Jumawan, Pelindung Penyu Pantai Sodong Cilacap
Jumawan (28) gigih melestarikan penyu di Pantai Sodong, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tiga tahun terakhir. Bersama 15 anggota kelompok konservasi, mereka menyelamatkan telur penyu dari pemburu.
Kecintaan dan kepeduliannya terhadap alam sekitar mendorong Jumawan (28) melestarikan penyu lekang (Lepidochelys olivacea) di sekitar tempat tinggalnya di Pantai Sodong, Cilacap, Jawa Tengah. Dia rela menyisihkan waktu, tenaga, dan penghasilannya untuk merawat serta membesarkan kemudian melepasliarkan tukik atau anak penyu ini ke lautan.
”Kehadiran penyu yang mau mendarat dan bertelur di pantai menjadi tanda bahwa lingkungan dan alam di sekitar pantai itu masih alami atau bersih. Di Pantai Sodong ini masih ada penyu yang mendarat dan bertelur sehingga harus dilestarikan,” kata Jumawan yang merupakan Ketua Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap saat dihubungi Kompas, Selasa (13/7/2021).
Kegigihan Jumawan melestarikan penyu-penyu ini berawal sejak 2018 ketika dirinya melihat video ada seekor penyu yang mendarat untuk bertelur dan menjadi tontonan para pengunjung pantai. Namun, sekembalinya penyu itu ke lautan, telur-telur penyu itu justru diambil warga dan diperjualbelikan untuk dikonsumsi. ”Kalau seperti ini terus, penyu akan punah,” ujar Jumawan yang sehari-hari bekerja sebagai Kepala Urusan Umum dan Perencanaan Desa Karangbenda.
Baca juga : Menjaga Penyu, Menjaga Kehidupan
Sejak kecil Jumawan menyadari bahwa masyarakat sekitar dan nelayan di sana sudah terbiasa mengambil telur penyu untuk dijual. ”Masyarakat menyebut telur penyu ini sebagai ndog pasiran atau telur yang ada di pasir. Bagi masyarakat, terutama nelayan, menemukan ndog pasiran ini merupakan rezeki, apalagi kalau seharian mereka tidak mendapatkan ikan,” tuturnya.
Telur-telur penyu itu, menurut Jumawan, dulu banyak diperjualbelikan dengan harga Rp 3.000-Rp 5.000 per butir. Penjualan bisa dilakukan secara langsung oleh pedagang keliling atau juga secara daring lewat Facebook, misalnya. Orang beranggapan telur penyu bisa meningkatkan stamina dan kadang kala menjadi jamu bagi kuda.
Namun, menurut Jumawan, telur penyu ini jika digoreng akan sulit matang dan teksturnya akan kenyal-kenyal, bahkan bisa mengandung banyak bakteri. ”Umumnya orang saat itu tidak tahu bahwa penyu termasuk satwa dilindungi. Jadi, mereka butuh diberi penjelasan atau pemahaman,” kata suami dari Yuniarti ini.
Untuk menyelamatkan telur-telur penyu yang diambil para pemburu telur penyu, Jumawan melakukan pendekatan secara personal dan bahkan mengeluarkan uang pribadi untuk membeli telur-telur itu Rp 1.000 per butir. ”Saya mengganti dengan uang yang kisarannya lebih rendah dari harga pasaran. Itu sebenarnya sebagai ucapan terima kasih karena mereka mau menyerahkan telur-telur penyu itu,” kata Jumawan.
Periode 2018-2019, Jumawan berkeliling dari Pantai Sodong ke arah timur, yaitu Pantai Jetis, sejauh 25 kilometer untuk mencari telur-telur penyu dan berhasil mengumpulkan 50 telur penyu. Dari menggali informasi cara menetaskan telur penyu melalui internet, Jumawan mencoba memendam telur-telur itu dalam pasir yang diwadahi ember dan dijemur di depan rumahnya. ”Dari 50 telur itu, alhamdulilah menetas 33 ekor. Dalam perawatan ada yang mati dan akhirnya bisa dilepasliarakan sebanyak 30 ekor pada 2019,” katanya.
Baca juga : Penyu Lekang Berusia Sekitar 40 Tahun Ditemukan Mati di Cilacap
Rencana pelepasliaran tukik kembali ke laut oleh Jumawan itu dilaporkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah, yang kemudian menggandeng pihak PT Pertamina (Persero) untuk terlibat dalam upaya konservasi ini. Karena seremoni tersebut diliput media dan masuk ke media massa, termasuk televisi, warga sekitar menjadi lebih paham bahwa penyelamatan penyu membuat wilayahnya makin dikenal orang dari luar sehingga akan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke sana.
Dari sana, lanjut Jumawan, masyarakat dan nelayan mulai melapor jika mereka menemukan telur penyu dan menyerahkan kepada kelompok konservasi yang terdiri atas 15 anggota untuk ditetaskan. ”Setiap kali ada pelepasliaran, nelayan atau warga yang menyerahkan penyu juga diajak ikut serta melepaskan. Ini akan menumbuhkan rasa bangga dan rasa memiliki,” ujarnya.
Jumawan juga aktif mengajak para anggotanya yang terdiri dari anak-anak muda serta nelayan setempat untuk susur pantai pada malam hari, terutama pada musim pendaratan penyu bertelur, Mei-Agustus, pukul 23.00-02.00. Selain dicari manusia, telur penyu juga diincar predator, seperti ular atau biawak. Selain menyelamatkan penyu, orang-orang muda juga diajak untuk berkegiatan secara positif. ”Mereka yang dulunya suka nongkrong minum minuman keras sekarang diajak nongkrong di tempat konservasi penyu dan ikut susur pantai,” ujarnya.
Usahanya pun terus membuahkan hasil. Pada 2020 ada 142 tukik yang dilepaskan ke laut dan kelompoknya mendapatkan bantuan CSR dari PT Pertamina Marketing Operation Region IV berupa bangunan tempat penangkaran penyu seluas 2.440 meter persegi. Pada 2021 ini, di penangkaran itu terdapat 31 penyu berusia 11 bulan dan 3 penyu usia 11 bulan yang dirawat sebagai sarana edukasi bagi generasi muda dan akan dilepasliarkan. ”Kami juga sedang menjaga empat sarang, diperkirakan nanti awal Agustus sudah mulai menetas,” katanya.
Di tempat penangkaran itu, lanjut Jumawan, tersedia pula sembilan bak penampungan yang terdiri dari enam bak untuk pembesaran penyu dan tiga bak untuk karantina indukan penyu yang tidak sengaja tertangkap jaring nelayan atau sakit dan terdampar di pantai. ”Tempat penangkaran ini buka setiap Sabtu-Minggu dan tidak dipungut biaya masuk. Tapi, ada kotak donasi sukarela untuk meringankan (biaya) operasional konservasi penyu,” katanya.
Biaya operasional itu antara lain untuk pembelian bahan bakar minyak untuk kendaraan yang dipakai mengangkut 200 liter air laut per pekan, biaya untuk pakan penyu yang per hari butuh 1-2 kilogram ikan dengan harga Rp 25.000-Rp 30.000, dan biaya pembelian sembako bagi mereka yang menyerahkan telur penyu kepada kelompok. ”Misalnya ada nelayan yang menyerahkan 100 telur, jika misalnya per butir dihargai Rp 1.000, maka dia akan mendapatkan sembako senilai Rp 100.000 berupa beras, minyak goreng, dan telur,” ujarnya.
Kendati uang donasi dari pengunjung tak selalu mencukupi kebutuhan operasional bulanan, Jumawan tetap rela merogoh koceknya sendiri untuk merawat penyu-penyu yang ditangkarkan itu. ”Yang penting niatnya baik, demi melestarikan alam. Yang penting makan sehari-hari keluarga tercukupi. Selama kita masih sehat, sebaiknya hidup kita bermanfaaat bagi alam dan sesama,” ucap Jumawan.
Di tengah upaya pelestarian penyu, setidaknya sepanjang 2020, kelompok ini menerima laporan adanya 13 bangkai penyu di sepanjang pantai Cilacap. Jumawan bersama kelompoknya mengimbau kepada kelompok karang taruna atau orang yang menemukan bangkai itu untuk segera dilapor ke BKSDA agar bangkai tersebut bisa dikuburkan supaya tempurungnya tidak diperjualbelikan.
Jerih lelah Jumawan bersama anggota kelompok konservasi penyu membuat Pantai Sodong menjadi harapan baru yang berkelanjutan bagi penyu-penyu untuk mendarat dan bertelur. Sebab, Pantai Teluk Penyu di Kota Cilacap yang berjarak 29 kilometer arah barat dari Pantai Sodong telah kotor dan banyak polusi cahaya sehingga tak ada lagi kisah pendaratan penyu di sana.
Jumawan
Lahir: Cilacap, 31 Desember 1992
Pendidikan:
- SD Negeri Karangbenda 02
- SMP Negeri Adipala
- SMK Ma’arif 1 Kroya
Istri: Yunarti (30)
Anak: Hanis Juna Fauzil (4)