Kapal Karam di Perairan Pulau Moyo, Semua Awak Selamat
Kapal nelayan yang membawa tujuh awak mengalami kecelakaan di perairan Pulau Moyo, Sumbawa, NTB. Semua awak berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
SUMBAWA, KOMPAS — Gelombang tinggi di perairan Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menyebabkan terjadinya kecelakaan kapal nelayan bernama Katamarasa. Meski kapal tersebut pecah dan karam, semua awak berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Mataram Nanang Sigit di Mataram, Jumat (17/9/2021), mengatakan, berdasarkan laporan yang mereka terima, kecelakaan terjadi pada Kamis (16/9/2021) sekitar pukul 16.00 Wita.
Kecelakaan terjadi di sekitar perairan Desa Stema, Pulau Moyo. Laporan awal, jumlah penumpang kapal yang diketahui bekerja sebagai nelayan tersebut sebanyak tiga orang. Akan tetapi, dalam perkembangannya, jumlahnya menjadi tujuh orang.
Kapal tersebut diketahui berangkat dari Desa Limung, Sumbawa Besar, menuju perairan Pulau Moyo pada Rabu (15/9/2021). Keesokan harinya, saat para nelayan itu hendak pulang, kapal terempas gelombang tinggi.
Akibatnya, perahu pecah, kemudian tenggelam. Beruntung, lokasi kejadian berada dekat dengan Pantai Oilancong sehingga para nelayan berlindung ke sana untuk menunggu bantuan.
Nanang menambahkan, begitu mendapat informasi, tim gabungan yang terdiri dari personel Pos SAR Sumbawa, Pos Angkatan Laut Badas, Polisi Air Badas, Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan Badas, dan warga langsung menuju lokasi kejadian.
”Tetapi, setelah satu jam berlayar, tim SAR terkendala angin kencang dan gelombang tinggi di sekitar perairan Moyo. Tim kembali ke Pos SAR Sumbawa dan melanjutkan evakuasi pada Jumat pagi,” katanya.
Dikatakan, pada Jumat pagi, dengan menggunakan kapal jenis rigid inflatable boat (RIB) 08, tim kembali menuju lokasi tujuh nelayan dilaporkan mengalami kecelakaan, yakni Pantai Oilancong.
”Saat ditemukan, kondisi tujuh nelayan dalam keadaan sehat. Setelah itu, tim SAR membawa mereka pulang ke desa asal, yakni Limung, Kecamatan Moyo Hilir,” kata Nanang.
Nanang menyebutkan, tujuh nelayan itu adalah Burhantajudin (56), Yayan (53), Hor (45), Imaran (53), Muhlis (39), Liong (40), dan Mustar (50).
Berulang
Kejadian pada kapal Katamarasa menambah panjang daftar kecelakaan kapal di perairan NTB dan sekitarnya dalam dua tahun terakhir. Catatan Kompas, kecelakaan laut banyak terjadi pada 2020 lalu.
Pada November 2020, KM Kerinci Indah yang membawa 11 penumpang hilang di perairan Lombok Tengah. Pada bulan yang sama, tiga nelayan Dompu dilaporkan hilang di kawasan perairan Pulau Sangeang, Kabupaten Bima.
Selain itu, pada awal September 2020, Sofian Hadi (37), nelayan asal Kampung Baru Selatan, Tanjung Luar, Lombok Timur, hilang di perairan Sumbawa Barat. Kecelakaan laut juga menimpa pemancing asal Lombok Utara yang hilang di Pantai Jubrik, Kecamatan Bayan, dan nelayan asal Ampenan, Kota Mataram, yang hilang di Selat Bali.
Termasuk memperhatikan cuaca. Jika kondisi buruk, sebaiknya menunda keberangkatan.
Sebelumnya, awal Februari 2020, Amaq Mawar (50), asal Lombok Tengah, hilang seusai memeriksa kerambanya di Laut Awang, Mertak, Kecamatan Pujut. Kemudian, pertengahan Februari, lima nelayan asal Pulau Sanane, Sulawesi Selatan, juga dilaporkan hilang setelah lima hari berlayar ke Kabupaten Bima untuk menjual hasil laut.
Pada Juli 2020, tercatat ada dua kejadian, yakni Ridwan Hafiz (17), seorang pelajar, hilang di perairan Sekotong, Lombok Barat. Pada hari yang sama, Jayadi (25), nelayan asal Lombok Timur, hilang di perairan Sumbawa.
Selain itu, pada 2020, kapal tugboat Immanuel Wahana Gemilang Samudera Raya 3 dilaporkan terbakar dan hilang kontak di perairan Pulau Sangeang, Bima.
Melihat masih banyaknya kecelakaan di laut, I Gusti Lanang Wiswananda dari Bagian Humas Kantor SAR Mataram mengimbau masyarakat dan pengguna transportasi laut agar selalu waspada.
Menurut Gusti, pengguna kapal perlu melengkapi kapal dengan alat pemancar sinyal marabahaya, radio komunikasi, alat navigasi, dan alat-alat keselamatan pelayaran. ”Termasuk memperhatikan cuaca. Jika kondisi buruk, sebaiknya menunda keberangkatan,” kata Gusti.
Hal serupa juga disampaikan Nur Siti Zulaichah selaku prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid. Menurut Siti, masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir di mana ada peluang terjadi gelombang tinggi agar tetap waspada.
Berdasarkan data mereka, hingga Sabtu (18/9/2021), masyarakat harus mewaspadai gelombang tinggi yang mencapai 2 meter atau lebih di Selat Lombok bagian selatan, Selat Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan NTB, dan Selat Sape bagian selatan.