BOR Covid-19 Sidoarjo Tertinggi di Jatim, Strategi Penanganan Harus Dioptimalkan
Keterisian tempat tidur isolasi dan intensif pasien Covid-19 di Sidoarjo mencapai 97,38 persen, tertinggi dibandingkan dengan 37 kabupaten dan kota lain di Jatim. Daerah diminta optimal atur strategi penanganan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Rata-rata tingkat keterisian tempat tidur isolasi dan intensif pasien Covid-19 di Sidoarjo mencapai 97,38 persen pada Selasa (29/6/2021), tertinggi dibandingkan dengan 37 kabupaten dan kota lain di Jawa Timur. Daerah diminta optimal atur strategi penanganan karena lonjakan pasien masih berpotensi terjadi.
Berdasarkan data Satgas Covid-19 Provinsi Jatim, jumlah rumah sakit di Sidoarjo sebanyak 29 dengan kapasitas tempat tidur pasien mencapai 3.734 unit. Dari jumlah tersebut, yang ditetapkan sebagai rujukan Covid-19 sebanyak 19 rumah sakit dengan jumlah tempat tidur 1.106 unit.
Sebanyak 1.106 tempat tidur itu terbagi menjadi ruang isolasi 955 tempat tidur dan ruang intensif (ICU) sebanyak 151 tempat tidur. Kapasitas tempat tidur ruang isolasi terpakai 958 atau 98,22 persen sehingga tersisa 2 persen. Adapun ruang isolasi intensif terpakai 139 tempat tidur atau sekitar 92,05 persen.
Total keterisian tempat tidur pasien Covid-19, baik di ruang isolasi maupun intensif, apabila dirata-rata mencapai 97,38 persen. Angka itu menempatkan Sidoarjo di posisi tertinggi tingkat keterisian tempat tidur (BOR) Covid-19 di Jatim. Empat daerah dengan total BOR isolasi dan intensif tertinggi di Jatim lainnya, yaitu Kabupaten Mojokerto (93,45 persen), Sampang (92,77 persen), Surabaya (92,35 persen), dan Magetan (88,55 persen).
Juru bicara Satgas Covid-19 Jatim, Makhyan Jibril Alfarabi, mengatakan, daerah dengan tingkat keterisian tempat tidur pasien lebih dari 80 persen masuk dalam zona 1 berdasarkan SE Menkes HK 02.01/MENKES/12/2021 tentang peningkatan kapasitas perawatan pasien Covid-19 pada rumah sakit penyelenggara pelayanan di lingkungan Kemenkes.
Saat ini ada banyak daerah di Jatim dengan BOR isolasi ataupun intensif di atas 80 persen. Daerah dengan BOR isolasi Covid-19 lebih dari 80 tercatat 13 kabupaten dan kota. Adapun daerah dengan BOR intensif lebih dari 80 persen tercatat 11 kabupaten dan kota.
”Mengacu pada ketentuan Kemenkes, daerah dengan BOR di atas 80 persen harus menambah kapasitas ruang rawat inap untuk Covid-19 dengan cara mengonversi minimal 40 persen dari total kapasitas tempat tidur yang dimiliki,” ujar Jibril, Rabu (30/6/2021).
Selain itu, menambah kapasitas ICU (intensif care unit) sebanyak 25 persen dari kapasitas tempat tidur yang dikonversikan untuk ruang rawat Covid-19. Upaya lain merelaksasi beban RS rujukan bisa ditempuh dengan mengoptimalkan rumah isolasi yang belum terpakai untuk merawat pasien bergejala ringan dan orang tanpa gejala (OTG).
Berdasarkan data Satgas Covid-19 Provinsi Jatim, penambahan kasus terkonfirmasi positif baru secara harian masih tinggi. Data pada Selasa, misalnya, terjadi penambahan 1.065 kasus baru dalam sehari sehingga secara kumulatif jumlah kasus positif di Jatim mencapai 171.830 kasus.
Penambahan kasus baru tertinggi terjadi di Surabaya sebanyak 70 kasus, Bangkalan 65 kasus, Sidoarjo 62 kasus, Magetan 48 kasus, serta Kabupaten Mojokerto 48 kasus. Posisi Sidoarjo berada di antara Surabaya dan Mojokerto yang penambahan kasusnya sama-sama tinggi.
Penambahan kasus baru di Jatim sebanyak 1.065 tersebut lebih tinggi, bahkan dua kali lipatnya dari penambahan pasien sembuh yang hanya 547 orang. Hal itu menyebabkan jumlah pasien dirawat meningkat tajam menjadi 8.379 orang atau 4,88 persen dari total kasus kumulatif.
Peningkatan jumlah pasien tak hanya berdampak pada penuhnya ruang perawatan. Keberadaan SDM atau kecukupan tenaga kesehatan juga harus diperhatikan karena beban kerja akan bertambah. Nakes yang semula bekerja di ruang rawat biasa, misalnya, harus bertugas di ruang ICU.
Jibril mengatakan, terkait dengan pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan tersebut, dinas kesehatan kabupaten dan kota atau RS rujukan Covid-19 bisa merekrut tenaga sukarelawan. Sukarelawan ini merupakan dokter dan perawat yang memang memiliki keahlian dan mempunyai surat izin praktik.
”Jika rekrutmen sukarelawan kesehatan ini dianggap masih kurang, Kemenkes memberikan relaksasi kepada semua tenaga kesehatan yang baru tamat pendidikan tapi mereka belum bisa melakukan pekerjaan karena belum punya izin praktik, bisa diberdayakan,” kata Jibril.
Meski demikian, tenaga kesehatan yang baru tamat ini harus diberi pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian Covid-19. Saat bekerja di lapangan, mereka tidak dibiarkan bekerja sendiri, tetapi tetap didampingi senior dan mendapat supervisi dari dokter-dokter di lapangan sehingga memiliki kapasitas yang baik dalam penanganan pasien Covid-19.
Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mengatakan, pihaknya telah meminta RS menambah kapasitas perawatan Covid-19. Ada tiga RS yang berkomitmen menambah hingga 50 tempat tidur pasien, yakni RS Mitra Sehat Mandiri Krian, RS Aminah Prambon, dan RS Anwar Medika.
RS Anwar Medika, misalnya, telah merawat 80 pasien Covid-19 di ruang isolasi dan 30 pasien di instalasi rawat darurat. Oleh karena pasien terus berdatangan, rumah sakit menambah isolasi darurat dengan mendirikan tenda di belakang IGD dengan kapasitas 54 tempat tidur.
”Namun, hari pertama dibuka, ruang isolasi darurat tersebut langsung diisi 19 pasien. Upaya penambahan kapasitas rumah sakit sudah maksimal di Sidoarjo karena mereka juga harus melayani pasien non-Covid-19,” ucap Subandi.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, terkait dengan SDM kesehatan, untuk membantu rumah sakit rujukan, pihaknya bekerja sama dengan tim kesehatan dari Pasukan Marinir 2 yang bermarkas di Gedangan. Bantuan sumber daya manusia itu diharapkan bisa merelaksasi beban nakes.
Selain itu, untuk melindungi nakes dari paparan Covid-19, pihaknya telah memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan penggunaannya sesuai dengan prosedur standar. Syaf berharap penegakan protokol kesehatan lebih diperketat sehingga pengendalian sebaran Covid-19 bisa dikendalikan sejak dari hulu.
”Rumah sakit ini penanganan dari sisi hilir. Apabila penanganan di hulu lebih maksimal, yakni dengan mendisiplinkan kembali prokes dan menekan mobilitas masyarakat, harapannya, laju penambahan kasus bisa direm sehingga ruang perawatan tidak semakin membeludak,” kata Syaf Satriawarman.