Akses Penyandang Disabilitas pada Vaksin Covid-19 Masih Terbatas
Para penyandang disabilitas masih sulit mengakses vaksinasi Covid-19. Bahkan, untuk sekadar informasi terkait pandemi dan vaksinasi masih terbatas. Mereka membutuhkan bantuan dan perhatian.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Para penyandang disabilitas masih merasa kesulitan dalam mengakses vaksinasi Covid-19. Padahal, vaksinasi sangat dibutuhkan karena mereka termasuk kelompok yang rentan terpapar di tengah pandemi.
Ketua Pemberdayaan Kolektif Disabilitas Berat (Severe and Profound Impairment Collective Empowerment/SPICE) Indonesia Ogest Yogaswara mengaku kesulitan di tengah pandemi. Dia mengalami kelumpuhan karena Guillain Barre Syndrome (GBS) sehingga butuh bantuan orang lain dalam berkegiatan.
”Sebagai penyandang disabilitas berat, semua menjadi sangat terbatas. Jangankan untuk pergi vaksinasi, kemandirian saja harus dibantu, seperti mengambil makanan dan minuman. Karena itu, ada hak pendampingan saat kami butuh vaksinasi,” ujarnya.
Kontak fisik pun tidak bisa terhindarkan. Dia selalu dirundung kekhawatiran karena takut ditularkan atau menularkan virus korona baru penyebab Covid-19 saat berinteraksi. Untuk itu, dia menilai, vaksinasi menjadi salah satu jalan untuk mengurangi dampak tersebut.
”Kalau saya terkena Covid-19, saya bingung meminta bantuan karena takut menularkan. Atau, kalau ada keluarga atau asisten yang terkena Covid-19, saya juga khawatir terdampak. Karena itu, kami butuh vaksinasi,” ujarnya dalam webinar ”Vaksin untuk Sahabat Disabilitas, Manfaat dan Tantangannya” yang disaksikan di Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/9/2021).
Kesulitan dalam beraktivitas juga dialami Suhendar, Ketua Difabel Center Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad). Sebagai penyandang tunanetra, dia kerap meraba benda-benda di sekitarnya untuk mengenal ruang dan lingkungan.
Hal ini tentu membuat Suhendar rentan terpapar Covid-19 dari benda-benda yang tidak bisa dipastikan kebersihannya. Oleh karena itu, dia sangat butuh perlindungan berupa kekebalan tubuh dalam menghadapi Covid-19.
Seluruh penyandang disabilitas ini berhak mendapatkan akses vaksinasi Covid-19 sebagai salah satu kelompok rentan. (Angkie Yudistia)
Problem Ogest dan Suhendar adalah irisan kecil dari besarnya masalah yang dihadapi penyandang disabilitas di Indonesia. Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia memaparkan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) tahun 2018, sebanyak 37,58 juta jiwa atau 14,2 persen dari penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas.
Menurut Angkie, seluruh penyandang disabilitas ini berhak mendapatkan akses vaksinasi Covid-19 sebagai salah satu kelompok rentan. Dia menyatakan, Presiden Joko Widodo telah meminta kepala daerah untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi penyandang disabilitas melalui fasilitas kesehatan dan sentra-sentra pelayanan vaksinasi.
”Pelayanan ini tidak terbatas alamat domisili KTP. Vaksinasi ini adalah hal yang sangat penting untuk menyelamatkan nyawa sehingga masalah administrasi seharusnya dapat dicari solusi terbaik,” ujar Angkie dalam webinar tersebut.
Informasi sulit
Meskipun dianggap penting, informasi terkait vaksinasi belum banyak tersebar luas di kalangan para penyandang disabilitas. Mereka butuh usaha lebih karena keterbatasan dalam membaca dan memperoleh informasi sehingga akan tertinggal jika tidak diperhatikan.
Bahkan, berdasarkan data vaksinasi dari Kementerian Kesehatan melalui vaksin.kemkes.go.id, baru 16.099 penyandang disabilitas di Indonesia mendapatkan akses vaksinasi dosis pertama, Selasa (31/8/2021). Di Jawa Barat, baru 4.425 penyandang disabilitas mendapatkan vaksinasi dosis pertama.
Menurut pemerhati penyandang disabilitas, Diah Puspitasari, kondisi ini terjadi karena minimnya akses informasi. Selain itu, pendataan terhadap penyandang disabilitas menjadi permasalahan sehingga sebagian luput dari perhatian.
Akses informasi vaksinasi kepada penyandang disabilitas masih terbatas. Ketersediaan alat informasi dan edukasi yang menjangkau hingga ke desa juga masih minim sehingga tidak merata. (Diah Puspitasari)
Diah yang juga aktif di Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Unpad dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bandung berujar, kondisi ini dapat berbahaya bagi penyandang disabilitas yang rentan terpapar.
”Akses informasi vaksinasi kepada penyandang disabilitas masih terbatas. Ketersediaan alat informasi dan edukasi yang menjangkau hingga ke desa juga masih minim sehingga tidak merata. Selain itu, petugas juga belum menjangkau mereka dengan maksimal karena masalah data,” ujarnya.
Diah mengharapkan inisiatif langsung dari perangkat wilayah mulai dari lingkungan terkecil, seperti RT dan RW, untuk mendata warganya yang menyandang disabilitas. Pendataan ini akan memudahkan petugas vaksinasi menjangkau dan memberikan pelayanan sesuai dengan kondisi warga tersebut.
Bantuan sukarelawan
Sukarelawan juga punya peran penting untuk menjangkau dan melakukan edukasi terhadap penyandang disabilitas. Apalagi, masih ada sebagian penyandang disabilitas enggan menerima vaksinasi Covid-19 produk tertentu ataupun khawatir dengan efek samping vaksinasi.
Padahal, lanjut Diah, vaksinasi berperan besar membentuk kekebalan kelompok di masyarakat. Walaupun tidak bisa membuat pengguna vaksin tidak terpapar 100 persen, setidaknya vaksinasi bisa mengurangi gejala berat saat terkena Covid-19.
”Vaksin yang diberikan sesuai arahan petugas aman dan bisa digunakan untuk penyandang disabilitas. Efek samping dari vaksinasi itu ada, tetapi terdampak Covid-19 tanpa vaksinasi itu lebih berbahaya,” ujarnya.
Karena penting untuk meraih kekebalan kelompok ini, Ketua IKA Unpad Irawati Hermawan mengajak para penyandang disabilitas untuk ikut vaksinasi. Apalagi, pihaknya mendapatkan tugas melakukan vaksinasi bagi penyandang disabilitas di Jabar dari bantuan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Jumlah bantuan vaksin ini mencapai 120.000 dosis jenis Sinopharm. ”Vaksin ini harus habis September. Karena itu, kami mengadakan gebyar vaksinasi di beberapa lokasi untuk para penyandang disabilitas,” ujarnya.
Vaksinasi Covid-19 ini menjadi harapan bagi penyandang disabilitas untuk hidup tenang di tengah pandemi. Hidup tanpa harus takut terpapar Covid-19 menjadi hak dasar setiap manusia dalam kondisi apa pun.