Mendagri Serahkan Konsep Kasar Regulasi Turunan UU Otsus Papua yang Baru
PP sebagai turunan UU Otsus Papua harus selesai pada 19 Oktober mendatang. Ada dua PP yang disiapkan, yakni kelembagaan dan kewenangan serta tata kelola keuangan. Kedua PP itu tengah dibahas sejumlah kementerian.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melaporkan perkembangan mengenai Papua kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pada kesempatan tersebut diserahkan pula rancangan atau konsep kasar peraturan pemerintah turunan undang-undang otonomi khusus baru Papua.
Wapres Amin menerima Mendagri Tito Karnavian dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik pada Senin (30/8/2021) siang. Pada kesempatan tersebut Wapres Amin didampingi Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi, dan Staf Khusus Wapres Bambang Widianto.
”(Hal) yang dilaporkan oleh Bapak Tito sebagai Mendagri adalah progres mengenai Papua. Sebagaimana diketahui (terkait) Papua ini ada undang-undang otsus baru. UU otsus baru itu sudah disahkan dan ternyata harus ada peraturan pemerintahnya,” kata Masduki melalui keterangan video. Keterangan pers tersebut disampaikan Masduki seusai pertemuan di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta.
UU Nomor 2 Tahun 2021 mengatur tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. UU No 2/2021 disahkan di Jakarta pada 19 Juli 2021.
Masduki menyebutkan, peraturan pemerintah itu ada batas waktu, yakni tiga bulan sejak UU tersebut diundangkan. Batas waktu tiga bulan sejak UU otsus baru diundangkan itu jatuh pada 19 Oktober 2021 sehingga harus segera diselesaikan.
Hal ini juga merupakan permintaan Wapres Amin ketika menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian sebulan lalu. ”Waktu itu, bagaimana agar masalah Papua ini peraturannya, undang-undangnya, dan semuanya itu harus disiapkan,” katanya.
Pada Senin siang, Mendagri pun melaporkan perkembangannya kepada Wapres. Ada sejumlah bahasan. Mendagri mengatakan, dari UU otsus yang baru itu setidaknya harus ada dua peraturan pemerintah (PP). PP pertama mengenai kelembagaan dan kewenangan. PP kedua mengenai tata kelola keuangan.
Masduki mengatakan semua ini sedang dibahas melibatkan 33 kementerian dan lembaga. ”Ini semuanya sudah, tadi, diserahkan oleh Mendagri kepada Wapres dalam bentuk draf yang kasar. Termasuk di dalamnya dibahas mengenai masalah rencana pemekaran Papua yang memang menjadi aspirasi dari masyarakat Papua,” katanya.
Namun, karena semuanya masih dalam draf kasar, lanjut Masduki, belum bisa dirinci seperti apa. Di dalam PP juga dibahas mengenai hal yang berhubungan dengan badan khusus. Wapres bertanggung jawab atas badan khusus tersebut. ”Jadi, ini juga sudah dibahas, pokok-pokok pikirannya seperti apa dan seterusnya,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut dibahas pula mengenai rencana Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua. Wapres Amin juga menanggapi serius dan meminta kepada Mendagri dan seluruh kementerian yang terlibat agar cepat menyelesaikannya.
Kemiskinan ekstrem
Presiden Joko Widodo menekankan bahwa kemiskinan ekstrem harus diselesaikan dan itu tanggung jawabnya oleh Presiden diserahkan kepada Wapres. Ada beberapa provinsi di Indonesia, termasuk Papua dan Papua Barat, dengan banyak penduduk mengalami kemiskinan ekstrem. Mendagri diminta segera memetakan dan berkoordinasi dengan Pemprov Papua dan Papua Barat terkait kemiskinan ekstrem ini.
Sebelumnya, Wapres Amin dalam kapasitasnya sebagai ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 25 Agustus 2021 memimpin rapat pleno percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem. Rapat pleno ke-3 TNP2K yang digelar secara virtual tersebut dihadiri para menteri anggota TNP2K serta menteri dan kepala lembaga pemerintahan terkait.
Wapres Amin dalam kesempatan tersebut menekankan upaya pemerintah mencapai target menghilangkan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Kemiskinan ekstrem dimaksud mengacu definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni sebesar 1,9 dollar AS PPP (purchasing power parity) per hari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia adalah 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Adapun tingkat kemiskinan secara umum Indonesia berdasarkan data Maret 2021 sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa.
Penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. ”Namun, Bapak Presiden menugaskan kita semua untuk dapat menuntaskannya enam tahun lebih cepat, yaitu pada akhir tahun 2024,” ujar Wapres Amin.
Wapres Amin pun memberikan arahan terkait perbaikan sistem penyasaran nasional (national targeting system). Perbaikan tersebut agar dimulai dengan memperbaiki penargetan berdasarkan wilayah, terutama wilayah-wilayah yang merupakan kantong kemiskinan ekstrem.
Perbaikan sistem penyasaran nasional agar dimulai dengan memperbaiki penargetan berdasarkan wilayah, terutama wilayah-wilayah yang merupakan kantong kemiskinan ekstrem.
Sehubungan dengan hal tersebut, Wapres Amin telah meminta Sekretariat TNP2K mengidentifikasi 212 kabupaten/kota dari 25 provinsi yang merupakan kantong-kantong kemiskinan dengan cakupan 75 persen dari jumlah penduduk secara nasional. Namun, untuk tahun 2021, sesuai arahan Presiden Jokowi, penanganan kemiskinan ekstrem dimulai dari tujuh provinsi yang di tiap-tiap provinsi dipilih lima kabupaten sebagai fokus.
Sebanyak 35 kabupaten/kota di tujuh provinsi tersebut mewakili 20 persen jumlah penduduk miskin ekstrem secara nasional. Provinsi dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua.