Kebakaran di Lokasi Tambang Minyak Ungkap Praktik Ilegal Masih Ada
Kebakaran di lokasi tambang minyak ilegal di Jambi mengungkap fakta bahwa aktivitas liar itu masih marak di dalam hutan negara. Tim pemadam menghadapi kendala karena sumber air dalam sungai telah digenangi minyak.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Ledakan dan kebakaran dari sumur tambang minyak ilegal dalam konsesi hutan tanaman industri di Jambi mengungkap masifnya praktik liar tambang ilegal itu. Hingga Minggu (19/9/2021), petugas masih berupaya memadamkan api yang terus merambat di hutan itu.
Kebakaran berulang terjadi di area Km 51 konsesi PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) di Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, sejak Sabtu (18/9/2021). Sekitar pukul 05.30, pekerja tambang liar itu, berinisial Hs (41), memindahkan hasil sulingan minyak curian ke bak penampung dengan menggunakan mesin pompa. Tiba-tiba api memercik dari mesin tersebut dan menyambar sumur minyak serta bak penampungan minyaknya.
Api langsung menciptakan kebakaran luas di sekitar hutan itu, juga turut membakar Hs. Ia dilarikan oleh pekerja lain ke RSUD Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.
Sekitar pukul 15.00, petugas pemadam Hutan Harapan, PT Restorasi Ekosistem (Reki), yang lokasinya bersebelahan dengan konsesi PT AAS, tiba di lokasi kebakaran untuk mengupayakan pemadaman. Namun, tim kesulitan memadamkan karena sumber air dalam sungai telah digenangi minyak. ”Sumber air di lokasi kebakaran sudah bercampur minyak. Tidak bisa digunakan untuk memadamkan api,” kata Hospita Yulima dari Humas PT Reki.
Upaya pemadaman akhirnya dilakukan lewat udara oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi. Hingga Minggu pukul 10.30, pemadaman masih berlangsung.
Sementara itu, Siahaan dari Humas PT AAS mengaku masih mengumpulkan informasi dari lapangan. Sejauh ini, ia baru mengetahui terjadinya kebakaran dari foto dan video yang dikirimkan anggota staf di lapangan.
Tambang minyak ilegal dalam konsesi itu telah berlangsung sejak 2018. Sepanjang tahun ini, aparat penegak hukum sudah dua kali melakukan operasi gabungan di bawah komando Kepolisian Daerah Jambi. Pada operasi pertama, Februari 2021, tim memutus pipa-pipa yang mengalirkan hasil minyak curian sepanjang hampir 10 kilometer. Pipa-pipa itu menyambung dari lokasi tambang menuju jalur penampungan.
Dua bulan pascaoperasi, aktivitas tambang liar itu kembali merambah hutan. Operasi pemberantasan diupayakan kembali pada Juli. Sebanyak 17 pekerja tambang turut ditangkap.
Namun, satu bulan setelahnya, para pekerja tambang kembali lagi menjalankan aktivitas liar itu. Siahaan menyebut, pada praktiknya kali ini. pekerja tambang tidak lagi memasang pipa distribusi menuju lokasi penampungan. ”Kali ini mereka melansir minyak curiannya dalam jeriken dengan menggunakan motor,” ujarnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan tengah menyelidiki kembali praktik ilegal yang menyebabkan kebakaran hutan itu. ”Kami sedang fokus pada upaya pemadaman dan penyelidikan terhadap pelaku,” ujarnya.
Upaya pencegahan, lanjut dia, telah diupayakan lewat pembangunan dua pos penyekatan di wilayah Bajubang. Tujuannya adalah untuk menyaring orang yang melintasi jalur itu. Harapannya, pos sekat maksimal mencegah masuknya para petambang liar.
Hasil pemetaan aktivitas tambang minyak ilegal di Jambi, aktivitas itu diketahui marak pada batas dua kabupaten, yakni Batanghari dan Sarolangun. Pihaknya mendapati, sepanjang Maret hingga Agustus 2018, sebanyak 105 pemodal berkepentingan di sana. Para pemodal itu mengerahkan lebih dari 2.000 pekerja. Dari semua pekerja, 40 persen berasal dari luar daerah, sedangkan 60 persen warga lokal.