Aneh tapi nyata. Meskipun tidak terkonfirmasi Covid-19, keluarga di Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, ini memilih melakukan ”isolasi mandiri” dan keluar dari rumahnya.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Ironis. Meskipun tidak terkonfirmasi Covid-19, keluarga di Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur terpaksa memilih melakukan isolasi mandiri dan keluar dari rumahnya.
Keluarga Zamroni (50), warga yang tinggal di Gang 1 Jalan Joyo Raharjo, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, terpaksa keluar dari rumahnya dan mengungsi. Mereka memilih meninggalkan rumahnya untuk sementara gara-gara takut terpapar Covid-19 dari tetangga sekitar.
Zamroni tinggal di Jalan Joyo Raharjo Gang 1. Di gang tersebut ada 14-an rumah. Rupanya, dari 14 rumah itu, sembilan rumah di antaranya rata-rata sudah terpapar Covid-19.
”Kami putuskan untuk mengungsi karena tidak ingin terus-terusan was-was dan khawatir kalau kami akan ikut terpapar. Saya setiap hari masih keluar rumah untuk kerja. Kasihan istri dan tiga anak saya yang ada di rumah. Mereka rentan terpapar dari tetangga sekitar," kata Zamroni.
Kekhawatiran Zamroni, menurutnya, karena warga di sana sering abai dengan protokol kesehatan. Masih banyak di antara warga tidak menerapkan protokol kesehatan. Padahal beberapa kali, ambulans sudah keluar masuk gang ini mengantar orang sakit. Memang tidak ada yang meninggal. Namun beberapa hari sebelumnnya, ada warga dilarikan ke RS karena kondisinya memburuk.
”Setelah antre lama, akhirnya ia kembali ke kampung gara-gara tempat perawatan penuh dan diminta isoman di rumah,” kata tenaga ahli pendamping desa di Kota Batu tersebut.
Yang lebih menakutkan, menurut Zamroni, ada warga dinyatakan terkonfirmasi Covid-19, tetapi baru memberi tahu RT tiga hari kemudian setelah menerima hasil tes. Warga di sana pun, menurut Zamroni, masih sempat mengikuti tahlilan. Hingga akhirnya, diketahui, ada sembilan rumah yang anggotanya terpapar Covid-19.
”Oleh karena banyaknya warga terkonfirmasi Covid-19, gang akhirnya ditutup. Penutupan itu dilakukan satgas. Tiga dari keluarga yang tidak terkena Covid-19 di sana, termasuk kami, akhirnya memilih mengungsi demi keselamatan keluarga kami,” kata Zamroni. Gang kampung itu, menurut Zamroni, ditutup dua hari setelah Idul Adha.
Dari tiga keluarga tersebut (termasuk keluarga Zamroni), memilih menumpang tinggal di tempat keluarga. Oleh karena tidak punya saudara di sekitar sana, awalnya keluarga Zamroni tinggal di bangunan bekas kantin di lingkungan SDN Dinoyo 2. Di sana, Zamroni memiliki kenalan yang menawarinya untuk tinggal sementara di sana.
Selama tiga hari, Zamroni tinggal di lingkungan sekolah itu. Tidur seadanya beralaskan tikar. "Namanya memang bukan rumah sendiri, ya kami maklum dengan segala keterbatasan yang ada. Tapi ini lebih baik, daripada kami bertahan tinggal di rumah, tetapi setiap saat was-was dengan kondisi sekitar. Katanya was-was atau khawatir itu justru bisa menurunkan imun," katanya sambil tertawa.
Mencari tempat tinggal yang lebih baik bagi keluarganya, Zamroni dan keluarganya akhirnya pindah ke rumah kost di belakang kampus Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. "Ada teman memiliki rumah kost di sini. Kebetulan musim begini tidak ada anak kost, karena kuliah masih daring. Makanya kami ditawari tinggal sementara di sini," kata pria yang saat dihubungi sedang membeli makan untuk keluarganya.
Rencananya, Zamroni akan tinggal di rumah kost tersebut selama 14 hari, selama masa penutupan gang kampungnya berlangsung. Kisah Zamroni ini membuktikan, bahwa orang sehat sekalipun, kini terpaksa meninggalkan rumah gara-gara lingkungan sekitarnya terpapar Covid-19.
Tragis
Kisah Zamroni harus mengungsi bersama keluarganya, rasanya tidak bisa diterima akal sehat. Kenapa orang yang sehat justru harus mengungsi, sementara mereka yang abai, hingga membuat wabah itu massal di kampungnya, justru tetap bisa tidur nyaman di rumahnya? Mengapai Zamroni dan keluarganya yang taat prokes, harus rela tidur beralas tikar dan kini harus menumpang tinggal layaknya anak kost?
Namun, begitulah realita lapangan selama pandemi ini. Orang taat prokes dibilang penakut dan bodoh. Orang abai prokes, kalau ujung-ujungnya sakit, hanya menjadi beban negara dan menyusahkan tenaga kesehatan. Anda bagian yang mana, yang abai, tetapi tetap baik-baik saja? Mungkin, hanya belum.
Kasus orang sehat mengungsi gara-gara warga kampungnya abai harus jadi evaluasi bagi Pemerintah Kota Malang. Bahwa, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di tingkat RT/RW, yang selama ini dibanggakan, tidak semudah jargon-jargon diucapkan.
Zamroni, adalah ”minoritas” di tengah masyarakat yang cenderung abai. Sebagai minoritas, Zamroni memilih mengalah dan merelakan kenyamanan hidup keluarganya terganggu. Hal ini mengingatkan kalimat satir sing waras ngalah (yang sehat mengalah). Apakah hal ini dibenarkan?
”Saya masih menugaskan camat dan jajarannya mengecek ke sana. Semoga setelah ini bisa dicarikan jalan keluar,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.
Sebagai salah satu kota yang beberapa cara penanganan pandeminya diadopsi pemerintah pusat dan daerah lain, kasus Zamroni ini, harus menemukan solusi seadil-adilnya. Adil bagi Zamroni dan adil bagi warga lainnya.
Sebagaimana kebijakan pemerintah, Jawa Timur telah meniadakan isolasi mandiri di rumah dan memutuskan isolasi terpusat dengan pengawasan. Hal itu dilakukan untuk mencegah terus jatuhnya korban jiwa selama isoman, seperti sebelum-sebelumnya.
Pemkot Malang menyatakan menyambut baik kebijakan melakukan isolasi terpusat itu. Caranya adalah dengan membuat tempat isolasi di setiap kecamatan. ”Jadi, nanti isolasi terpusatnya ada di setiap kecamatan. Di Blimbing misalnya ada sekolah VEDC, di Klojen akan dimaksimalkan safe house Jalan Kawi, dan juga ada 2 SMK yang akan dimaksimalkan,” kata Sutiaji.
Sebagai gambaran, kondisi Kota Malang saat ini masih dalam zona merah atau resiko tinggi penularan Covid-19. Data per Rabu (28/07/2021), total kasus Covid-19 di Kota Malang mencapai 10.609 kasus (bertambah 217 kasus). Dari jumlah tersebut, 6.826 di antaranya sembuh (64 persen) dan 761 meninggal (7,1 persen). Adapun jumlah kasus aktif saat ini sebanyak 3022 kasus.
Dari statistika tersebut, paling mencolok harus dicermati adalah terus menurunnya tingkat kesembuhan pasien. Awal 2021, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Kota Malang masih 90 persen. Mungkin nantinya jika banyak yang abai protokol kesehatan pepatah sing waras kudu ngalah (yang sehat harus mengalah) benar-benar terjadi.