Kala Dongeng Menembus Panggung Virtual
Selama pandemi Covid-19, sejumlah guru kreatif bersiasat. Mereka memproduksi konten dongeng sebagai materi pembelajaran. Beragam cerita seru dan pesan kehidupan kini mengalir lewat ruang-ruang virtual.
Di tengah pandemi, praktik mendongeng turut beradaptasi. Berbagai cerita seru dan pesan kehidupan kini mengalir lewat ruang-ruang virtual. Membayar kerinduan anak pada kisah dan petualangan.
Kamis (9/9/2021) pagi, anak-anak telah berkumpul dalam ruang Zoom. Guru mereka, Wiji Lestari dan bonekanya yang bernama Ara, membawakan kisah baru. Kali ini tentang bunga-bunga yang cemburu kepada melati karena wanginya dikagumi putri kerajaan.
Mengetahui dirinya tidak disukai, melati tak lantas marah. Ia tetap tersenyum. Sewaktu tersenyum itulah wangi menebar ke penjuru taman. Mengundang kumbang-kumbang berdatangan untuk mengisap nektar dan serbuk sari. Kedatangan kumbang disambut sukacita para tanaman. Mereka pun meminta maaf dan berterima kasih kepada melati karena telah mendatangkan kumbang.
Kisah berjudul ”Melati yang Baik Hati” itu diakhiri dengan satu pertanyaan: pesan apa yang ingin disampaikan dari cerita? Anak-anak Sekolah Dasar Negeri 3 Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, itu pun langsung menyambutnya dengan beragam jawaban. Ruang Zoom pun sesaat menjadi riuh. Sang guru tertawa.
Yang diperlukan konsisten dan komitmen dalam menggunakan media sehingga pembelajaran akan tetap bermakna.
Anak-anak lalu diminta bergantian bicara. Ada yang menjawab cerita itu berpesan agar kita berani mengakui kesalahan. Ada juga yang menjaga agar tidak sombong, berani minta maaf, hingga menjadi baik hati.
Dongeng singkat dalam kelas virtual dilakukan Wiji bersama boneka Ara demi membayar kerinduan siswa. Anak-anak biasanya spontan menagih sang guru jika absen mendongeng. Pembelajaran lewat dongeng dianggap menyenangkan sebab materi pelajaran diselipkan dalam berbagai kisah.
Memang pembelajaran virtual di sekolah itu kerap terhadang sinyal internet yang meredup. Kondisi sekolah berada di sekitar pesisir timur Jambi. Begitu pula dengan tempat tinggal sebagian siswa berlokasi lebih pelosok sehingga sebagian dari mereka perlu mampir ke warung internet untuk dapat bergabung di kelas.
Mengingat kondisi internet yang kurang memadai, Wiji pun bersiasat. Ruang Zoom hanya dibuka sesekali. Selebihnya, ia memproduksi sendiri konten dongengnya. Hasil tayangan disebarluaskan kepada anak-anak. ”Sehingga mereka bisa lebih fleksibel membuka materi videonya kapan saja,” ujarnya.
Baca juga : Mendongeng Bukan Sekadar Tradisi
Belakangan, Wiji mendapatkan sejumlah pelatihan mengembangkan media pembelajaran dari Tanoto Foundation. Dari situlah ia kian mumpuni mengolah pengeditan video lebih praktis, memperkecil ukuran video, dab menyajikan kuis-kuis seru dan lembar kerja siswa yang berbasis virtual.
”Adaptasinya jadi seru karena dipermudah oleh teknologi,” ucapnya.
Hal serupa dilakukan Rahayu Prasinta, guru SD Negeri 28 Kota Jambi. Hobinya yang getol mengajar lewat dongeng bahkan telah menular ke siswa-siswanya. ”Anak-anak jadi suka mendongeng juga,” ujarnya.
Ketika kelas bergeser ke ruang virtual, ia pun berinisiatif agar dongeng tak redup. ”Biasanya anak-anak paling senang diberikan cerita. Suasana tambah hidup ketika mereka tertawa dan berkomentar lucu,” ujarnya.
Selama setahun pembelajaran di tengah pandemi, ia memang tak lagi mendapatkan komentar langsung sebagaimana saat mendongeng tatap muka. Dongengnya kini dituturkan lewat konten virtual. Disebarkan langsung ke grup kelas. Sebagian di-posting di Youtube, Facebook, dan Instagram.
Baca juga : Perajin Boneka Tangan Surabaya di Tengah Pandemi
Meskipun situasi tak lagi sama, dongeng tetap ditunggu-tunggu. Sinta yang juga bergabung di Kampung Dongeng membuat beragam figur pada wayang kertas hingga boneka tangan. Kesukaannya itu lalu menulari siswanya.
Anak-anak kerap membuat wayang kertas dengan figur ciptaan masing-masing. Lalu, mereka saling berbagi cerita. Karena melihat geliat yang besar pada siswanya, karya dongeng mereka kerap ia tayangkan di media sosial.
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Jambi, Yantoro, mengatakan, jalan untuk menuju guru adaptif dengan kondisi pandemi memang tidak mudah. Namun, akan selalu ada cara untuk beradaptasi. Tanpa disadari, guru telah berkontribusi mencegah hilangnya kesempatan belajar bagi siswa (learning loss).
”Yang diperlukan konsisten dan komitmen dalam menggunakan media sehingga pembelajaran akan tetap bermakna,” ujarnya.
Kamis lalu, anak-anak untuk pertama kali kembali datang ke sekolah. Bukan untuk belajar mengajar, melainkan mengikuti imunisasi campak dan rubela (MR). Kesempatan bertatap muka dengan siswanya langsung dimanfaatkan. Kelas didekorasi semarak dengan balon dan pernak-pernik ulang tahun. Kegiatan imunisasi dimodifikasi bertemakan pesta ulang tahun.
Saat para siswa datang, mereka memakai mahkota kertas. Sinta dan rekannya dari Kampung Dongeng lalu mulai mendongeng. Selepas dongeng, mereka beryanyi bersama. Hingga tim medis dari Puskesmas Pakuan Baru tiba, suasana gembira masih melingkupi ruang kelas. Alhasil, hampir semua siswa lolos menjalani imunisasi tanpa jerit tangis.