Diduga Bermain Kuota Rokok Bebas Cukai, Bupati Bintan Apri Sujadi Ditahan KPK
KPK menetapkan Bupati Bintan Apri Sujadi sebagai tersangka penggelembungan kuota rokok bebas cukai. Permainan kuota rokok bebas cukai sudah lama terjadi di Kepulauan Riau.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bintan Apri Sujadi sebagai tersangka pengaturan barang kena cukai. Sejak 2019, sejumlah lembaga telah mencurigai adanya penyelewengan dalam pengelolaan kuota rokok bebas cukai di sejumlah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau KPBPB di Kepulauan Riau.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Jakarta, Kamis, (12/8/2021), mengatakan, selain Apri, pihaknya juga menahan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengusahaan KPBPB Bintan, Saleh Umar. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengaturan barang kena cukai di KPBPB Bintan tahun 2016-2018.
Untuk kepentingan penyidikan, Apri dan Saleh akan ditahan selama 20 hari ke depan sejak 12 Agustus hingga 31 Agustus 2021. Saat ini Apri ditempatkan di rumah tahanan (rutan) Gedung Merah Putih, sedangkan Saleh ditempatkan di rutan Kavling C1 Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK.
Alexander menjelaskan, pada 2015, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pernah memberikan teguran kepada Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait jumlah kuota rokok bebas cukai yang lebih besar dari seharusnya. Pada 2016-2018, BP Bintan diduga melakukan penggelembungan penetapan kuota rokok yang menguntungkan PT Tirta Anugerah Sukses.
Pada Juni 2016 dan Mei 2017, Apri diketahui bertemu dengan sejumlah distributor rokok di sebuah hotel di Batam untuk mengatur pengajuan kuota barang bebas cukai. Pada 2017-2018, Apri diduga menerima uang sekitar Rp 6,3 miliar. Adapun Saleh juga diduga menerima uang sekitar Rp 800 juta pada periode yang sama.
Menurut Alexander, perbuatan Apri dan Saleh merugikan negara sekitar Rp 250 miliar. Mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kami mengikuti ketentuan yang berlaku saja. Kalau (perkara itu) sudah inkracht, tentunya akan ada langkah-langkah selanjutnya. (Adi Prihantara)
Sekretaris Daerah Bintan Adi Prihantara menyatakan, untuk sementara waktu tugas Apri akan dilaksanakan oleh Wakil Bupati Bintan Roby Kurniawan. ”Kami mengikuti ketentuan yang berlaku saja. Kalau (perkara itu) sudah inkracht, tentunya akan ada langkah-langkah selanjutnya," ucapnya saat dihubungi dari Batam.
Menurut Adi, Apri terakhir kali terlihat beraktivitas pada Jumat (6/8/2021) saat membagikan bantuan sosial berupa barang kebutuhan pokok kepada warga miskin yang terdampak pandemi Covid-19. Ia menambahkan, Pemkab Bintan belum memiliki rencana melakukan rapat khusus untuk menyepakati langkah-langkah yang diperlukan terkait ditahannya Apri.
Mark up kuota bebas cukai untuk produk hasil tembakau dan minuman yang mengandung etil alkohol di sejumlah KPBPB di Kepri telah lama disoroti oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Pada Mei 2019, ekonom senior Indef, almarhumah Enny Sri Hartati, pernah memaparkan kajiannya mengenai hal tersebut.
Di Kepri terdapat empat KPBPB, yakni Batam, Bintan, Tanjung Pinang, dan Karimun. Tiga KPBPB, selain Batam, bersifat enclave yang berarti dalam satu pulau terdapat KPBPB dan permukiman biasa yang tidak dibatasi secara khusus. Pengelolaan barang bebas cukai di KPBPB model enclave ini dinilai Enny rawan bocor jika pengawasan tidak ketat.
Pengajuan kuota rokok bebas cukai di setiap KPBPB didasarkan pada jumlah penduduk dan tingkat konsumsi rokok setiap orang per hari. Persoalannya, penentuan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap orang di setiap KPBPB tidak memiliki dasar hitungan yang pasti.
Pada 2018, BP Bintan menyatakan kebutuhan rokok sebanyak 113.922.340 bungkus per tahun dengan hitungan per bungkus berisi 16 batang rokok. Padahal, saat itu, jumlah penduduk di KPBPB Bintan hanya 78.029 orang. Artinya, pada 2018, BP Bintan mengestimasikan setiap penduduk KPBPB Bintan mengonsumsi 64 batang rokok per hari.
Hal itu tidak mungkin mengingat rata-rata konsumsi rokok nasional per hari adalah 12 batang. Yang lebih mungkin terjadi adalah kuota rokok bebas cukai sengaja dilebihkan untuk diedarkan ke daerah di luar FTZ.
Survey rokok ilegal yang dilakukan Universitas Gadjah Mada pada 2018 menunjukkan, sebanyak 2,4 persen dari rokok ilegal yang beredar di Jambi merupakan rembesan dari wilayah KPBPB di Kepri. Rokok ilegal itu dijual lebih murah Rp 300 hingga Rp 600 per batang dari harga rokok legal.
Pada 17 Mei 2019, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menghentikan penerbitan dokumen bebas cukai (CK-FTZ) di seluruh KPBPB di Indonesia. Pencabutan bebas cukai terhadap minuman beralkohol dan rokok itu dilakukan untuk menindaklanjuti rekomendasi KPK atas hasil kajian optimalisasi penerimaan negara di KPBPB tahun 2018.