Tanpa Pengawasan Prokes, Pengunjung Nekat Masuk Obyek Wisata di Yogyakarta
Meski kebanyakan obyek wisata di DIY masih ditutup, banyak wisatawan nekat datang dan masuk ke sejumlah lokasi secara sembunyi-sembunyi. Sebagian di antaranya juga dibantu para pengelola wisata agar bisa masuk.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar destinasi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta masih ditutup karena provinsi tersebut masih menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3. Namun, beberapa waktu terakhir, banyak wisatawan nekat masuk ke destinasi-destinasi wisata yang masih tutup melalui jalur tidak resmi.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DIY Noviar Rahmad menyatakan, petugas sebenarnya sudah berjaga di sejumlah tempat pemungutan retribusi (TPR) di dekat destinasi wisata untuk mencegah masuknya wisatawan. ”Kami sudah melakukan penjagaan ketat di TPR-TPR, tapi para wisatawan masuk melalui jalur tikus (jalur tidak resmi),” ujarnya, Senin (4/10/2021), di Yogyakarta.
Noviar memaparkan, di sejumlah destinasi wisata, banyak wisatawan yang bisa masuk ke lokasi wisata karena dibantu warga setempat. Dengan bantuan warga setempat itu, pengunjung leluasa masuk meski secara resmi destinasi wisata tersebut masih tutup. Selain itu, ada juga wisatawan yang datang pagi-pagi sekali sebelum petugas berjaga.
”Ada yang masuk ke destinasi wisata pada malam hari atau pagi hari sebelum kami melakukan penjagaan. Ada juga pemilik rumah makan dan pemilik hotel yang membantu wisatawan masuk ke lokasi wisata,” ungkap Noviar.
Noviar menuturkan, masuknya para wisatawan melalui jalur tak resmi itu, antara lain, terjadi di pantai-pantai di Kabupaten Gunungkidul. Selain itu, berdasarkan pantauan Kompas pada Minggu (3/10/2021) siang, kondisi serupa juga terjadi di kawasan Pantai Glagah, Kabupaten Kulon Progo. Saat itu, banyak wisatawan yang leluasa masuk ke Pantai Glagah meski destinasi wisata tersebut belum dibuka secara resmi.
Meskipun gerbang TPR Pantai Glagah masih ditutup, wisatawan yang mengendarai mobil dan sepeda motor dapat masuk ke pantai tersebut melalui jalan kecil di samping gerbang TPR. Saat masuk ke pantai, wisatawan juga tidak menjalani pemeriksaan apa pun. Tak ada petugas yang mengecek suhu tubuh pengunjung atau meminta mereka mencuci tangan.
Saat masuk ke pantai, wisatawan juga tidak menjalani pemeriksaan apa pun. Tak ada petugas yang mengecek suhu tubuh pengunjung atau meminta mereka mencuci tangan.
Selain itu, para wisatawan yang masuk ke Pantai Glagah juga tidak diperiksa apakah sudah menjalani vaksinasi Covid-19. Padahal, di sejumlah destinasi wisata yang sudah menjalani uji coba operasional secara resmi, hanya wisatawan yang sudah menjalani vaksinasi minimal satu kali boleh masuk.
Selama berada di Pantai Glagah, banyak pengunjung terlihat tidak menjalankan protokol kesehatan (prokes), misalnya tak memakai masker dengan benar dan tak menjaga jarak. Kondisi itu tentu rentan menimbulkan risiko penularan Covid-19. ”Ini berbahaya karena tidak ada pemeriksaan sama sekali,” ujar Noviar.
Agar kejadian semacam itu tak terulang, Noviar mengimbau warga di sekitar destinasi wisata tidak membantu pengunjung yang hendak masuk ke lokasi wisata yang masih ditutup. Meski begitu, Noviar mengakui petugas tidak bisa memberikan sanksi kepada warga yang membantu wisatawan masuk ke obyek wisata melalui jalur tidak resmi.
”Karena jumlahnya terlalu banyak, kami agak kesulitan memberikan sanksi. Mereka juga beralasan cari nafkah untuk makan karena sekian bulan wisata belum buka,” ujar Noviar.
Dari ratusan destinasi wisata di DIY, baru ada tujuh destinasi wisata yang diizinkan melakukan uji coba operasional.
Tujuh destinasi
Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo mengatakan, dari ratusan destinasi wisata di DIY, baru ada tujuh destinasi wisata yang diizinkan melakukan uji coba operasional. Tujuh destinasi wisata itu adalah Kebun Binatang Gembira Loka di Kota Yogyakarta; Taman Tebing Breksi, Candi Ratu Boko, dan Merapi Park di Kabupaten Sleman; serta Hutan Pinus Sari, Seribu Batu, dan Hutan Pinus Pengger di Kabupaten Bantul.
Oleh karena itu, selain tujuh lokasi tersebut seharusnya belum buka dan tertutup bagi wisatawan. Namun, Singgih mengakui banyak wisatawan yang tetap nekat masuk ke destinasi wisata yang belum dibuka.
”Ini namanya revenge tourism (wisata balas dendam) karena mungkin juga sudah terlalu lama di rumah. Namanya wisatawan, karena keinginannya cukup besar, dengan cara apa pun mereka tempuh,” ujar Singgih.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Singgih memaparkan, Dinas Pariwisata DIY mengusulkan kepada pemerintah pusat agar jumlah destinasi wisata di DIY yang diizinkan buka bisa ditambah. Dia menuturkan, jika sebuah destinasi dibuka secara resmi, pengawasan terhadap wisatawan yang masuk bisa dilakukan dengan baik.
”Daripada ditutup tapi pengawasan dari pengelola dan petugas tidak ada, lebih baik dibuka saja tapi dengan persyaratan tertentu,” kata Singgih.
Menurut Singgih, destinasi wisata yang diusulkan dibuka itu antara lain pantai-pantai di sejumlah kabupaten di DIY. Namun, sebelum dibuka secara resmi, pengelola mesti memenuhi sejumlah syarat. Salah satunya menyediakan QR code aplikasi Peduli Lindungi di destinasi wisata.
Hal ini agar wisatawan yang hendak masuk ke destinasi wisata bisa diskrining menggunakan aplikasi Peduli Lindungi untuk mengetahui status vaksinasi Covid-19. Sesuai ketentuan pemerintah, hanya wisatawan yang telah divaksinasi minimal sekali boleh masuk ke tempat wisata.