Hampir 1,5 Tahun Pandemi, Data Pusat-Daerah Belum Sinkron
Perbedaan data Covid-19 di pusat dan daerah masih terjadi meskipun pandemi sudah berlangsung 1,5 tahun. Hal ini mendesak untuk diselesaikan agar analisis kondisi epidemiologi menjadi lebih akurat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hampir 1,5 tahun pandemi Covid-19 di Indonesia, pendataan kasus di pemerintah pusat dan daerah masih belum sinkron. Kesesuaian data sangat dibutuhkan agar analisis kondisi epidemiologi menjadi lebih akurat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan, perbedaan data itu setidaknya terdapat pada penambahan kasus harian dan jumlah kasus aktif. Penyebabnya di antaranya kendala pada server pelaporan kasus dan kesembuhan pasien Covid-19 yang tidak terlaporkan.
”Ada potensi 50.000 kasus (pasien sembuh), tetapi masih diumumkan (kasus aktif). Kami akan coba sinkronkan,” ujarnya di Bandung, Senin (9/8/2021).
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), hingga Senin pukul 15.30, total kasus Covid-19 di Jabar mencapai 636.982 kasus. Sejumlah 537.305 orang sembuh, 89.300 orang dirawat atau diisolasi (kasus aktif), dan 10.377 orang meninggal.
Tidak sinkronnya data itu sempat menuai polemik saat Satgas Penanganan Covid-19 pusat menyatakan Kota Depok sebagai penyumbang kasus aktif tertinggi di Indonesia dengan 27.000 kasus, Kamis (6/8). Namun, pernyataan itu dibantah oleh Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok yang menyebutkan kasus aktif saat itu tersisa 9.500 kasus.
”Gap data ini kami duga pasien Covid-19 yang sudah sembuh, tetapi belum terlaporkan,” ujar Emil, sapaan Ridwan Kamil.
Emil menuturkan, pihaknya juga masih menemukan perbedaan data penambahan kasus harian Covid-19. Menurut dia, sering kali jumlah kasus yang diumumkan bercampur dengan kasus lama sehingga jumlahnya lebih banyak dari kondisi riil.
Pernah saya tanya problemnya ke petugas input data. Ternyata saat memasukkan data ke server pusat mental. Kemudian data dimasukkan keesokan harinya sehingga bercampur dengan kasus baru.
“Pernah saya tanya problemnya ke petugas input data. Ternyata saat memasukkan data ke server pusat mental. Kemudian data dimasukkan keesokan harinya sehingga bercampur dengan kasus baru,” ucapnya.
Akan tetapi, kendala pelaporan data itu juga membuka kemungkinan jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 lebih tinggi daripada data yang dilaporkan. Sebab, banyak pasien Covid-19 menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah, bukan di rumah sakit.
Menurut LaporCovid-19, kasus kematian saat isoman terus bertambah di Jabar. Hingga Senin, ada 446 kasus kematian dilaporkan komunitas dan 261 kasus kematian yang didapatkan LaporCovid-19. Jumlah itu bisa lebih besar karena diduga masih ada kasus belum dilaporkan.
Emil pun tak membantah kemungkinan ada pasien isoman yang meninggal, tetapi belum terdata. ”Namun, ini bukan disengaja. Sebab, selama ini kasus kematian dilaporkan oleh rumah sakit yang merawat pasien Covid-19,” ujarnya.
Tidak euforia
Penambahan kasus harian dan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) rumah sakit rujukan Covid-19 di Jabar menurun dalam dua pekan terakhir. Penurunan ini diprediksi membuat pemerintah akan mengambil kebijakan relaksasi sejumlah aktivitas masyarakat.
BOR di Jabar yang sempat di atas 90 persen pada akhir Juni dan awal Juli turun menjadi 41,29 persen, Minggu (8/8). Penambahan kasus harian juga menurun menjadi sekitar 3.000 kasus per hari dari rata-rata 8.000 kasus per hari pada akhir Juli lalu.
Penurunan sejumlah indikator di tengah penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diharapkan tidak membuat masyarakat terlena dan mengendurkan protokol kesehatan. ”Jangan euforia. Mesti diantisipasi jika nanti ada serangan lagi (kenaikan kasus). Tetap pakai masker, rajin cuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas,” ujarnya.
Vaksinasi Covid-19 pun akan digencarkan untuk mengejar target rampung pada Desember 2021. Kolaborasi dengan berbagai pihak dilakukan untuk memperluas cakupan penyuntikan vaksin.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Jabar Dewi Sartika mengatakan, jika hanya mengandalkan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) ataupun puskesmas, akan sulit mengejar kekebalan komunal (herd immunity) pada akhir tahun ini. ”Fasyankes hanya bisa melaksanakan 60 persen dari target vaksinasi,” ujarnya.
Tujuh bulan berjalan, pencapaian vaksinasi Covid-19 di Jabar masih jauh dari target. Dari total 37,9 juta sasaran, hingga Senin (9/8), baru 6,68 juta orang atau sekitar 17,6 persen yang menerima vaksin dosis pertama dan 3,27 juta orang atau 8,6 persen mendapatkan vaksin dosis kedua.