Ikan Belida Dilarang Ditangkap, Pengusaha Pempek Siap Ganti Bahan Baku
Penerapan Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2021 tentang jenis ikan yang dilindungi, kian diperketat. Ikan belida pun berstatus perlindungan penuh. Pengusaha pempek berupaya mencari bahan pengganti.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang jenis ikan yang dilindungi kian diperketat. Beberapa jenis ikan yang berstatus perlindungan penuh, termasuk ikan belida, tidak boleh lagi ditangkap, apalagi dikonsumsi. Keputusan ini membuat pengusaha kuliner pempek di Palembang, Sumatera Selatan, harus bersiap mengganti bahan baku.
Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang Maputra Prasetyo, Kamis (2/9/2021), menuturkan, keputusan menteri (kepmen) itu sebenarnya sudah diterbitkan sejak 4 Januari 2021, tetapi memang masih dalam tahap sosialisasi. ”Jika ada surat edaran lebih lanjut dari pimpinan, baru akan kami lakukan penindakan di lapangan,” ujarnya.
Namun, di beberapa daerah seperti di Jawa dan Kalimantan, aturan ini sudah mulai diterapkan. ”Sosialisasi masih terus berjalan. Harapannya, saat kami melakukan inspeksi atau razia, tidak ada lagi industri yang menjadikan ikan belida sebagai bahan pangan,” ujar Maputra.
Ikan belida masuk dalam 19 jenis ikan yang mendapatkan status perlindungan penuh. Ikan jenis lain adalah pari, arwana, ikan batak, wader goa, selusur meninjau, dan ikan raja laut. Kebijakan ini dikeluarkan lantaran keberadaan ikan-ikan tersebut yang hampir punah di alam.
Pelanggar peraturan tersebut akan mendapatkan sanksi denda mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 1,5 miliar. Adapun sanksi pidana juga diberikan apabila pelanggar terbukti melakukan usaha tanpa izin atau penyelundupan ikan.
Selama ini, ujar Maputra, kebanyakan pelaku bisnis ikan belida hanya melakukan pembesaran, bukan budidaya murni. Artinya, mereka menangkap ikan belida kecil di alam liar kemudian dibesarkan sehingga hal itu tetap mengancam keberlangsungan ikan belida.
Khusus di Sumsel, ikan belida bisa ditemukan di perairan Sungai Musi, seperti di Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim. Sementara di Palembang, ikan itu sudah jarang ditemui. Hanya ada tiga jenis ikan yang bisa dikembangbiakkan di Sumsel, yakni lele, patin, dan nila.
Sukri (47), karyawan Pempek Dempo 310, Palembang, mengatakan sudah sejak satu tahun terakhir dirinya tidak mendapat suplai daging ikan belida lagi. ”Kami biasanya memasok dari Kalimantan dan Sumatera Utara. Namun, awal tahun ini, Kalimantan tidak boleh lagi mengirimkan daging ikan belida,” ujarnya.
Karena itulah, ujar Sukri, saat ini bahan baku pempek di restorannya diganti dengan ikan jenis lain, yakni ikan putak/belida jawa (Notopterus notopterus), walau sebenarnya dalam kepmen ikan jenis itu juga dilarang.
Meski harganya lebih mahal dibanding ikan lain, dari sisi cita rasa, belida jauh lebih gurih. Tak heran harga pempek berbahan baku belida cukup tinggi, yakni sekitar Rp 7.000 per butir. Ini lebih mahal dibandingkan dengan pempek berbahan ikan lain yang berharga Rp 2.000-Rp 3.500 per butir.
Juru bicara Asosiasi Pengusaha Pempek (ASPPEK) Palembang Jimmy Devaten mengatakan, pihaknya belum mengetahui peraturan tersebut. ”Yang saya tahu, larangan diterapkan pada industri yang melakukan eksploitasi ikan belida secara besar-besaran,” ujarnya.
Kalaupun nanti aturan ini benar diterapkan, pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada pengusaha pempek untuk segera mengganti bahan baku dengan ikan jenis lain, misalnya ikan gabus, tenggiri, dan ikan lainnya. Menurut dia, sekarang sangat jarang ditemui pengusaha pempek yang masih menggunakan ikan belida karena memang harganya yang cukup mahal.
Satu kilogram ikan belida dihargai sekitar Rp 200.000, berbeda dengan ikan gabus yang seharga Rp 70.000-Rp 120.000 per kg. ”Memang dari segi rasa ikan belida lebih gurih, sedangkan ikan gabus agak sedikit hambar,” ujar Jimmy.
Penggunaan ikan gabus sebagai alternatif sudah berlangsung sejak awal dekade 2000-an, tepatnya ketika banyak pengusaha pempek bermunculan di Palembang. Pada periode 1970-1990, belida masih menjadi bahan baku utama pembuatan pempek. ”Kondisinya semakin kritis karena memang ikan jenis ini sulit dikembangbiakkan,” kata Jimmy.
Bahan baku ikan belida bukan berasal dari Sumsel, melainkan dari Kalimantan dan Riau.
Di hari normal, produksi pempek di Sumsel bisa mencapai 25 ton per hari. Namun, saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), produksi bisa turun sampai 30 persen. Ini masih lebih baik dibandingkan dengan awal pandemi lalu saat produksi pempek turun hingga 80 persen.
Perubahan bahan baku pempek bukan yang pertama kali terjadi. Awalnya, pempek menggunakan ikan tengkeleso (Scleropages formosus). Namun, lambat laun berubah karena keterbatasan sumber daya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Selatan Widada Sutrisna kecewa dengan keputusan ini. Menurut dia, kebijakan ini akan membuat variasi pempek dan pindang Palembang akan sedikit berkurang.
Selama ini, ujar Widada, bahan baku ikan belida bukan berasal dari Sumsel, melainkan dari Kalimantan dan Riau. Ini karena di wilayah itu ikan belida tidak dijadikan bahan konsumsi. ”Bahkan, kebanyakan \'dibuang-buang\'. Itulah sebabnya kita yang ambil,” ujarnya.
Karena itu, ujar Widada, pihaknya berupaya berkonsultasi dengan kementerian agar aturan ini bisa dikecualikan di wilayah Palembang. Namun, jika keputusan ini tidak bisa diubah lagi, pihaknya akan tetap melakukan sosialisasi kepada pengusaha agar mengganti bahan baku dengan ikan jenis lain.