Konservasi Penyu di Pesisir Cilacap Terbebani Dampak Pandemi
Sebanyak 62 penyu lekang kembali dilepasliarkan di Pantai Sodong, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (23/7/2021). Pelestarian penyu ini juga karena dampak pandemi Covid-19. Akibat tidak ada pengunjung, biaya pakan dirasa berat.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Sebanyak 62 tukik atau anak penyu jenis lekang (Lepidochelys olivacea) dilepasliarkan di Pantai Sodong, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (23/7/2021) sore. Selain pelestarian, pelepasliaran tersebut juga karena dampak pandemi Covid-19 yang memperberat operasional penangkaran karena tidak ada pengunjung ke area konservasi.
”Penyu yang dilepaskan ini ada yang berusia sembilan bulan dan ada yang berusia 15 hari. Yang masih ada di penangkaran ini ada 95 penyu,” kata Ketua Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap Jumawan, Jumat. Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap telah melepasliarkan 236 tukik ke lautan dalam tiga tahun terakhir.
Jumawan menyampaikan, selain pelestarian penyu, pelepasliaran juga dampak dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali yang menyebabkan tidak ada pengunjung ke tempat ini.
”Yang jelas tidak ada pengunjung sama sekali karena sebenarnya pengunjung sangat membantu kami dalam hal donasi. Donasi yang terkumpul itu dipakai untuk biaya pakan dan operasional lainnya,” paparnya.
Menurut Jumawan, dalam sehari, dibutuhkan sedikitnya biaya Rp 50.000 untuk membeli 2 kilogram ikan sebagai pakan penyu-penyu ini. ”Penyu ini juga segera dilepasliarkan karena kami akan fokus pada penyelamatan telur-telur untuk kembali dilepasliarkan lagi,” tuturnya.
Di kompleks penangkaran penyu yang dibangun dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region IV ini, terdapat empat sarang telur yang masih dieramkan. Diperkirakan, sebulan mendatang, telur-telur ini akan menetas.
”Penetasan butuh waktu 45-49 hari. Jika telur di sarang-sarang ini menetas, jumlahnya bisa lebih dari 100 tukik,” ujarnya.
Johan Tri Yoga (17), salah satu anggota kelompok konservasi yang masih duduk di bangku kelas XII, mengaku senang bisa ikut terlibat merawat dan menangkarkan penyu. ”Saya jadi tahu ada beberapa jenis penyu. Dengan menyelamatkan telur-telur penyu, saya tahu telur penyu ini tidak keras, tapi lembek seperti telur ular,” ujar Tri.
Fitroh Nur Arifin (27), anggota lainnya, menyampaikan, merawat dan melestarikan penyu merupakan wujud dari kecintaan pada lingkungan. Ada rasa bangga ketika upaya penyelamatan dan pelestarian penyu ini membuahkan hasil.
”Konservasi ini dikatakan berhasil kalau ada penyu yang dilepasliarkan. Jika penyu tidak dilestarikan, nanti anak cucu kita tidak bisa melihat lagi seperti apa itu penyu,” papar Fitroh.
Pada 2019, kelompok yang terdiri atas 15 anggota ini telah melepasliarkan 32 tukik. Pada 2020, total ada 142 tukik yang dilepasliarkan. Adapun pada 2021, di tahap pertama ini, ada 62 tukik yang dilepasliarkan. Kelompok konservasi ini menerima telur-telur penyu yang didapat nelayan atau warga dan menukarnya dengan bahan makanan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan telur ayam.
”Kami melakukan pendekatan kepada masyarakat dan nelayan dari Pantai Sodong hingga Pantai Jetis supaya tidak menjual telur penyu ini untuk dikonsumsi. Jual beli telur penyu ini masih terjadi dan biasanya satu telur dijual Rp 3.000-Rp 5.000,” kata Jumawan.