Mendongeng Bukan Sekadar Tradisi
Bercerita telah dilakukan sejak manusia masih mengenal gambar visual, lisan, lalu simbol hingga saat ini. Mendongeng dilakukan berbagai suku bangsa di dunia secara turun-temurun.
Bercerita telah dilakukan sejak manusia masih mengenal gambar visual, lisan, lalu simbol hingga saat ini. Mendongeng dilakukan berbagai suku bangsa di dunia secara turun-temurun. Kini, mendongeng kian bermanfaat bagi anak-anak dan warga lansia.
Mendongeng merupakan seni menggunakan bahasa, vokal, gerak tubuh dalam menuturkan dongeng atau cerita kejadian di masa lampau. Mendongeng merupakan keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif.
Dongeng sendiri merupakan karya sastra lisan yang sudah ada berabad-abad lalu dan biasanya disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dongeng biasanya menceritakan suatu cerita fiksi atau khayalan yang tidak benar-benar terjadi.
Demi melestarikan tradisi mendongeng, Hari Dongeng Internasional bahkan dirayakan setiap 20 Maret. Hari Dongeng berawal dari Hari Nasional Mendongeng di Swedia yang dimulai tahun 1991-1992, dikenal dengan ”Alla Beratteres Dag” (All Storytellers Day).
Setelah itu, para pendongeng di Perth, Australia, mengadakan peringatan serupa dengan nama ”Celebration of Story” pada 20 Maret 1997, yang juga dikenal sebagai ”International Day of Oral Narrators”. Pada waktu bersamaan, di Meksiko dan beberapa negara di Amerika Selatan memperingati tanggal 20 Maret 1997 sebagai Hari Dongeng Nasional.
Tradisi mendongeng telah dilakukan turun-temurun di berbagai suku bangsa dunia. Choctaw, salah satu suku asli di Amerika, memiliki tradisi bercerita lisan dari generasi ke generasi. Tradisi ini untuk melestarikan sejarah suku dan mendidik kaum muda.
Tradisi lisan Choctaw, misalnya, mencakup dua kisah, yakni berkaitan dengan migrasi dari barat dan yang berkaitan dengan penciptaan. Dongeng tradisional Choctaw banyak menggunakan karakter hewan.
Sementara, pada masyarakat Hawaii, mendongeng telah melekat dalam tradisi. Pendongeng asli Hawaii mengetahui sejarah dan silsilah sehingga menjadi salah satu anggota masyarakat yang dihormati.
Aktivitas mendongeng di masyarakat Hawaii tidak terbatas pada kata-kata, tetapi juga mencakup mele (lagu), oli (nyanyian), dan hula (tarian). Kisah dongeng dalam masyarakat Hawaii selain menghibur juga mengajari generasi selanjutnya tentang perilaku, nilai, dan tradisi.
Tradisi mendongeng juga kuat di suku-suku di Afrika. Di banyak bagian Afrika, setelah makan malam, masyarakat desa berkumpul di sekitar api unggun untuk mendengarkan pendongeng. Seperti di budaya lain, peran pendongeng adalah menghibur dan mendidik.
Aktivitas mendongeng hanya boleh dilakukan oleh griot. Griot merupakan sebutan bagi ahli sejarah, pendongeng, pembaca puisi, dan pemusik. Griot bertugas untuk melestarikan sejarah dan silsilah masyarakat. Pada akhirnya griot juga meliputi fungsi pendongeng, ahli silsilah, sejarawan, duta besar, dan banyak lagi.
Sementara itu, seni dongeng sebagai tradisi penuturan di Indonesia juga sudah tumbuh berabad-abad sebelumnya. Hidup para pendongeng dijamin raja dan mendapat gelar kehormatan dari raja.
Saat raja berduka, pendongeng diundang untuk menghibur raja. Di luar istana, nenek moyang bangsa Indonesia juga menceritakan pengalaman hidupnya yang kemudian diteruskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Perkembangan
Tradisi mendongeng pada masa lampau diawali dengan cerita dalam bentuk gambar visual. Cerita pada masa awal hadir dalam bentuk visual di dinding goa. Bukti awal dari cerita yang ditampikan secara visual di dinding goa ada di Lascaux dan Chavaux, Perancis. Gambar-gambar di dinding goa berasal dari 30.000 tahun yang lampau di mana menggambarkan hewan, manusia, dan obyek lainnya.
Bentuk lain dari gambar yang digunakan untuk mengomunikasikan cerita adalah penggunaan hieroglif di Mesir kuno. Bentuk tulisan ini memanfaatkan karakter piktografik sebagai simbol dan bunyi. Bahasa hieroglif berasal dari sekitar 5.000 tahun dan diakui sebagai salah satu sistem penulisan paling awal di dunia.
Tradisi lisan selanjutnya hadir menggunakan lagu, nyanyian, dan puisi epik untuk menceritakan kisah-kisah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Seperti mitos yang diturunkan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi.
Kisah-kisah turun-temurun akhirnya ditulis dengan adanya bukti simbol tertulis yang berasal dari sekitar 9.000 tahun yang lampau. Seiring waktu, penulisan simbol-simbol berkembang menjadi naskah. Cerita tertulis pertama ditranskripsikan secara manual, baik di atas kertas, batu, maupun tanah liat.
Transisi dari budaya lisan ke tulisan tumpang tindih, tetapi sebagian besar dicatat di Yunani kuno, di mana prasasti paling awal bertanggal dari 770 hingga 750 SM (sebelum Masehi).
Para ahli berpendapat bahwa The Iliad oleh Homer adalah karya tertua yang masih ada dalam bahasa Yunani yang berasal dari tradisi lisan, menurut History of Information. Era ini sudah menggunakan lakon untuk bercerita.
Selama 600 tahun sebelum Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak, para biksu China sudah menciptakan mekanisme pencetakan blok yang mengatur tinta ke kertas menggunakan balok kayu.
Kemudian, Gutenberg berhasil membuat mesin cetak pada abad ke-15. Percetakan membantu meningkatkan melek huruf di kalangan orang awam karena dapat melakukan pencetakan secara massal.
Penggunaan teknologi kemudian membentuk cara manusia berinteraksi dengan orang lain dan cara bercerita. Mulai tahun 1800, teknologi telah berkontribusi pada penciptaan fotografi, film, telepon, radio, televisi. Perkembangan teknologi kemudian menghadirkan media digital, media seluler, dan media sosial.
Platform media sosial yang kian beragam, seperti Twitter, Facebook, dan Instagram, Zoom, Google Meet, dan YouTube, semakin populer di abad ke-21. Semua platform ini memungkinkan pengguna untuk mengekspresikan pemikiran mereka secara publik dengan semua orang di internet atau untuk memilih dengan siapa mereka akan berbagi informasi lewat tulisan, suara, foto, dan video. Aktivitas mendongeng pun kian beradaptasi dan memanfaatkan beragam media digital tersebut.
Manfaat dongeng
Berawal dari tradisi, aktivitas mendongeng kian tidak terbatas oleh ruang dan waktu serta kian adaptif dalam penerapannya. Namun, manfaatnya terbukti kian dibutuhkan baik anak-anak hingga warga lansia. Manfaat tidak saja didapatkan oleh penikmat dongeng, tetapi juga oleh pendongeng.
Setiap dongeng selalu memiliki pesan moral sehingga sangat cocok dijadikan salah satu media dalam menyampaikan materi pembelajaran serta sarana untuk mendidik karakter anak. Aktivitas mendongeng berkembang menjadi salah satu kompetensi yang perlu dikuasai di era digital.
Lewat mendongeng, kemampuan komunikasi di depan orang banyak ikut dilatih. Selain itu, anak juga belajar menjadi untuk kreatif dalam memilih tema, menjawab pertanyaan dari guru dan teman seputar cerita yang dibawakan secara kritis, hingga didorong untuk menjadi pendengar yang baik saat bergantian bercerita.
Belakangan mendongeng juga menjadi terapi bagi warga lansia terlebih yang mengalami depresi. Penelitian Ni Made Gita Anindita Nirmala Putri, Putu Ayu Sani Utami, dan AA Ngurah TarumaWijaya dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, terhadap warga lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya yang mengalami depresi ringan dan sedang menunjukkan bahwa terapi mendongeng layak diterapkan pada lansia.
Terapi mendongeng terbukti memiliki efek menstimulasi emosi dan perasaan positif sehingga menurunkan tingkat depresi secara signifikan. Metode penyampaian sebuah cerita dongeng dilakukan melalui media buku cerita, video, gambar, atau alat peraga dengan teknik yang interaktif.
Sedemikian berkembangnya manfaat aktivitas mendongeng kian mendorong berbagai komunitas dongeng di Indonesia terus bergerak dengan fokusnya masing-masing dengan beradaptasi dengan kehadiran teknologi digital. Seperti Rumah Dongeng Pelangi yang masih kerap mendongeng sambil mengadakan kegiatan sosial.
Kegiatan mendongeng belakangan banyak dilakukan secara virtual demi beradaptasi dengan pandemi Covid-19. Ada pula Rumah Dongeng Mentari yang masih rutin mendongeng secara virtual dan memberikan kelas mendongeng.
Selain itu, ada komunitas dongeng lainnya yang masih terus bergerak untuk mendongeng, seperti Komunitas Dongeng Dakocan, Ayo Dongeng Indonesia, dan Kampung Dongeng. Tak pelak, mendongeng tak sekadar meneruskan sebuah tradisi, tetapi mendongeng juga memberikan konstribusi bagi terbentuknya peradaban masa depan. (LITBANG KOMPAS)