Perkuliahan Saat Pandemi Tak Mudah, tetapi Harus Dihadapi
Pembelajaran campuran tidak semata daruing dan luring, tetapi perpaduan antara teknologi dan manusia. Pandemi mengajarkan banyak hal, termasuk cara mengonsumsi informasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) mencatat materi yang diajarkan dosen dalam perkuliahan tatap muka perdana di Fakultas Hukum UNS, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (6/9/2021).
SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah pusat mengizinkan perguruan tinggi di daerah level 1-3 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM untuk menggelar perkuliahan tatap muka terbatas. Dengan segala tantangannya, perkuliahan di era pandemi harus dihadapi.
Realita terkini itu ditegaskan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada sambutan kunci Bincang Kompas bersama Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah, bertema "Kuliah Daring: Dari Hambatan Jadi Peluang, Rabu (8/9/2021). Acara tersebut dilangsungkan virtual.
Hadir dalam acara itu Rektor UKSW Neil Semuel Rupidara, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, pemerhati dan praktisi pendidikan dari Vox Populi Institute Indra Charismiadji, digital content creator Cindy Gulla, dan Kepala Lembaga Layanan Kemahasiswaan UKSW Giner Maslebu. Acara dimoderatori Kepala Biro Jateng-DIY Harian Kompas Gregorius Magnus Finesso.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Salah satu mahasiswi IAIN Salatiga mengikuti perkuliahan daring menggunakan aplikasi Zoom melalui gawai yang terhubung jaringan internet nirkabel di Balai Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (1/4/2021).
Menurut Nadiem, hampir semua orang, termasuk mahasiswa tak membayangkan akan menghadapi situasi pandemi seperti saat ini. "Tak mudah dijalani, tetapi bukan tak mungkin. Teknologi telah membuktikan perkuliahan tetap berlangsung tanpa tatap muka. Namun, pada dasarnya kita masih butuh interaksi langsung," ujar Nadiem.
Ia menambahkan, diskusi dengan teman dan dosen, hingga penelitian akan lebih hidup jika dengan tatap muka. Ia pun meminta bersabar, terutama pada para sivitas akademika di daerah level 4 PPKM, karena perkuliahan masih harus sepenuhnya daring. Adapun pada PPKM level 1-3, perkuliahan diperbolehkan terbatas.
Nadiem juga meminta mahasiswa memanfaatkan berbagai macam program kampus merdeka, mulai dari program magang bersertifikat hingga Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik yang berhubungan dengan Covid-19. "Saya harap teman-teman akan memanfaatkan 3 dari 8 semester di perkuliahan untuk belajar di luar prodi dan luar kampus," ucapnya.
TANGKAPAN LAYAR ZOOM
Bincang Kompas bersama Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, "Kuliah Daring: Dari Hambatan Jadi Peluang, Rabu (8/9/2021). Tampak dalam layar antara antara lain Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra (tengah bawah), Rektor UKSW Neil Semuel Rupidara, tiga pembicara, dan moderator.
Pembelajaran campuran
Sementara itu, menurut Indra, saat ini sebenarnya tidak perlu lagi membandingkan mana metode yang lebih baik antara pembelajaran berbasis teknologi dan berbasis tradisional. Sejak awal 2000-an hal itu sudah banyak dibicarakan. Yang paling pas adalah blended learning atau pembelajaran campuran. Namun, ada kekeliruan dalam memaknai itu.
Selama ini, blended learning lebih banyak dipahami sebagai pembelajaran yang memadukan daring dan luring, padahal sebenarnya ialah perpaduan teknologi dan manusia. "Dosen ceramah panjang lebar secara daring, bukan seperti itu. Semestinya, misal mahasiswa belajar pada konten di HP tanpa internet atau dari komputer di perpustakaan. Setelah itu bertemu dan diskusi dengan dosen. Itu sudah blended," kata Indra.
Menurutnya, pandangan bahwa semakin lama tak ada pembelajaran tatap muka akan memberi dampak negatif tidaklah salah. Namun, pendapat seperti itu baginya fixed mindset. Sementara yang diperlukan ialah growth mindset. Bila pemerintah mendorong fixed mindset, akhirnya semua orang akan berpandangan bahwa belajar daring itu negatif.
Kompas/Yuniadhi Agung
Suasana di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Giner menyebutkan, bagaimanapun, di tengah Covid-19 ini pelayanan dan proses belajar mengajar, termasuk di UKSW, harus tetap berjalan. Dengan demikian, transfer ilmu pengetahuan terus terjadi. Pada awal semester ini, perkuliahan masih dilakukan secara daring. Namun, perlahan-lahan pola pikir akan berubah, dengan satu kata kunci, kreativitas.
Menurutnya, pandemi Covid-19 perlu dipandang bukan sebagai masalah, tetapi peluang untuk mengembangkan potensi-potensi diri. "Kreativitas itu yang mendorong kita terus bersemangat. Kreativitas itu yang nantinya menjadi ukiran prestasi dari setiap pribadi mahasiswa, maupun implikasinya pada UKSW sebagai lembaga," katanya.
Respons kreatif
Neil menuturkan, selama 19 bulan, masyarakat termasuk pendidikan tinggi, terdisrupsi pandemi Covid-19. Respons yang diberikan pun berbeda-beda. Namun, perlu diakui secara jujur bahwa ada semacam penderitaan dalam menggelindingkan roda pendidikan tinggi, baik nasional maupun individual di komunitas-komunitaas di kampus.
Menurutnya, rata-rata kampus memiliki persoalan dalam bertransisi ke sepenuhnya daring sejak pertengahan Maret 2020. "Bahkan, di negara-negara maju sekalipun, banyak caatatan besar. Dalam sejarah peradaban, penting sejauh mana kita bisa respons persoalan dan menanganinya. Perlu rumuskan respons kreatif yang tepat," lanjutnya.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengunjungi mobil kopi saat memberikan kuliah umum di Politeknik Pembangunan Pertanian Medan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (22/3/2021).
Neil juga masih melihat problem ketidakadilan dalam mengakses pembelajaran secara digital. Di Jawa, akses kemungkinan memadai. Namun, hal berbeda dirasakan di daerah-daerah luar Jawa.
Dalam sambutannya, Sutta mengatakan, dalam sejarah panjang umat manusia maupun satwa, mereka yang bisa berkolaborasi dan berimprovisasi ialah yang paling efektif untuk lolos dalam seleksi alam. Perguruan tinggi menjadi ruang tepat untuk mendapat ilmu, tetapi itu saja tak cukup. Ke depan, pengetahuan dan informasi yang luas akan sangat diperlukan.
Akses informasi yang benar amatlah penting, terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19. "Hati-hati dalam mengonsumsi informasi. Sebab, saat ini kita ibarat berada di labirin informasi. Yang cepat bukan sampai pada tujuan, tetapi membuat tersesat. Info yang salah bukan saja menyesatkan, tapi membinasakan," katanya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pengunjung yang didominasi oleh mahasiswa mencari buku referensi tugas kuliahnya di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Senin (17/2/2021) yang juga bertepatan dengan Hari Buku Nasional (Harbuknas).