui beragam sajian kuliner khas seperti bandeng kuah kuning.
Merawat budaya
Dari hidangan lezat di meja makan, bandeng merasuk ke dalam budaya masyarakat. Prasasti Karangbogem (1937) di Kecamatan Bungah, menyatakan pada masa Hayam Wuruk, Raja Majapahit (1350-1389), diangkat seorang patih tambak yang ditempatkan di Gresik. Patih ini ditugaskan khusus mengurus pertambakan karena areanya yang luas.
Pada masa Belanja berkuasa, VOC tertarik mengelola usaha pertambakan di Gresik yang ditandai dengan adanya perluasan area tambak dan pemilahan atau pembuatan kluster-kluster usaha. Pada masa pemerintahan Soeharto, Gresik menjadi penghasil ikan bandeng terbesar di Jatim 1984.
Budayawan Gresik Kris Aji AW mengatakan pasar bandeng yang biasanya berlangsung 2-3 hari menjelang Lebaran merupakan warisan masa Sunan Giri. Banyak santri dari berbagai daerah di nusantara yang mondok di Gresik, biasanya pulang menjelang Lebaran.
Saat hendak pulang, para santri mencari oleh-oleh untuk keluarga di kampung halaman. Saat itulah banyak yang mencari bandeng. Disisi lain, masyarakat setempat memiliki tradisi menyuguhkan masakan olahan bandeng sebagai menu lebaran kepada tamu-tamunya yang berkunjung. Kebiasaan saat Lebaran itu juga melahirkan budaya kontes dan lelang bandeng kawak.
“Tradisi yang melestari di masyarakat, tidak boleh dihilangkan. Namun, tradisi itu boleh dikembangkan menyesuaikan dengan konteks kehidupan masyarakat masa kini supaya maknanya tetap terjaga,’’ ujar Kris Aji AW.
Selain Gresik, Kabupaten Sidoarjo juga menawarkan sensasi mencecap rasa ‘nikmatnya’ bandeng raksasa melalui kontes dan lelang bandeng yang digelar sejak 1952. Dengan tambak seluas 15.541 hektar atau sekitar 21 persen dari luas total wilayah Sidoarjo, produksi bandeng yang dihasilkan mencapai 30.000 ton per tahun.
Bedanya, lelang bandeng Sidoarjo digelar menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun, pada 2019 lalu, acara serupa dihelat guna memeriahkan perayaan hari jadi kabupaten yang berjuluk Kota Delta ini. Sejak pandemi Covid-19, kegiatan serupa ditunda.
Tradisi yang melestari di masyarakat, tidak boleh dihilangkan. Namun, tradisi itu boleh dikembangkan menyesuaikan dengan konteks kehidupan masyarakat masa kini supaya maknanya tetap terjaga.
Dalam acara Kontes dan Lelang Bandeng Sidoarjo, Rabu (13/11/2019), di Sidoarjo terhimpun dana Rp 1,4 miliar hanya dalam dua jam. Bandeng terbesar dengan berat 7,66 kg, dimenangkan Kahuripan Nirwana Village (KNV), pengembang perumahan, dengan penawaran Rp 155 juta.
Bandeng terbesar kedua dimenangkan Minarak Gas Brantas dan PT Sarana Dwi Makmur yang sama-sama menawar Rp 150 juta. Adapun bandeng terbesar ketiga dimenangkan oleh pengembang perumahan Pondok Tjandra dengan nilai penawaran Rp 120 juta.
Sekretaris Daerah Sidoarjo Achmad Zaini mengatakan hasil lelang dikelola untuk kegiatan sosial masyarakat yang tidak dianggarkan dalam APBD. Lelang bandeng menjadi sarana menggugah kesadaran perusahaan swasta yang beroperasi diwilayahnya, berpartisipasi mengatasi masalah sosial. Hal ini juga menjadi perekat hubungan sosial pengusaha dengan lingkungan sekitar guna mencegah konflik.
“Di sisi lain, kontes dan lelang bandeng menjadi penyuntik semangat bagi petambak untuk mengembangkan usahanya ditengah industri yang berkembang pesat di Sidoarjo,” ujar Zaini.
Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, dan Pariwisata Sidoarjo Djoko Supriyadi menambahkan, kontes dan lelang bandeng juga berpotensi dikemas menjadi wisata edukasi dan hiburan bagi masyarakat. Proses pemeliharaan bandeng, penangkapan, hingga pengukuran berat bandeng berpotensi menjadi obyek wisata edukasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sidoarjo Tjarda mengatakan lelang bandeng juga menjadi ajang bagi UMKM menampilkan kreasi makanan olahan berbahan bandeng. Produk terbaik berkesempatan mendapat pendampingan dari pemerintah agar berkembang menjadi duta kuliner yang mengharumkan Sidoarjo di kancah nusantara bahkan mancanegara.
Bagi warga Sidoarjo dan Gresik, nikmat rasa bandeng tak hanya tersaji di meja makan. Bandeng telah menjadi identitas daerah yang menggerakkan sendi-sendi ekonomi dan merekatkan relasi sosial masyarakat melalui kearifan lokal. Nikmatnya rasa bandeng pun tercecap hingga ke dalam jiwa.