Pemprov Kalimantan Selatan Wajib Perbaiki Kebijakan Penanggulangan Banjir
Sebagian gugatan warga korban banjir terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dikabulkan. Pemerintah provinsi diwajibkan memperbaiki kebijakan dalam penanggulangan bencana banjir demi keselamatan rakyat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin mengabulkan sebagian gugatan warga korban banjir terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Mengacu pada putusan itu, pemerintah provinsi diwajibkan memperbaiki kebijakan dalam penanggulangan bencana banjir di Kalsel.
Putusan perkara gugatan dari 53 warga korban banjir terhadap gubernur Kalsel dibacakan dalam sidang secara daring melalui aplikasi e-Court, Rabu (29/9/2021). Majelis hakim PTUN Banjarmasin yang diketuai Andriyani Masyitoh beserta hakim anggota Kusuma Firdaus dan Feni Enggarwati mengabulkan sebagian gugatan warga korban banjir Kalsel.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak eksepsi tergugat (gubernur Kalsel) untuk seluruhnya. Hakim menyatakan tindakan tergugat berupa tidak melakukan pemberian informasi peringatan dini banjir Kalsel pada Januari 2021 merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad).
Untuk itu, majelis hakim mewajibkan tergugat untuk melakukan tindakan pemerintahan, yakni meningkatkan sistem keterbukaan informasi bencana banjir di wilayah provinsi Kalsel. Selanjutnya, memasang, memelihara, dan mengontrol peralatan EWS (early warning system) di bantaran sungai wilayah provinsi Kalsel dan mengoptimalkan media sosial untuk penyebaran informasi peringatan dini yang jelas dan akurat.
”Kami menyambut baik putusan itu karena memberikan sedikit napas segar bagi warga Kalsel. Kendatipun hanya sebagian gugatan yang dikabulkan, setidaknya ini menjadi masukan, perbaikan, koreksi, dan evaluasi kebijakan dalam penanggulangan bencana di Kalsel,” kata Koordinator Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel Muhamad Pazri di Banjarmasin, Kamis (30/9/2021).
Menurut Pazri, permintaan membayar kerugian material Rp 890.235.000 dalam gugatan warga tidak dikabulkan majelis hakim. Hal itu karena secara faktual dalam persidangan memang sulit dibuktikan. Korban banjir tidak bisa menunjukkan kuitansi dan nota biaya perbaikan pascabencana banjir.
”Putusan ini akan kami pelajari lebih lanjut. Sampai batas waktu 18 Oktober 2021, tim advokat dan para korban banjir akan berdiskusi untuk mengambil sikap dalam upaya hukum selanjutnya,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono berterima kasih kepada korban banjir dan tim advokasi hukum korban banjir Kalsel yang sudah menempuh jalur hukum dan berani menggugat Pemerintah Provinsi Kalsel. Upaya hukum itu akhirnya membuahkan hasil.
”Ini adalah kemenangan rakyat Kalsel, walaupun sangat disayangkan hakim tidak mengabulkan seluruh gugatan korban banjir,” katanya.
Banjir di Kalsel pada Januari 2021 disebut-sebut sebagai bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemprov Kalsel menyebut banjir besar itu merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada 1928 di Hulu Sungai Tengah. Banjir melanda 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.
Ini adalah kemenangan rakyat Kalsel, walaupun sangat disayangkan hakim tidak mengabulkan seluruh gugatan korban banjir.
Pos Komando Tanggap Darurat Banjir Provinsi Kalsel pada 8 Februari 2021 mencatat, 102.340 rumah penduduk terendam dan 176.290 keluarga atau 633.723 jiwa terdampak banjir. Jumlah warga yang harus mengungsi 135.656 jiwa. Bencana banjir juga mengakibatkan 35 orang meninggal dunia. Taksiran kerugian akibat bencana itu Rp 2,69 triliun.
Harus dilaksanakan
Walhi Kalsel meminta pihak tergugat tetap harus melaksanakan putusan PTUN Banjarmasin meskipun mereka masih punya hak untuk mengajukan banding. ”Saya berharap pemerintah tidak lagi mengulangi kesalahannya dalam menjamin keselamatan rakyat, khususnya dari ancaman bencana,” ujar Kisworo.
Menurut Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel Bambang Eko Mintharjo, Pemprov Kalsel dari aspek pencegahan sudah berusaha dengan segala keterbatasannya menyiapkan sistem peringatan dini banjir dengan pembelian dan pengoperasian peralatan EWS, serta pembuatan peraturan gubernur tentang prosedur standar operasi (SOP) penanggulangan bencana. ”Namun, itu semua oleh majelis hakim dianggap belum maksimal,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Bambang, penanganan bencana banjir bukanlah semata-mata tanggung jawab pemerintah provinsi. Karena itu, wajar apabila tuntutan ganti rugi oleh penggugat ditolak majelis hakim. ”Penanganan bencana ini adalah tanggung jawab semua pihak,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel Mujiyat masih belum mau mengomentari putusan majelis hakim PTUN Banjarmasin. ”Saya belum ada kapasitas untuk menanggapinya karena perlu kajian dari tim pemprov,” ujarnya.