Menengok Kembali Keindahan Kawah Raksasa Toba
Pesawat dari Jakarta muncul dari balik embun dan mendarat di Bandara Silangit, Tapanuli Utara. Udara terasa sejuk di ketinggian 1.439 meter dpl itu. Wisatawan bersiap menjelajah keindahan Toba, kawah gunung api raksasa.
Ledakan dahsyat Gunung Toba 74.000 tahun lalu di sisi utara Pulau Sumatera telah menciptakan danau yang tidak pernah habis keindahannya. Ditambah kekayaan alam dan budaya warga yang mendiaminya, keindahannya menjadi semakin lengkap, tidak berkurang oleh pandemi Covid-19.
Pesawat udara dari Jakarta muncul dari balik embun lalu mendarat di Bandara Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Sabtu (9/10/2021) pagi. Udara terasa sangat sejuk di sekitar bandara yang berada di ketinggian 1.439 meter di atas permukaan laut itu. Bandara yang terletak di ujung selatan Danau Toba itu menjadi pintu masuk wisatawan yang bersiap menjelajah keindahan sang kawah raksasa.
Keluar dari terminal bandara, para penumpang buru-buru memakai baju hangat. Suhu udara berkisar 20 derajat celsius. Bandara belum terlalu ramai. Kedatangan penumpang masih sekitar 500 orang per hari, separuh dibandingkan sebelum pandemi. Namun, jumlahnya itu sudah meningkat dibandingkan saat pandemi mencapai puncak yang hanya 200-300 orang per hari.
Sebulan belakangan, sejumlah destinasi di kawasan Danau Toba sudah dibuka setelah tutup beberapa bulan karena pandemi Covid-19. Wisatawan pun diharapkan akan meningkat.
Untuk berkeliling danau, wisatawan perlu menyewa mobil. Dari Bandara Silangit, destinasi paling dekat untuk dikunjungi adalah Geosite Sipinsur di Humbang Hasundutan dan Geosite Huta Ginjang di Tapanuli Utara, dua situs geologi letusan Toba, dari 16 geosite yang ada. Dua geosite itu bisa ditempuh sekitar 20 menit dari bandara.
Masuk Geosite Sipinsur rindang pohon pinus menyambut. Namun, pemandangan utama di Sipinsur sebenarnya bukanlah pohon pinus. Setelah menembus rerimbunan pohon, keindahan lanskap Danau Toba dari ketinggian bukit terhampar.
Baca juga: Percepatan Vaksinasi di Danau Toba, Persiapan Bangkitnya Pariwisata
Hamparan danau tampak biru dari atas dinding kaldera itu. Beberapa kapal tampak kecil di kejauhan melintas membelah danau. Dua pulau di tengah danau, yakni Pulau Samosir dan Sibandang, tampak sangat hijau. Dinding kawah raksasa di sisi daratan Sumatera terlihat elok mengelilingi Danau Toba.
”Saya sudah belasan kali datang ke Sipinsur ini, tetapi saya selalu takjub setiap kali melihat indahnya pemandangan Danau Toba,” kata Lawina Wati (35), wisatawan dari Kabupaten Asahan.
Dari Sipinsur, wisatawan bisa melanjutkan perjalanan dengan mobil menyusuri dinding kaldera ke Kecamatan Muara. Di sepanjang jalan, wisatawan bisa menikmati pemandangan aktivitas masyarakat lokal.
Mereka bertani di kebun kopi arabika Sumatera yang mendunia, memanen cokelat, bertanam cabai, kol, atau kentang. Ada juga yang sedang sibuk menjemur kopi dan cokelat sebelum dijual ke pasar.
Di sepanjang perjalanan selama 45 menit Silangit-Muara, lanskap Danau Toba menjadi latar pemandangan. Beberapa ruas jalan menyempit karena batuan vulkanis yang sangat besar. ”Dinding kaldera merupakan batuan lava dasitik yang muncul dari bawah permukaan dapur magma bersamaan dengan munculnya Pulau Samosir,” demikian penjelasan di papan informasi yang ada di tepi jalan.
Dinding kaldera merupakan batuan lava dasitik yang muncul dari bawah permukaan dapur magma bersamaan dengan munculnya Pulau Samosir.
Muara juga merupakan pintu masuk ke Pulau Samosir. Pelabuhannya kini tengah dibangun. Dua kapal penyeberangan dari Muara ke Pulau Samosir sudah beroperasi, yakni Kapal Motor Penyeberangan Kaldera, dengan jadwal keberangkatan dari Muara pukul 09.00 dan 17.30 dan KM Muara Putih I pukul 07.00 dan 16.00.
Baca juga: Destinasi Kawasan Danau Toba Menunggu Dirgen Bertangan Dingin
KM Muara Putih berlayar dari Muara ke Pelabuhan Sipinggan, Kecamatan Nainggolan. Dari sana, wisatawan bisa menelusuri jalan lingkar Pulau Samosir yang kini semakin lebar dan hampir tidak ada lubang.
Hamparan sawah, aktivitas petani, dan penggembalaan ternak kerbau menjadi pemandangan di sepanjang jalan. Rumah-rumah panggung Batak dengan ukiran warna hitam-merah muncul di kanan-kiri jalan dalam kelompok-kelompok permukiman warga.
Di Desa Pallombuan, Kecamatan Palipi, wisatawan bahkan bisa melihat pemandangan danau di sisi kiri dan kanan jalan karena desa itu merupakan daratan yang menjorok ke danau.
Beberapa menit dari sana, di Desa Sigaol Simbolon, jalan membelah lapangan fumarol, yakni hamparan batuan lapuk berwarna putih yang menghampar dari bukit hingga tepi danau. Di sana ada permandian air panas Simbolon. Air panas itu menandakan sisa aktivitas gunung purba yang masih berlangsung hingga kini.
Desa itu juga salah satu sisi Pulau Samosir yang paling dekat dengan daratan Sumatera, hanya terpaut ratusan meter. Melihat potensi lanskap yang sangat indah, Pretty Simbolon (25) pulang kampung dari Bali membuka Kafe Jamar’s Point di Simbolon.
”Dari sini, pengunjung dapat melihat Bukit Holbung, Bukit Sitalmak-talmak, serta Desa Sihotang di sisi daratan Sumatera,” kata Pretty.
Di kafe sederhana itu, Pretty menyajikan kopi arabika Sumatera yang ditanam di dataran tinggi Pulau Samosir. Di sana juga dijual madu dari hutan Samosir dan berbagai macam suvenir, seperti baju berbahan ulos dan tenunan khas Batak, meskipun masih sulit menemukan kuliner khas setempat, seperti ayam napinadar atau arsik ikan mas, di kawasan itu.
Menurut Pretty, danau seluas sekitar 1.100 kilometer persegi itu punya banyak tempat yang sangat indah, tetapi sebagian besar wisatawan hanya tahu kawasan Parapat, Tuktuk, dan Tomok.
”Saat ini sudah mulai banyak wisatawan yang mulai menjelajah ke sisi selatan Pulau Samosir, seperti Palipi, Nainggolan, Onan Runggu, dan Muara, terutama setelah didukung Bandara Silangit,” kata Pretty.
Wisatawan juga bisa berkunjung ke Kampung Ulos di Lumbang Suhi-Suhi Toruan di Kecamatan Pangururan. Di sana, sekitar 50 orang menenun ulos setiap hari. Sebagian besar warga di situ juga masih tinggal di rumah adat Batak, yakni Jabu Bolon. Warga bertenun di halaman rumah. Mereka juga menenun kain tradisional Karo yakni uis.
Wisata pantai
Di ujung utara Pulau Samosir, terdapat pantai berpasir putih Batu Hoda. Daratan Batu Hoda yang menjorok ke danau seperti mengantarkan wisatawan lebih dekat ke tengah danau.
Hari itu pantai ramai dikunjungi wisatawan. Ombang Siboro, pengembang Pantai Batu Hoda, sedang sibuk mengingatkan protokol kesehatan Covid-19 melalui pengeras suara. Ia juga berulang kali mengingatkan wisatawan ketika berenang hampir melewati batas aman. Pengawas pantai pun berjaga-jaga di dekat pantai.
Sinar matahari berkilauan di hamparan pasir putih. Embusan angin dari danau dan rerimbunan pohon waru, cemara, dan jabi-jabi menambah kesejukan udara di pantai. Wisatawan pun tampak berenang, berjemur, bermain bola, atau voli pantai. Mereka hanyut dalam nuansa pantai yang sangat kuat.
Di antara hamparan pasir, tampak batu hoda yang seperti timbul dari dasar tanah. ”Ini adalah glamping stone, batuan vulkanis yang sebelumnya terendam 500 meter di kedalaman Danau Toba. Batu hoda dan pasir putih ini terangkat bersama Pulau Samosir pada masa 40.000 sampai 37.000 lalu,” kata Ombang menjelaskan.
Menurut Ombang, kawasan Danau Toba seharusnya berkembang sangat pesat dengan keindahan alam yang menakjubkan, kekayaan geologi, kultur, dan keanekaragaman hayati. ”Danau Toba bukan hanya destinasi super-prioritas (DSP), melainkan juga anggota Unesco Global Geopark (UGG), salah satu bentuk pengakuan dunia,” kata Ombang.
Sebagai DSP, menurut Ombang, pembangunan di kawasan Danau Toba sudah sangat pesat. Pelabuhan-pelabuhan dengan standar internasional sedang dibangun dan akan segera dioperasikan, seperti Pelabuhan Ajibata, Muara, dan Ambarita. Kapal motor penyeberangan (KMP) pun sudah beroperasi, seperti KMP Kaldera, KMP Pora-Pora, dan KMP Ihan Batak.
”Jalan lingkar Pulau Samosir dan lingkar luar Danau Toba semuanya sekarang sudah sangat mulus. Akses dari Medan pun didukung dengan jalan tol sampai ke Kota Tebing Tinggi,” kata Ombang.
Namun, berbagai hal masih harus diperbaiki, seperti konservasi lingkungan hidup dan konflik lahan adat yang masih mendera. Status Taman Bumi Kaldera Toba sebagai anggota UGG juga belum menjadi momentum pembangunan. Di tengah pandemi, sejumlah usaha pariwisata juga terpuruk, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kepala Dinas Pariwisata Samosir Dumosch Pandiangan mengatakan, pariwisata Danau Toba saat ini sudah mulai bangkit. ”Namun, di tengah pandemi Covid-19, kami masih hanya mengandalkan kunjungan dari wisatawan domestik,” kata Dumosch.
Target kunjungan ke kawasan Danau Toba di tengah pandemi ini adalah warga Jabodetabek yang ingin menikmati liburan akhir pekan. Akses dari Jabodetabek pun hanya penerbangan dua jam karena sudah didukung penerbangan Jakarta-Silangit yang rata-rata tiga penerbangan sehari.
Untuk mendorong kebangkitan wisata Toba, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan harian Kompas pada Rabu (13/10/2021) menggelar Konferensi Internasional ”Heritage of Toba: Natural & Cultural Diversity” di TB Silalahi Center, Toba. Hadir sebagai pembicara, Senior Programme Specialist for Water Enviromental Sciences UNESCO Jakarta Hans Thulstrup, ahli geologi Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, ahli ekowisata IPB Prof Harini Muntasib, dan aktivis lingkungan dan pelaku wisata Toba Annette Horschmann. Mereka akan membahas tentang Kaldera Toba: Menyambung Peradaban Zaman.
Selain itu desainer Athan Siahaan, ahli budaya Batak Universitas Hawaii, USA Prof Uli Kozok, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Fadir, musisi Vicky Sianipar, dan praktisi kuliner Santhi Serad akan membahas tentang Kolaborasi Budaya, Masyarakat, dan Pariwisata Toba.
Situasi semakin memberikan harapan karena kawasan sekeliling Toba kini masuk dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2. Sejumlah hotel, meskipun belum semua, juga memperoleh sertifikat cleanliness, health, safety, environment sustainability (CSHE), standar pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Dengan penanganan Covid-19 yang lebih ketat, level PPKM diharapkan terus turun. Wisatawan pun kembali hadir termasuk dari mancanegara.
Baca juga: Masuk Unesco, Momentum Pembangunan Geopark Kaldera Toba