Banjir di Kalimantan Tengah sudah menjadi bencana tahunan yang memaksa warga beradaptasi. Namun, banjir kali ini dinilai yang terburuk.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·5 menit baca
Banjir rutin di Kalimantan Tengah setiap tahun terus memburuk. Selain semakin luas, ketinggian banjir terus bertambah. Bahkan, banjir datang bolak-balik saat semua orang mengira banjir sudah usai.
Nurhayati (32) baru bangun dari tidurnya, Sabtu (19/9/2021), dan langsung bergumam. Ia kesal dan jengkel. Rumah yang sudah dibersihkan kembali direndam banjir. Padahal, sehari sebelumnya banjir sudah surut di Kelurahan Mendawai, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Ia dan suaminya bergegas menyusun lagi kayu-kayu penyangga di ruang tengah untuk menyimpan semua barang agar tidak terendam air. Kayu-kayu itu disusun sehingga lantai rumahnya tampak lebih tinggi.
Di atas susunan kayu itu semua barang elektronik dipindahkan. Tak hanya itu, semua kasur dari dua kamar di rumah itu dipindah ke ruang tengah dan menjadi kamar darurat bagi lima orang yang tinggal di rumah itu.
Isi lemari pun dikuras. Semua pakaian digantung di dinding. Ruang tengah yang sudah sempit itu jadi kian sesak. Semua orang tidur di ruang tersebut ketika suhu Palangkaraya berkisar 32-35 derajat celsius. Lengkap sudah kegerahan di ruang sempit itu. Kipas angin pun serasa percuma.
”Banjir memang hampir setiap tahun datang, tetapi kali ini datangnya bolak-balik, sudah surut, eh, datang lagi,” kata Nurhayati.
Keadaan serupa dirasakan Dewi (30), warga Desa Tewang Karangan, Kabupaten Katingan. Banjir sudah melanda wilayah itu lebih kurang sebulan. Banjir itu dirasa merupakan yang terburuk karena terlampau lama surut.
Banjir di wilayah Tewang Karangan terjadi karena luapan Sungai Katingan yang masuk ke rumah-rumah warga. Dewi dan keluarga sempat mengungsi ke Kasongan, ibu kota Kabupaten Katingan. Di rumah kerabat dua hari, banjir juga merendam rumah itu. ”Kami dulu tidak pernah mengungsi karena banjir paling cuma sehari atau dua hari paling lama,” kata Dewi.
Tidak ada barang yang hanyut karena banjir. Namun, beberapa ternak peliharaan mereka, seperti babi dan sapi hilang. Dewi tidak bisa menjelaskan apakah dicuri atau terbawa banjir.
Banjir melanda Kabupaten Katingan sejak 19 Agustus 2021 di wilayah hulu dan merendam 10 kecamatan pada akhir Agustus. Setidaknya, 1.536 orang terdampak, lalu lebih kurang 253 rumah, 5 bangunan sekolah, dan 2 tempat ibadah juga terdampak banjir dengan ketinggian 50-200 sentimeter (Kompas, 23 Agustus 2021).
Banjir di Kabupaten Katingan merupakan banjir tahunan. Namun, tahun ini dinilai yang terburuk seiring dengan ketinggian air dan lamanya air bertahan merendam permukiman di wilayah dengan 13 kecamatan, 154 desa, dan 7 kelurahan tersebut.
Data sementara Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng, semua kecamatan di Kabupaten Katingan terendam dengan total 67 desa. Setidaknya banjir berdampak pada 16.130 orang dengan ribuan rumah dan semua fasilitas publik lainnya yang juga terendam banjir.
Tak hanya di Palangkaraya dan Katingan, banjir juga melanda wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Gunung Mas, Pulang Pisau, Lamandau, Kotawaringin Barat, Barito Utara, Murung Raya, dan Kabupaten Sukamara. Jadi, totalnya terdapat 11 kabupaten dan kota yang terendam banjir.
Data BPBPK Provinsi Kalteng menunjukkan, banjir melanda 23 kecamatan, 123 kelurahan dan desa, dengan jumlah 12.006 keluarga atau 17.759 orang terdampak dan 109 keluarga mengungsi ke posko-posko darurat yang disiapkan pemerintah kecamatan.
Pemerintah menilai, banjir kian buruk karena cuaca yang kian tak bisa diprediksi. Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Pelaksana BPBPK Provinsi Kalteng Erlin Hardi menjelaskan, banjir kali ini disebabkan cuaca ekstrem yang melanda selama musim hujan. Intensitas hujan yang tinggi menyebabkan debit air di sungai kian tinggi hingga akhirnya meluap ke permukiman warga.
Upaya pemda adalah memantau tinggi muka air, sosialisasi ke setiap wilayah untuk selalu waspada, hingga evakuasi korban banjir. Selain itu, mereka juga berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota mendistribusikan bantuan.
Menurut Erlin, Kabupaten Katingan merupakan salah satu wilayah dari 11 kabupaten/kota yang terendam banjir paling parah. Di wilayah itu, air meluap dari dua Daerah Aliran Sungai (DAS) di Katingan, yakni DAS Samba dan DAS Katingan. ”Saat ini memang sudah mulai surut, tetapi masih dalam status tanggap darurat, paling tidak sampai 23 September 2021,” katanya.
Erlin mengungkapkan, ketinggian air maksimal di Katingan mencapai 2 meter. Beberapa wilayah banjir yang paling parah, antara lain Desa Samba Danum, Tumbang Kajamei, dan sebagian besar desa di Kecamatan Katingan Tengah. Di kecamatan itu, ketinggian air mencapai 40 cm hingga 2 meter.
”Ada beberapa wilayah di bagian hulu sungai itu sudah mulai surut atau mengalami penurunan tinggi muka air, tetapi masih berpotensi naik jika hujan dengan itensitas tinggi datang lagi,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono tidak menampik terjadi cuaca ekstrem. Namun, hal itu hanya pemicu saja. Deforestasi, alih fungsi lahan, dan pertambangan legal ataupun ilegal yang menjadi masalah utama hingga menyebabkan banjir.
”Daya dukung dan daya tahan alam terus menurun karena kerusakan di bagian hulu sampai hilir. Hilangnya hutan membentuk erosi sehingga tak ada lagi yang menahan,” katanya.
Dimas menjelaskan, tahun 2011 BPS Kalteng mencatat ada pendangkalan di Sungai Katingan. Lebar sungai yang mencapai 200-250 meter, kedalamannya hanya 6 meter. Akibatnya, saat hujan turun sungai tak mampu lagi menampung beban debit air.
”Memberikan bantuan dan distribusi itu penting, tetapi memperbaiki lingkungan lebih penting lagi. Perlu ada evaluasi perizinan, audit lingkungan, dan penegakan hukum perlu segera dilakukan,” ucap Dimas.
Banjir terus datang dan semakin parah dari tahun ke tahun. Namun, sampai saat ini belum ada upaya solutif untuk mencegahnya datang kembali. Di tengah banjir yang belum surut, Nurhayati dan Dewi sudah khawatir pada banjir berikutnya, entah tahun ini atau tahun depan.