Pandemi Menempa Jiwa-jiwa Pemimpin yang Sesungguhnya
Pandemi meremukkan berbagai sendi kehidupan. Namun, pandemi juga menempa jiwa-jiwa pemimpin untuk mau berbagi beban dan kreatif demi melindungi rakyatnya. Seperti yang dilakukan para kepala desa di Nusantara ini.
Menjadi pemimpin hebat itu melayani sebagai teladan; menunjuk, tetapi tidak menusuk; lurus, tetapi lentur; dan terang benderang, tetapi enak dipandang. (Lao Tzu)
Pandemi Covid-19 mengaduk-aduk perasaan dan meremukkan berbagai sendi kehidupan. Namun, juga harus diakui, pandemi menempa jiwa-jiwa pemimpin sesungguhnya, yang mau berbagi beban, kreatif, serta memikirkan kondisi rakyatnya.
Tidak mudah jadi pemimpin saat situasi pandemi Covid-19 seperti ini. Selain harus tetap menjalankan roda pemerintahan, mereka juga harus menghadapi kondisi masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja. Hanya mereka yang hebat mampu mencari cara agar rakyatnya baik-baik saja.
Perbekel (Kepala Desa) Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali, I Gusti Putu Armada (54) memetakan potensi masalah yang harus dihadapi desanya, yaitu sampah. Sampah juga membuat wilayahnya yang terdiri dari empat banjar, yaitu Banjar Bangkang, Banjar Tista, Banjar Seraya, dan Banjar Galiran, rutin tergenang banjir.
Itu sebabnya Armada memutuskan membuat tempat pengolahan sampah berbasis pengurangan, penggunaan ulang, dan pendaurulangan (reduce, reuse, recyle/3R), atau TPS3R. TPS3R dibangun tahun 2018. Sejak itu, masyarakat dilatih memilah sampah. Sampah-sampah organik rumah tangga disulap menjadi pupuk dan pupuknya dimanfaatkan untuk mengolah kebun desa.
Baca Juga: Jungkir Balik Desa di Malang Hadapi Covid-19
Putu Armada mengatakan, dengan memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan dari TPS3R, Desa Baktiseraga mengembangkan kebun desa yang memberikan hasil bagi desa. Sebagai desa di tengah kota, Desa Baktiseraga nyaris tidak punya lahan sendiri untuk mengolah kebun.
Dari hasil panen itu, sebagian digunakan desa sebagai tambahan pangan bagi warga desa yang membutuhkan, terlebih warga sedang menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19.
Armada lalu mendekati warga yang memiliki lahan belum terolah dan meminta izin untuk menggunakannya. Komunikasi dan niat baik menghasilkan hasil baik pula. Pemilik lahan mengizinkan dan dibuatlah lahan itu menjadi kebun. Pengolahan kebun dilakukan warga bekerja sama dengan PKK.
”Dari hasil panen itu, sebagian digunakan desa sebagai tambahan pangan bagi warga desa yang membutuhkan, terlebih warga sedang menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19,” kata Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PPK) Desa Baktiseraga Ketut Praba Wijayanti (53).
Di Kabupaten Malang, tepatnya di Desa Sitirejo Kecamatan Wagir, mereka membangun ruang isolasi bagi warganya sejak 2020. Semula, tempat isolasi itu hanya khusus warga setempat. Namun, kini, dengan makin merebaknya kasus dan desa-desa tetangganya kewalahan, ruang isolasi itu juga digunakan untuk desa sekitar. Saat ini, ruang isolasi hanya diisi seorang warga dari Desa Sukodadi.
Baca Juga: BUMDes dan Budaya Lama Desa yang Tidak Pernah Berubah
Ruang isolasi itu dibangun karena Kepala Desa Sitirejo Buwang Suharja tidak ingin peristiwa memilukan yang pernah dialami warga Sitirejo terulang. Saat itu ada dua warga yang terpapar Covid-19 dan tidak bisa dirawat karena kondisi rumah sakit penuh sehingga keduanya meninggal di jalan.
”Sejak itu saya berpikir kami harus punya ruang perawatan sendiri. Kami pun harus punya tabung oksigen sendiri agar, kalau warga membutuhkan, persediaannya ada. Jangan sampai kasus warga saya meninggal karena antre mendapat perawatan terulang,” kata Buwang.
Sejak itu, Buwang membeli tabung oksigen ditambah donasi dari sejumlah pihak. Hasilnya, kini desanya memiliki 8 tabung oksigen (2 besar dan 6 kecil). Tabung oksigen itu bisa dimanfaatkan warga dan dipinjamkan kepada desa lain jika membutuhkan. Bekerja sama dan saling membantu sesama, menurut Buwang, adalah kunci menghadapi pandemi.
Sosok Buwang cukup disegani sebab ia berani menentang pengembang perumahan yang ingin memanfaatkan aset desa dengan tidak benar. Ia juga menolak suap/gratifikasi senilai puluhan juta rupiah untuk menjadikan seseorang sebagai perangkat desa di awal menjabat.
Ia lebih memilih menjaring perangkat desa dengan sistem uji kelayakan dan kepatutan terbuka. ”Saya tidak bisa mengerjakan semua. Makanya, saya harus memiliki perangkat yang mau bekerja bersama saya,” kata kepala desa yang masih menekuni profesi lamanya sebagai ahli akupuntur itu.
Baca Juga: Dana Desa Terindikasi Berdampak Positif pada Kegiatan Ekonomi
Pada musim pandemi seperti sekarang ini, hampir setiap hari warga mendengar pengumuman dari pengeras suara desa tentang kematian. Sehari bisa 2-3 orang meninggal. Hal itu jelas membawa rasa tidak nyaman. Bahkan, ada desa yang meminta agar kematian tetangganya tidak lagi disiarkan melalui udara karena membuat trauma.
Ingin memberi suasana lain bagi warganya, Pemerintah Desa Gondowangi di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, berusaha mengimbangi kabar-kabar duka itu dengan membawa bahagia melalui udara. Mereka membuat radio komunitas sebagai media hiburan warga.
”Selain untuk edukasi, radio komunitas juga dimanfaatkan warga saling kirim salam lewat radio. Lucu, seperti masa lalu. Ini jadi hiburan di masa pandemi meski mereka tidak bertatap muka. Jika perasaan senang, harapannya, imunitas tubuh warga juga ikut naik,” kata Kepala Desa Gondowangi Danis Setyo Budi Nugroho.
Radio komunitas dibangun sejak awal pandemi tahun 2020. Radio itu pun bermanfaat sebagai media edukasi sekaligus berbagi informasi soal pandemi bagi warga desa. Tidak hanya itu, radio yang memiliki jangkauan sejauh 10 kilometer itu juga dinilai bisa mempererat jalinan sosial di antara warga yang selama pandemi terjeda secara fisik.
Baca Juga: Tangani Covid-19 di Desa, DIY Kucurkan Rp 22,6 Miliar Dana Keistimewaan
Danis mengatakan, Gondowangi FM berdiri saat masa awal pandemi. Saat itu, ada keinginan dari pihak desa untuk membantu proses pembelajaran sekolah warga. Radio dipilih karena sifatnya lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran daring menggunakan paket data internet.
Akhirnya, desa bekerja sama dengan SMA Islam Diponegoro Gondowangi. Materi siarannya adalah lagu-lagu untuk semua genre, berita lokal Desa Gondowangi dan nasional, serta pelajaran bagi siswa sekolah.
Di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kepala desanya membuat sistem penanganan Covid-19 berbasis digital, yaitu aplikasi BantulTangguh.com. Aplikasi itu untuk memantau kondisi warga terkonfirmasi Covid-19. Dengan menggabungkan berbagai data, mereka bisa memetakan seberapa luas cakupan imunitas kelompok di desanya.
Dinamika desa-desa selama pandemi begitu luar biasa. Dan, salah satu kunci keberhasilan bisa bertahan menghadapi pandemi adalah kapabilitas pemimpinnya.
Baca Juga: Kementerian Desa Akselerasi Pencairan BLT Desa
”Peran pemimpin di desa, dalam hal ini kepala desa, sangat penting dalam menentukan masa depan desanya. Menjadi pemimpin kreatif dan berkapasitas itu dibentuk sejak awal, didampingi, dan tidak bisa lahir tiba-tiba. Dibentuk ini bisa jadi di lingkungan organisasi kemasyarakatan di mana ia aktif sebelumnya, jaringan sosial kemasyarakatan yang dimilikinya, dan lainnya,” kata dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari.
Pentingnya seorang pemimpin, menurut Wawan, adalah karena ia memiliki kemampuan memanfaatkan ruang kebijakan. Pemimpin baik, menurut Wawan, adalah yang bisa memanfaatkan ruang kebijakan yang dimiliki untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
Untuk mendapatkan pemimpin baik, kata Wawan, harus dibentuk dan terbentuk. Ditempa dalam organisasi dan dalam kehidupan bermasyarakat.
”Pemimpin yang baik itu bukan yang jadi karena sekadar punya duit, melainkan yang punya praktik kepemimpinan politik nan kreatif. Dan, kuncinya adalah dia bisa memanfaatkan ruang kebijakan dengan baik,” kata Wawan. Ruang kebijakan itu tecermin dalam pilihan kebijakan yang dibuatnya.
Baca Juga: Mendampingi Desa Manggapai Asa