Suarakan Kebebasan Berpendapat, Mural di Yogyakarta Dihapus Petugas
Sebuah mural yang menyuarakan kebebasan berpendapat di Kota Yogyakarta dihapus oleh petugas. Petugas menilai mural yang berisi tulisan ”Dibungkam” dan ”Stop Represi” itu mengandung pesan provokatif.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebuah mural yang menyuarakan kebebasan berpendapat di Kota Yogyakarta dihapus oleh petugas. Petugas menilai, mural yang memuat tulisan ”Dibungkam” dan ”Stop Represi” itu mengandung pesan provokatif. Namun, seniman pembuat mural menyatakan akan terus membuat mural meski dilarang oleh petugas.
Mural dengan tulisan ”Dibungkam” dan ”Stop Represi” itu digambar di dinding Jembatan Kewek yang berlokasi tak jauh dari kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta. Mural tersebut digambar oleh sejumlah street artist atau seniman yang biasa membuat karya seni di jalanan. Salah satu yang terlibat dalam pembuatan mural itu adalah seorang street artist dengan nama julukan Bamsuck.
Menurut Bamsuck, mural tersebut dibuat pada Sabtu (21/8/2021) siang bersama empat temannya. Namun, pada Minggu (22/8/2021) siang, mural di Jembatan Kewek itu telah dihapus petugas. Penghapusan dilakukan dengan mengecat ulang dinding tempat mural itu digambar.
”Karya itu belum ada 1 x 24 jam sudah dihapus oleh oknum aparat,” ujar Bamsuck saat ditemui di dekat Jembatan Kewek, Senin (23/8/2021) siang.
Sebagai bentuk protes terhadap penghapusan itu, Bamsuck kemudian membuat tulisan ”Bangkit Melawan atau Tunduk Ditindas!” di dinding Jembatan Kewek pada Senin pagi. Namun, pada Senin siang, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Yogyakarta kembali menghapus tulisan tersebut.
Bamsuck mengatakan, mural bertuliskan ”Dibungkam” dan ”Stop Represi” dibuat sebagai respons terhadap penghapusan mural di sejumlah kota lain. Dia menyebut, pembuatan mural di jalanan seharusnya tidak dipersoalkan. ”Mural itu, kan, gambar. Kenapa gambar jadi masalah?” ungkap lelaki berusia 27 tahun itu.
Mural bertuliskan ”Dibungkam” dan ”Stop Represi” dibuat sebagai respons terhadap penghapusan mural di sejumlah kota lain.
Bamsuck menambahkan, sebagai bagian dari masyarakat, seniman juga memiliki hak untuk berpendapat dan bersuara. Salah satu sarana untuk menyampaikan pendapat itu adalah melalui mural di dinding jalanan. ”Seniman, kan, juga rakyat dan rakyat, kan, berhak bersuara. Apa salahnya rakyat bersuara,” ucapnya.
Oleh karena itu, Bamsuck mempertanyakan penghapusan mural yang dilakukan oleh petugas di Yogyakarta. Apalagi, selama bertahun-tahun, para seniman di Yogyakarta sudah sering membuat mural di dinding Jembatan Kewek dan tidak dipersoalkan.
Bamsuck menyebut, selama ini pembuatan mural di Jembatan Kewek juga tak butuh izin khusus. ”Jembatan Kewek sudah dari dulu tempatnya para seniman Yogyakarta untuk berkarya. Jadi, tanpa izin pun bisa berkarya di Jembatan Kewek,” ungkapnya.
Meski karyanya telah dihapus petugas, Bamsuck mengaku tak kapok membuat mural di ruang publik di Yogyakarta. Oleh karena itu, Bamsuck menyatakan tetap akan membuat mural meski dilarang oleh petugas. ”Semakin dihapus, pasti semakin muncul lebih banyak. Kurang kerjaan banget menghapus sebuah karya,” katanya.
Dinilai provokatif
Wakil Komandan Operasi Lapangan Wilayah Utara Satpol PP Kota Yogyakarta Ahmad Solihin mengatakan, mural di Jembatan Kewek dihapus karena melanggar peraturan daerah (perda). Selain itu, ia menyebut, mural tersebut juga dihapus karena dinilai mengandung pesan provokatif.
”Selain melanggar perda, juga karena provokatif. Kami imbau pemuda-pemuda jangan suka membuat mural seperti ini,” ujar Solihin saat ditemui di sela-sela penghapusan mural di Jembatan Kewek, Senin siang.
Kepala Satpol PP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Noviar Rahmad mengatakan, pembuatan mural di tempat umum merupakan bentuk pelanggaran terhadap Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Pasal 19 Ayat (1) perda itu menyatakan, setiap orang dilarang mencoret-coret, menulis, melukis, atau memasang iklan di dinding, tembok, atau pohon milik pribadi dan di fasilitas umum.
Pasal 19 Ayat (3) Perda Nomor 2 Tahun 2017 juga menyatakan, mereka yang melanggar larangan itu dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai perintah untuk membersihkan dinding, tembok, atau pohon yang dicoret-coret, ditulisi, dilukis, atau dipasangi iklan.
”Mural itu bagian dari pelanggaran Perda Nomor 2 Tahun 2017. Jadi, kalau misalnya ketemu pelanggaran, ya kami tindak,” kata Noviar.
Noviar menambahkan, masyarakat memang berhak menyampaikan aspirasi atau pendapat. Namun, menurut dia, aspirasi tersebut tidak boleh disampaikan melalui lukisan atau corat-coret di dinding. ”Kecuali kalau di dinding milik pribadi, kemudian diizinkan oleh pemilik dan tidak meresahkan masyarakat, ya boleh-boleh saja,” ujarnya.
Noviar menyebut, Jembatan Kewek merupakan fasilitas umum. Oleh karena itu, dinding jembatan tersebut tidak boleh digambari mural atau diberi tulisan. ”Jembatan Kewek itu fasilitas umum. Jadi enggak boleh (digambari mural),” ucapnya.