Sengkarut Data Covid-19 Rentan Kaburkan Kenyataan dan Masa Depan
Sengkarut data masih saja terjadi saat Indonesia berjuang lepas dari pandemi. Pendataan yang tepat adalah kunci menangani Covid-19 kini dan masa yang akan datang.
Melewati 1,5 tahun pandemi Covid-19, Indonesia masih saja berkutat pada persoalan data pusat-daerah. Sengkarut data ini mendesak segera dibenahi dengan analisis epidemilogi. Hal ini rentan mengaburkan kondisi nyata, yang sedang atau kelak terjadi nanti.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali menyisakan tiga daerah berstatus level 4 pada pekan ini. Dua di antaranya di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Purwakarta. Satu lagi, Kabupaten Brebes di Jawa Tengah. Hal ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2021.
Status level PPKM itu mengejutkan di tengah klaim daerah-daerah yang mampu mengendalikan kasus. Peningkatan level terjadi di tengah penurunan kasus aktif dan keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 atau bed occupancy rate (BOR). Kabupaten Cirebon, misalnya, naik satu level dibandingkan dengan pekan lalu, sementara Purwakarta melompat dari sebelumnya level 2.
Kasus aktif di Cirebon sebesar 0,73 persen dan Purwakarta 0,85 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata Jabar (0,99 persen). Sementara tingkat BOR rumah sakit di Cirebon saat ini sebesar 8,02 persen dan Purwakarta 9,23 persen, lebih kecil dari rata-rata Jabar (9,38 persen).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menegaskan, peningkatan level PPKM di Cirebon dan Purwakarta bukan disebabkan kenaikan kasus Covid-19 atau faktor epidemiologi lainnya. Masalahnya pada input data lama yang baru disinkronkan.
Baca Juga: Data Pusat-Daerah Tidak Seragam, Cirebon Masuk Level 4
”Secara realitas, (Cirebon dan Purwakarta), bukan di PPKM level 4. Namun, karena data yang dibaca memang ada tambahan dari kasus lama, maka dihitung sebagai PPKM level 4. Ini sedang dikomunikasikan dengan pemerintah pusat,” ujarnya di Kota Bandung, Selasa (14/9/2021).
Emil, sapaan Ridwan Kamil, mencontohkan, pada 11-14 September, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19 di Purwakarta. Namun, karena masih memasukkan data lama, tingkat kematian di daerah itu tercatat 4,68 persen, lebih tinggi daripada rata-rata Jabar sebesar 2,07 persen.
Ketidakseragaman data pusat-daerah sudah berulang kali terjadi. Salah satu penyebab utamanya, kendala pada server pelaporan kasus. Imbasnya, terjadi keterlambatan pendataan. Padahal, ini rawan menyebabkan kekeliruan analisis epidemiologi.
Emil pun beberapa kali menyinggung perbedaan data tersebut. Pada 9 Agustus 2021, misalnya, ia menyebut laporan 50.000 kasus Covid-19 yang sudah sembuh. Namun, kasus itu masih diumumkan oleh pemerintah pusat sebagai kasus aktif.
Akan tetapi, masalah data bukan pada perbedaan pendataan pusat dan daerah saja. Akhir Juli lalu, LaporCovid-19 menyebutkan terdapat lebih dari 19.000 kasus kematian akibat Covid-19 se-Indonesia belum tercatat. Selain itu, LaporCovid-19 memaparkan selisih kasus kematian yang dilaporkan pusat dan daerah. Di Jabar saja, selisihnya mencapai 6.230 kasus. Jika tidak diselesaikan, kondisi ini rentan membuat penanganan Covid-19 berjalan tidak ideal.
Baca Juga: Data Pusat-Daerah Belum Sinkron
Terjebak data
Dengan status PPKM level 4, Kabupaten Cirebon dan Purwakarta terikat dengan ketentuan pembatasan aktivitas masyarakat yang ketat. Beberapa di antaranya menerapkan pembelajaran jarak jauh, kegiatan sektor nonesensial memberlakukan kerja dari rumah, dan pembatasan kapasitas sektor esensial.
Resepsi pernikahan hingga kegiatan seni budaya yang mengundang kerumunan dilarang digelar. Mal pun harus ditutup untuk mencegah penularan baru.
Akan tetapi, sejumlah aturan tersebut tak berjalan. Pada Rabu (15/9), misalnya, pembelajaran tatap muka masih berlangsung. ”Untuk sementara, masa pandemi, hanya 50 persen dari 220 siswa yang hadir. Selebihnya, lewat daring,” kata Suhemi, Kepala SDN 02 Cangkoak, Cirebon.
Suhemi mengaku belum tahu Kabupaten Cirebon masuk dalam level 4 PPKM. Ia justru sedang sibuk mencari ruang kelas bagi siswanya, setelah sebuah kelas ambruk sehari sebelumnya. Sebagian siswa terpaksa belajar di perpustakaan hingga emperan kelas.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Eni Suheni mengatakan, penetapan Cirebon sebagai daerah berlevel 4 tidak sesuai dengan fakta di lapangan. ”Pak Gubernur (Jabar Ridwan Kamil) menyampaikan, untuk kegiatan disamakan dengan sebelum Inmendagri itu. Jadi, level 4 tidak berpengaruh,” katanya.
Beberapa pekan sebelumnya, daerah di pantura Jabar itu menerapkan level 3 PPKM. Regulasi itu, antara lain, mengizinkan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah siswa.
Menurut Eni, Cirebon ”terjebak” dalam level 4 karena data kematian yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat. Penyebabnya, fasilitas kesehatan di Cirebon terlambat menginput data kematian ke aplikasi National All Record Kementerian Kesehatan.
”Kalau telat, kami tidak bisa meng-update karena tanggalnya sudah beda. Waktu itu lagi puncak Covid-19 sehingga teman-teman di rumah sakit fokus penanganan dan ada keterlambatan di administrasi,” ungkapnya. Akhirnya, terjadi penumpukan data hingga 538 kasus yang belum dilaporkan sejak beberapa bulan lalu.
Pembersihan atau cleansing data pun dilakukan mulai September. Hingga 6 September, dari 538 kasus kematian, masih ada 335 kasus belum terlaporkan. Untuk mempercepat pembenahan data, kasus kematian itu tuntas dilaporkan pada 7-8 September.
Kalau telat, kami tidak bisa meng-update karena tanggalnya sudah beda. Waktu itu lagi puncak Covid-19 sehingga teman-teman di rumah sakit fokus penanganan dan ada keterlambatan di administrasi.
Akibatnya, kasus kematian melonjak dan membuat Cirebon masuk level 4. Hingga kini, jumlah kematian akibat Covid-19 sejak tahun lalu mencapai 882 orang. Adapun jumlah yang positif sebanyak 98 orang dan 23.222 orang dinyatakan sembuh.
Eni memastikan, 335 kasus kematian sepekan terakhir merupakan gabungan jumlah kematian beberapa bulan lalu. Pihaknya mencatat, sepekan terakhir terdapat 4 kasus kematian. Tingkat keterisian ruangan isolasi Covid-19 di Cirebon juga di bawah 10 persen.
”Jadi, riil kondisi saat ini, kita ada di level 1,” katanya.
Masalah ini jelas butuh solusi. Alasannya, sengkarut data ini rentan memburamkan banyak fakta lain yang menjadi indikator penetapan PPKM. Selain jumlah kasus positif, kematian, dan okupansi rumah sakit, ada juga cakupan vaksinasi Covid-19. Daerah yang ingin turun dari level 3 ke 2, misalnya, capaian vaksinasi dosis 1 minimal 50 persen dan vaksinasi dosis 1 untuk warga lanjut usia minimal 40 persen.
Di Cirebon, jumlah itu belum tercapai. Cakupan vaksinasi dosis pertama baru 325.059 atau 18,2 persen dari target 1,7 juta warga. Adapun vaksinasi dosis pertama bagi warga lansia baru 14.548 atau 9,4 persen dari target 154.777 orang.
”Tim vaksinasi kami sudah siap, tapi terbatas pasokan. Seharusnya kami menyuntikkan 30.000 dosis per minggu. Namun, pasokan yang datang rata-rata 10.000 vaksin per minggu,” katanya. Itu sebabnya, lanjutnya, Cirebon kini seharusnya berada di level 3 dan sulit turun ke level 2.
Potensi penularan
Di tengah ambisi Pemkab Cirebon meraih level PPKM terendah, potensi penularan virus korona baru yang tak kasatmata masih mengintai. Apalagi, banyak kegiatan yang berpeluang menimbulkan kerumunan.
Agenda terdekat adalah seleksi calon aparatur sipil negara yang digelar di Universitas Muhammadiyah Cirebon pada 14 September-10 Oktober. Jumlah pesertanya sekitar 15.000 orang. Mereka berasal dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Jumlah ini belum termasuk pengantar peserta tes.
Selanjutnya, ada pemilihan kuwu (kepala desa) di 135 desa pada 21 November mendatang. Adapun jumlah pemilih diperkirakan 500.000 orang. Kedua kegiatan ini bisa memicu kerumunan.
”Kita tetap harus waspada karena Covid-19 ini bisa menyerang saat kita lengah. Kalau kita lupa protokol kesehatan, kasus bisa naik lagi,” kata Bupati Cirebon Imron Rosyadi.
Baca Juga: Sudah 7 Bulan, Data Covid-19 Jateng dan Pusat Belum Sinkron
Kawasan wisata di Jabar juga berpotensi menjadi lokasi penyebaran Covid-19 yang dapat memicu lonjakan kasus. Saat mengumumkan perkembangan PPKM, Senin (13/9), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyinggung kepadatan pengunjung di kawasan wisata Kabupaten Pangandaran.
Luhut menyebutkan, sistem nomor ganjil genap kendaraan akan diterapkan di tempat wisata untuk mengurangi keramaian pengunjung. ”Jangan seperti yang terjadi di Pangandaran pada minggu lalu. Di mana jumlah pengunjung luar biasa banyaknya,” ujarnya.
Di tengah upaya mengejar target vaksinasi untuk membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok pada akhir 2021, benang kusut pendataan masih membelit penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan, data yang akurat juga menjadi kunci untuk meredam gelombang pandemi agar tidak kembali tinggi.
Baca Juga: 20 Tempat Wisata Gelar Uji Coba Pembukaan Kembali Sepekan Ini