Sidoarjo Intensifkan Pengetesan dan Pelacakan Covid-19
Salah satu penyebab Sidoarjo masih masuk zona merah adalah capaian pengetesan dan pelacakan kasus yang masih belum optimal. Pelacakan kontak erat pasien Covid-19 baru tercapai sekitar 50 persen.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terus berupaya meningkatkan capaian pengetesan dan pelacakan kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di masa perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hingga 23 Agustus 2021. Hal itu ditempuh demi menurunkan risiko sebaran penyakit dan mengakselerasi aktivitas ekonomi.
Berdasarkan data Satgas Covid-19 Provinsi Jatim, jumlah kumulatif kasus positif di Sidoarjo sampai dengan Senin (16/8/2021) mencapai 23.412 kasus, 20.890 kasus di antaranya dinyatakan sembuh, dan 897 kasus meninggal. Terdapat 1.625 kasus konfirmasi positif yang masih aktif.
Penambahan kasus baru tercatat hanya 62 kasus dalam sehari. Jumlah itu turun drastis dibandingkan pekan lalu yang mencapai 400-500 kasus per hari. Namun, risiko penularan Covid-19 di Sidoarjo masih tinggi yang ditandai dengan penetapan Sidoarjo sebagai zona merah dalam peta epidemi.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, salah satu penyebab Sidoarjo masih masuk zona merah adalah capaian pengetesan dan pelacakan kasus yang masih belum optimal. Idealnya, pelacakan dilakukan pada minimal 15 kontak erat pasien Covid-19.
”Saat ini, capaian pelacakan kontak erat pasien Covid-19 sebanyak 7 orang atau baru tercapai sekitar 50 persen dari ketentuan ideal,” ujar Syaf Satriawarman, Selasa (17/8/2021).
Satgas Covid-19 Sidoarjo berupaya mengatasi ketertinggalan pengetesan dan pelacakan kontak erat tersebut. Strateginya, mengoptimalkan seluruh sumber daya, termasuk 200 orang lebih babinsa dan babinkamtibmas yang diperbantukan dalam pelacakan kontak erat di tingkat desa.
Sejumlah kendala masih dihadapi petugas, misalnya, hasil tes usap dengan metode reaksi berantai polimerasi (PCR) yang memakan waktu lama menyebabkan keterlambatan proses penelusuran. Selain itu, adanya penolakan dari para pihak yang menjadi sasaran pengetesan karena khawatir dengan stigma negatif apabila hasilnya positif.
Kepala Polsek Sidoarjo Komisaris Anggono Jaya menambahkan, kendala lainnya, mayoritas anggota polisi yang bertugas membantu pelacakan masih aktif bertugas di kedinasan sehingga waktunya terbatas. Selain itu, banyak di antara anggota polisi tersebut belum terampil menggunakan aplikasi Silacak meski mereka telah mendapat pelatihan.
”Pelacakan kontak secara manual sudah dilakukan secara optimal, tetapi mereka terkendala saat memasukkan data pada aplikasi silacak,” ujar Anggono Jaya.
Bupati Sidoarjo Achmad Muhdlor Ali mengatakan, upaya menekan risiko sebaran Covid-19 juga ditempuh dengan meningkatkan vaksinasi. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dosis pertama telah mencapai 537.756 orang atau 33,31 persen dari target yang ditetapkan sebanyak 1,7 juta orang.
Adapun pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dosis kedua mencapai 283.492 orang atau sekitar 17,56 persen dari target. Banyak penerima vaksin yang terlambat menerima dosis kedua, bahkan jeda waktunya melebihi 42 hari. Hal itu terjadi karena keterlambatan pasokan vaksin yang datang ke Sidoarjo.
”Upaya meminta pasokan vaksin Covid-19 telah dilakukan dengan mengirimkan surat kepada Kementerian Kesehatan. Pengiriman permohonan penambahan vaksin ini juga dilakukan berulangkali, tetapi hasilnya belum ada tambahan pasokan sesuai kebutuhan dosis kedua,” kata Muhdlor.
Yang mengajukan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri lebih dari 969 perusahaan. (Tjarda)
Kinerja ekonomi
Sebagai kepala daerah, kata Muhdlor, pihaknya ingin pandemi Covid-19 segera tertangani. Alasannya, selain meningkatkan kesehatan masyarakat, juga agar aktivitas ekonomi segera bergeliat. Apalagi Sidoarjo merupakan sentra industri terbesar di Jatim terutama manufaktur sehingga berpengaruh signifikan terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi regional dan nasional.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sidoarjo Tjarda mengatakan, selama masa PPKM darurat, jumlah industri yang mengajukan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) lebih dari 969 perusahaan. Jumlah perusahaan di Sidoarjo itu mencapai 21 persen dari total industri yang mengantongi IOMKI di Jatim sebanyak 4.500 perusahaan.
”Dari 969 perusahaan yang mengantongi IOMKI, masih banyak yang belum melaporkan pelaksanaan di lapangan sesuai ketentuan, yakni dua kali dalam sepekan. Hal itu mengakibatkan lebih dari 300 perusahaan menerima sanksi mulai teguran hingga pencabutan izin,” ujar Tjarda.
Tjarda mengatakan, IOMKI menjadi salah satu instrumen pendorong produktivitas sektor manufaktur di tengah pembatasan kegiatan masyarakat. Selain itu, IOMKI berfungsi memastikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, terdapat beragam syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan pemegang izin, seperti wajib melapor dua kali sepekan.
Syarat lain, wajib menerapkan protokol kesehatan 6M dalam semua kegiatan operasional dan mobilitas perusahaan. Adapun prokes yang dimaksud antara lain, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, dan mencegah kerumunan.
Beberapa upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk mencegah sebaran Covid-19 adalah mengurangi jumlah pekerja dalam satu waktu dan melakukan pengetesan massal secara berkala. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam kegiatan penelusuran kontak apabila ditemukan kasus positif di tempat kerja.