Tambang Minyak Ilegal Berganti Modus Kembali Diberantas
Modus praktik tambang minyak ilegal telah diberantas Februari 2021 lalu. Mei lalu, petugas mengendus praktik serupa kembali berulang tetapi dengan modus baru.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Sempat diberantas, praktik tambang minyak ilegal kembali berulang dalam areal hutan negara di perbatasan Kabupaten Sarolangun dan Batanghari, Jambi. Praktik liar kali ini didapati berlangsung dalam modus baru.
Hal itu terungkap dari hasil operasi gabungan tim Kepolisian Daerah Jambi, Kepolisian Resor Sarolangun, dan Kepolisian Sektor Mandiangin sejak Senin malam hingga Rabu.
”Setelah menjalankan operasi tiga hari lamanya, 17 pekerja tambang ilegal diamankan,” ujar Komisaris Besar Mulia Prianto, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jambi, Rabu (15/7/2021). Saat ini, lanjutnya, para pekerja itu masih dimintai keterangannya.
Operasi tersebut berlangsung senyap. Tim masuk dan mengintai di sekitar lokasi tambang yang berada dalam hutan tanaman industri areal kerja PT Agronusa Alam Sejahtera, Selasa (12/7/2021). Saat para pekerja tengah mengebor minyak, aparat langsung menindak. Sepuluh pekerja ditangkap. Seluruhnya merupakan warga Sumatera Selatan.
Setelah dari situ, tim bergerak menuju jalur distribusi hasil minyak curian yang berada di Km 51 Desa Jati Baru, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun. Sebanyak tujuh pekerja turut ditangkap. ”Selain mengamankan para pelaku, tim juga mengamankan barang bukti terkait,” tambahnya.
Barang bukti yang diamankan antara lain truk pengangkut alat pengeboran minyak, serta pikap yang dipakai para pekerja mengangkut mata bor dan mesin-mesin pompa untuk menyedot hasil minyak.
Dalam operasi itu, tim juga memutus pipa-pipa distribusi hasil minyak ilegal. Panjangnya pipa diperkirakan total tiga kilometer.
Juru Bicara PT AAS, Siahaan, menceritakan modus praktik tambang minyak ilegal dalam wilayah itu telah diberantas pada Februari 2021 lalu. Operasi besar-besaran berhasil memutus jalur distribusi minyak ilegal dengan pipa besi sepanjang 10 kilometer.
Tim gabungan dari kepolisian, TNI, dan petugas keamanan perusahaan juga menutup lubang-lubang sumur. Pengeboran minyal ilegal di sana akhirnya berhasil dihentikan meskipun aktor utama yang memodali praktik liar itu masih dalam pengejaran hingga kini.
Sejak 1,5 bulan lalu, tambang minyak ilegal kembali berulang. Menurut Siahaan, petugas sempat mencurigai masuknya sejumlah orang dari jalur berbeda untuk menuju kawasan hutan itu. Belakangan, timnya mendapati para pelaku telah beroperasi di lokasi tambang yang sama, tetapi masuk dari jalur yang baru.
Pekerja tambang liar membangun pula jalur-jalur distribusi baru untuk mengalirkan hasil minyak curian. Kali ini jalurnya memanfaatkan paralon yang disambung-sambungkan hingga sepanjang tiga kilometer. ”Modusnya baru, dengan melibatkan para pekerja yang baru dan membangun jalur distribusi baru hasil minyak. Mereka juga mengebor sumur-sumur baru,” katanya.
Pipa distribusi bermuara di Dusun Mekar Jaya. Di sana, mereka membangun bak penampungan minyak. Barulah dari situ hasil minyak dilansir keluar.
Pihaknya mengapresiasi kerja optimal aparat penegak hukum, sekaligus berharap penindakan hukum dilakukan hingga para pemodalnya. Selain itu, untuk menjaga agar tambang liar tak lagi masuk ke dalam hutan itu, pihaknya berencana membangun pos jaga.
Hasil analisis pemegang konsesi hutan, negara, investasi, ataupun lingkungan hidup mengalami kerugian besar. Tahun lalu, akibat praktik ilegal tersebut, diperkirakan 200.000 liter per hari dicuri. Hasil tambang ilegal itu lalu dibawa ke usaha-usaha penyulingan minyak tak berizin.
Hasil penyulingan minyak diolah menjadi bahan bakar minyak sejenis solar, minyak tanah, dan premium. Praktik ilegal lintas kabupaten dan lintas provinsi ini disebut-sebut berlangsung terorganisasi.
Dari sisi investasi dan penerimaan negara, dengan harga minyak 50 dollar AS per barel kala itu, berarti sedikitnya Rp 800 juta per hari meluap dari sana. Belum lagi beratnya ongkos untuk memulihkan lingkungan hidup yang tercemar akibat limbah minyak yang menggenang di permukaan.
Manajer Distrik PT AAS Firman Purba sebelumnya menyebutkan, ribuan tanaman mati karena terpapar genangan limbah minyak. Tambang minyak ilegal itu menyebar pada keluasan 1.000 hektar.