Puluhan Pegawai Pinjol Ilegal di Sleman Dibawa ke Polda Jabar untuk Diperiksa
Puluhan pegawai perusahaan pinjol ilegal di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dibawa ke Polda Jawa Barat untuk diperiksa. Pemeriksaan dilakukan Polda Jabar karena berkaitan dengan kasus di sana.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Setelah digerebek polisi pada Kamis (14/10/2021) malam, puluhan pegawai perusahaan pinjaman online atau pinjol ilegal di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dibawa ke Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk menjalani pemeriksaan. Proses pemeriksaan terhadap para pegawai perusahaan pinjol ilegal itu dilakukan oleh Polda Jabar karena berkaitan dengan kasus di sana.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, para pegawai perusahaan pinjol ilegal itu diberangkatkan ke Jabar pada Jumat (15/10/2021) dini hari. ”Tadi pagi pukul 03.00 sudah dibawa ke Polda Jawa Barat sebanyak 83 orang beserta beberapa barang bukti,” ujar Yuliyanto, Jumat siang, di Sleman.
Seperti diberitakan sebelumnya, petugas gabungan Polda Jabar dan Polda DIY menggerebek kantor perusahaan pinjol ilegal di Sleman pada Kamis malam. Kantor yang digerebek itu berlokasi di Jalan Herman Yohanes, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman. Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan puluhan orang dan barang bukti yang berkaitan dengan aktivitas pinjol ilegal.
Yuliyanto menjelaskan, jumlah pegawai perusahaan pinjol ilegal yang dibawa ke Polda Jabar sebanyak 83 orang. Mereka terdiri dari debt collector atau penagih utang, pegawai bagian human resource development (HRD), dan manajer perusahaan. ”Mereka dibawa menggunakan kendaraan dari Polda DIY dan dikawal personel dari Polda DIY dan Polda Jabar,” katanya.
Menurut Yuliyanto, proses penyelidikan terhadap perusahaan pinjol ilegal itu akan dilakukan oleh Polda Jabar. Hal ini karena kasus tersebut berawal dari laporan yang disampaikan korban perusahaan pinjol ilegal ke Polda Jabar. ”Kemarin kami mem-back up Polda Jabar untuk melakukan penggerebekan dan penyelidikan awal,” tuturnya.
Yuliyanto menuturkan, para pegawai perusahaan pinjol ilegal itu memiliki masa kerja yang bervariasi. Sebagian dari mereka ada yang telah bekerja selama satu bulan, tapi ada juga yang baru bekerja selama dua hari. Sebagian pegawai itu merupakan warga DIY, tapi ada juga yang berasal dari luar DIY, misalnya Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Yuliyanto menambahkan, hingga saat ini, Polda DIY belum menerima laporan dari masyarakat yang menjadi korban perusahaan pinjol ilegal tersebut. Dia menyebut, jika ada warga DIY yang menjadi korban dari perusahaan pinjol ilegal tersebut, mereka diimbau untuk melapor ke Polda DIY atau kepolisian resor (polres) yang ada di DIY.
”Saat ini kami sedang menunggu laporan-laporan dari masyarakat yang berkaitan dengan pinjol. Jadi, kalau ada masyarakat yang merasa menjadi korban pinjol, silakan bisa datang ke polda ataupun ke polres dengan terlebih dulu konsultasi ke petugas piket bagian reskrim (reserse kriminal) supaya nanti bisa dengan mudah diarahkan untuk pembuatan laporan polisinya,” ungkap Yuliyanto.
Laporan korban
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Komisaris Besar Arif Rahman menjelaskan, penggerebekan tersebut berawal dari laporan seorang korban pinjol ilegal. Laporan tersebut diterima Polda Jabar tiga hari sebelumnya.
”Tiga hari yang lalu, Polda Jabar menerima laporan dari seorang korban berinisial TM. Yang bersangkutan dirawat di rumah sakit karena merasa depresi dengan tindakan-tindakan penekanan yang tidak manusiawi dari perusahaan pinjaman online,” kata Arif di tempat kejadian perkara, Kamis malam.
Setelah melakukan penyelidikan, Arif menyebut, petugas mendapat informasi bahwa pelaku yang menekan korban itu berasal dari perusahaan pinjol di Sleman. Oleh karena itu, petugas Ditreskrimsus Polda Jabar bersama Polda DIY kemudian melakukan penggerebekan ke kantor tersebut.
Menurut Arif, perusahaan pinjol di Sleman itu mengelola 23 aplikasi pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, perusahaan tersebut juga diketahui mengelola satu aplikasi pinjol yang terdaftar di OJK.
”Dari catatan yang kami dapatkan, ada 23 aplikasi yang semuanya tidak terdaftar di OJK. Selain itu, ada satu aplikasi terdaftar, tapi untuk mengelabui saja, seolah-seolah ini legal,” ungkap Arif.