Sekolah Lansia, Buat Hidup Tetap Bermakna meski Tak Lagi Muda
Usia bukan alasan manusia untuk tidak menjadi bermakna. Lewat sekolah lansia, warga senior di Kota Bandung memupuk asa untuk tidak menyerah di usia senja.
Usia senja tidak menghambat puluhan warga lanjut usia menuntut ilmu. Di Kantor Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Rabu (29/9/2021), semangat muda tumbuh tak terbentur usia. Lewat sekolah lansia, warga senior meniti harapan untuk hidup semakin bermakna.
Ada 20 orang yang hadir langsung dalam sesi sekolah lansia ini. Mereka menyimak serius materi yang diberikan secara daring meski sesekali terjadi jaringan internet yang tidak stabil.
Suara Direktur MBRIO Tekindo Wida Winarno, pemateri siang itu, sesekali hilang dan berganti suara gemerisik yang menggema di aula berkapasitas 200 orang. Cuaca panas siang itu melengkapi keresahan peserta. Mereka menjadikan kertas menjadi kipas dadakan. Kaki-kaki mereka bergoyang maju mundur tidak tenang.
Akan tetapi, di balik keresahan itu, tersimpan keinginan kuat untuk belajar. Sebagian peserta kembali fokus menulis saat suara Wida terdengar jelas lagi. Suara riuh obrolan dalam kelas berlangsung tenang meski sesekali ada yang terdengar berbincang.
Sekolah lansia Kota Bandung muncul sejak awal tahun 2020. Saat itu, empat sekolah terbentuk di Kecamatan Sukajadi, Antapani, Cinambo, dan Kecamatan Ujungberung. Pesertanya 238 orang. Tahun ini, jumlahnya menjadi delapan sekolah. Pemkot Bandung baru meresmikan sekolah lansia di Lengkong, Bandung Wetan, Sumur Bandung dan Astanaanyar, pekan lalu.
Akibat pandemi Covid-19, pertemuan juga digelar hibrida sejak Agustus 2021. Meski terbatas secara fisik, pertemuan macam ini memungkinan banyak orang terlibat meski berbeda unit.
Baca Juga: Tak Ada Data Terpilah, Lansia Kurang Dapat Perhatian
Dalam sesi di Ujungberung itu, misalnya, pesertanya tidak hanya 20 warga lansia saja. Melalui daring, puluhan lansia lainnya mendengarkan pemateri dengan antusias. Ketertarikan mereka terlihat dari semangat para lansia yang ingin menjawab pertanyaan pemateri.
Antusiasme mereka sangat tinggi karena materi yang dipaparkan terkait manfaat tempe sebagai makanan sehat bagi lansia. Salah satunya, Risbandi (71), warga Kecamatan Ujungberung, yang fokus menatap layar proyektor saat Wida menjelaskan manfaat tempe.
”Tempe bagus untuk saluran pencernaan lansia untuk membantu metabolisme penyeraban Vitamin B12. Vitamin ini memiliki manfaat untuk kesehatan sistem saraf. Kekurangan Vitamin B12 bisa menghantar kita pada kepikunan, tangan suka gemetar, bahkan alzheimer dan demensia,” papar Wida.
Setelah mendengarkan materi, lantas Risbandi ikut mengajukan pertanyaan kepada pemateri. Dia ingin mengetahui efek samping sering memakan tempe. Kebetulan, makanan berbahan dasar kedelai ini adalah favoritnya.
Wida menjawab, bahan dasar kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe jauh memiliki banyak manfaat dan minim efek samping. ”Sekarang saya lebih tenang mengonsumsi kedelai,” ujar Risbandi.
Bisa jadi karena banyak makan tempa, Risbandi masih tampak bugar. Dia masih mampu menyetir sendiri setiap bepergian. Tidak jarang, ia berjalan kaki hingga 1 kilometer di pagi hari.
”Saya selalu bangun sekitar jam 03.00, shalat, dan olahraga. Setelah itu, saya ikut berbagai kegiatan, membaca dan sesekali bertemu teman-teman. Itu kunci untuk tetap bugar dan bahagia,” ujarnya.
Potensi alzheimer
Direktur Indonesia Ramah Lansia (IRL) Jawa Barat Susiana Nugraha menyatakan, selain makanan bergizi, warga lansia harus tetap berkegiatan untuk menjaga kondisi tubuh tetap prima. Apalagi, selain penyakit komplikasi, gangguan saraf dan pikiran yang berkaitan dengan daya ingat atau demensia juga mengancam para lansia.
Salah satu penyakit demensia yang kerap dialami adalah alzheimer. Seseorang bisa kehilangan memori sehingga berdampak kepada suasana hati hingga mentalnya.
”Setiap 4 menit ada satu orang yang mengalami demensia, dan 70 persen demensia ini berupa alzheimer. Hal ini berdampak kepada sejumlah memori yang hilang sehingga memengaruhi komunikasi sosial,” ujar Susiana. Kewaspadaan terhadap alzheimer dibunyikan di seluruh dunia setiap bulan September.
Untuk menghindari gangguan ini, lanjut Susi, seorang warga lansia harus tetap berkegiatan sehingga otak dan tubuhnya masih bergerak dan menjalankan fungsinya. Gerak jalan, membaca dan menulis, atau sekadar berbincang dengan keluarga dan teman-temannya bisa dilakukan untuk menghindari diri dari demensia.
”Karena itu, sekolah lansia ini tidak sekadar untuk memberikan materi saja. Interaksi antar warga lansia, gerakan bersama-sama seperti senam, itu juga dibutuhkan untuk menggerakkan tubuh dan kebutuhan sosial mereka,” ujarnya.
Kini, ragam program terus berkembang. Di Sukajadi, misalnya, ada program Sibulan (Nasi Bekal Sehat Untuk Lansia), yaitu program pemberian makan gratis bagi para warga lansia. Selain itu, Cinambo ada Forum Cinta Lansia. Namun, Susiana mengatakan, sejumlah tantangan muncul dalam upaya memicu lansia terus bahagia.
Salah satunya saat pandemi datang, Maret 2021. Pertemuan tatap muka yang menjadi salah kunci utama pendampingan tidak bisa dilaksanakan.
”Saat itu orang-orang ketakutan, terutama warga lansia. Kami pun tidak mau mengambil risiko. Akhirnya, lebih dari setahun berikutnya kami hanya mengandalkan home visit (kunjungan) setidaknya sebulan sekali,” ujar Susi.
Sekitar Agustus 2021, sekolah daring digalakkan. Susi menuturkan, di Ujungberung, misalnya, mereka mencoba kelas hibrida dan mendapatkan respons baik dari peserta. ”Memang tadi ada sedikit gangguan. Kalau kelas hibrida seperti ini, masalah sinyal kadang menjadi kendala,” ujarnya.
Dukung warga lansia
Yati Supiyati (69), warga lansia Ujungberung lainnya, bersyukur sekolah lansia diadakan kembali secara daring. Dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti pembatasan jarak dan menggunakan masker, dia tetap mendengarkan materi dengan serius. Sesekali masker yang melorot dia naikkan kembali agar menutup hidung.
”Saat sekolah lansia ada lagi, saya senang sekali. Akhirnya bisa bertemu dengan yang lain, lalu bisa belajar bersama-sama. Bergerak bersama teman-teman lansia lainnya juga menyenangkan,” ujarnya.
Semangat Yati terpancar saat sesi rehat materi yang diisi Senam Melawan Pikun. Olahraga ringan yang berlangsung sekitar 2 menit ini berisi beberapa gerakan untuk melatih otak seperti gerakan tangan hingga kaki.
Pada saat para tetap menjalankan fungsi tubuh dengan berkegiatan dan belajar, mereka bisa menjaga kesehatan. Dengan sekolah lansia, mereka diharapkan bisa menjalani hari tua dengan melawan kepikunan dan demensia.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyatakan, sekolah lansia ini menjadi komitmen Pemkot terhadap para lansia. Berdasarkan data tahun 2019 dari total jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.480.464, ada 294.148 jiwa lansia (11,86 persen).
Dari jumlah lansia tersebut, lansia nonpotensial, yaitu warga miskin dan tidak mampu lebih kurang 41.000 ribu. Sekolah ini, misalnya, diharapkan bisa menjalin interaksi sosial di sesama lansia, hingga menggali potensi-potensi lain dari mereka.
”Usia harapan hidup di Kota Bandung juga cukup tinggi, di angka 74,2 tahun. Mudah-mudahan kami bisa membahagiakan dan memberdayakan mereka (lansia),” ujar Yana.
Hari ini, 1 Oktober diperingati dunia sebagai Hari Lansia Internasional. Dalam hari istimewa ini, semua pihak seperti diingatkan usia pasti bertambah, tetapi semangat bisa dipupuk agar tidak lekang waktu.
Akan tetapi, semua perlu dijaga agar selalu bisa menikmati hidup di kala senja. Lirik lagu ”Jangan Maklum dengan Pikun” memberikan pelajaran itu, ”Siapa bilang pikun itu tak berbahaya, jangan maklum dengan pikun, hati-hatilah...”
Baca Juga: Vaksin Tak Terpakai untuk Warga Lansia