Pipa Distribusi Minyak Ilegal di Jambi Diputus dan Dihancurkan
Tiga tahun mengalirkan minyak hasil tambang ilegal, pipa distribusi sepanjang 10 kilometer akhirnya diputus dan dihancurkan. Langkah tegas itu perlu diikuti penindakan hukum pada aktor di balik praktik liar tersebut
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Jalur pipa sepanjang total 10 kilometer yang mengalirkan minyak curian dalam hutan negara di Kabupaten Sarolangun, Jambi, akhirnya diputus aparat gabungan. Aparat juga menutup secara bertahap sumur-sumur tambang yang tersebar di kawasan itu.
“Pemotongan pipa ini untuk menghentikan tambang minyak ilegal di sana,” kata Komisaris Besar Sigit Dani, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi, Jumat (5/2/2021).
Sebelumnya, Kepala Polda Jambi Inspektur Jenderal Albertus Rachmad Wibowo menyatakan keinginannya serius untuk mengentaskan persoalan tambang minyak ilegal di wilayah itu. Hal itu pun ditindaklanjuti dengan serangkaian pengumpulan data.
Selanjutnya, pada 3 dan 4 Februari, berlangsung penutupan pipa dan sumur-sumur tambang dengan melibatkan 150-an petugas dari jajaran Polda Jambi, polisi hutan serta kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan aparat Dinas Lingkungan Hidup Sarolangun.
Selama berlangsungnya operasi, tidak satu pun tampak para pekerja tambang di lokasi. “Mereka diperkirakan telah lari sewaktu aparat masuk,” kata Siahaan, Juru Bicara PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS), selaku pengelola kawasan hutan itu.
PT AAS mengapresiasi langkah tegas aparat penegak hukum menyikapi masifnya tambang liar di sana. Praktik terorganisasi itu telah dilaporkan pihaknya sejak tiga tahun lalu. Baru kali ini mendapatkan respons tegas dan cepat. “Kami mengapresiasi langkah Polda (Jambi) dan tim gabungan untuk memberantas tambang liar di wilayah ini,” katanya.
Akan tetapi, ia berharap langkah aparat tidak berhenti sampai di situ. Pihaknya menanti penegakan hukum untuk menjerat dalang di balik tambang liar itu. “Karena jika pemodalnya tidak ditindak secara hukum, praktik yang sama akan berulang kembali,” lanjutnya. Terkait itu, menurut Siahaan, pihaknya telah melaporkan nama aktor utama dari aktivitas tambang minyak ilegal tersebut.
Pemotongan pipa distribusi hasil tambang minyak ilegal sepanjang delapan kilometer dimulai dari jalur pengeboran minyak hingga ujung pipa itu di bagian hilir. Setelah memotong pipa-pipa besi tersebut, aparat juga mengobrak-abrik areal tambang yang berada dalam konsesi hutan tanaman industri sengon yang dikelola PT AAS.
Proses penghancuran dan penutupan lokasi memakan waktu hingga empat hari lamanya dalam penjagaan ketat oleh aparat kepolisian.
Dari 300-an sumur, hingga Kamis lalu, sudah 62 sumur ditutup. Selain itu, 20 bak penampungan minyak, 18 wadah besar, 4 mesin rig, mesin-mesin pompa, tangki besi penampungan minyak, serta pipa-pipa kecil yang mengalirkan minyak dari bak penampungan ke pipa besi itu dihancurkan dengan menggunakan alat berat. Proses penghancuran dan penutupan lokasi memakan waktu hingga empat hari lamanya dalam penjagaan ketat oleh aparat kepolisian.
Sebagaimana diketahui, tambang minyak ilegal masif berlangsung di kawasan HTI itu sejak 2017. Dari pipa, minyak ilegal lalu ditampung ke dalam wadah-wadah besar di salah satu tepi jalan di Desa Kunangan Jaya II, Kabupaten Batanghari. Setiap truk yang datang langsung menyalurkan minyak dari wadah besar itu ke dalam tangki truk.
Akibat praktik ilegal tersebut, diperkirakan 200.000 liter per hari dicuri dari balik permukaan hutan itu. Hasil tambang ilegal itu lalu dibawa ke usaha-usaha penyulingan minyak tak berizin di Kabupaten Muaro Jambi dan Musi Banyuasin di Sumatera Selatan.
Hasil penyulingan minyak diolah menjadi bahan bakar minyak sejenis solar, minyak tanah, dan premium, yang dipasarkan oleh pedagang minyak eceran. Praktik ilegal lintas kabupaten dan lintas provinsi ini disebut-sebut berlangsung terorganisasi.
Tambang minyak ilegal di sana telah menimbulkan kerugian besar bagi negara, investasi, dan lingkungan hidup. Jika terhitung harga minyak 50 dollar AS per barrel, sedikitnya Rp 800 juta per hari meluap dari potensi pendapatan negara di sana. Itu belum ongkos yang harus dikeluarkan memulihkan lingkungan hidup yang tercemar akibat limbah minyak.
“Saat ini, ribuan tanaman mati karena terpapar genangan limbah minyak,” kata Firman Purba, Direktur PT AAS. Tambang minyak ilegal itu menyebar pada keluasan 1.000 hektar yang tanamannya sudah siap untuk dipanen.