Tanggapi Surat Mendagri, Pemda DIY Bantah Belum Bayar Insentif Nakes
Pemda DIY menyatakan telah membayarkan insentif untuk tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan Covid-19 hingga Juni 2021. Total insentif yang dibayarkan selama Januari-Juni 2021 sekitar Rp 2 miliar.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah DI Yogyakarta menyatakan telah membayarkan insentif untuk tenaga kesehatan atau nakes yang terlibat dalam penanganan Covid-19 hingga Juni 2021. Total insentif yang dibayarkan Pemda DIY kepada para nakes selama Januari-Juni 2021 mencapai lebih dari Rp 2 miliar.
”Insentif telah kami bayar 100 persen sampai Juni. Kalau Juli, kan, belum selesai,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY Beny Suharsono saat dihubungi pada Senin (19/7/2021) di Yogyakarta. Ia sekaligus menanggapi surat teguran dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada 19 daerah, termasuk DI Yogyakarta yang dinilai bermasalah dalam pencairan anggaran kesehatan.
Berdasarkan data Humas Pemda DIY, pembayaran insentif kepada para nakes untuk periode Januari-Juni 2021 dilakukan dalam dua tahap. Pembayaran tahap pertama dilakukan pada 24 Juni 2021 dengan nilai Rp 1,288 miliar.
Pembayaran tahap pertama itu dilakukan untuk insentif bulan Januari, Februari, Maret, dan April 2021. Insentif untuk Januari 2021 diberikan kepada 90 nakes, Februari sebanyak 76 nakes, Maret sebanyak 65 nakes, dan April terdapat 82 nakes.
Sementara itu, pembayaran kedua dilakukan pada 12 Juli 2021 untuk insentif bulan Mei dan Juni 2021. Nilai pembayaran tahap kedua itu sekitar Rp 770 juta dengan rincian insentif Mei untuk 81 nakes dan insentif Juni untuk 109 nakes. Oleh karena itu, total pembayaran insentif tahap pertama dan kedua tersebut sekitar RP 2,059 miliar.
Beny memaparkan, Pemda DIY juga telah mengirimkan laporan penggunaan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 kepada pemerintah pusat. Laporan anggaran bulan Juni 2021 itu telah dikirim pada 14 Juli 2021.
Beny menyebut, sesuai ketentuan pemerintah pusat, laporan anggaran penanganan pandemi Covid-19 itu harus dikirimkan maksimal tanggal 20 setiap bulan. Oleh karena itu, laporan yang dikirimkan Pemda DIY tidak terlambat dari batas waktu yang telah ditetapkan.
”Kami sudah menyampaikan laporan pada 14 Juli. Sesuai dengan aturan, cut off (batas akhir) pengiriman laporan untuk penanganan pandemi Covid-19 itu, kan, setiap tanggal 20,” ujar Beny, yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY.
Teguran Mendagri
Pernyataan Beny itu juga untuk menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang telah mengirimkan surat teguran kepada 19 pemerintah provinsi yang dinilai memiliki permasalahan dalam penyerapan anggaran kesehatan.
Pernyataan itu disampaikan Mendagri dalam konferensi pers evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada Sabtu (17/7/2021). Salah satu yang disebut mendapat surat teguran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu adalah Pemda DIY.
Beny menuturkan, hingga Senin siang dirinya belum menerima surat teguran tersebut. Apabila surat teguran itu sudah diterima, Pemda DIY akan mengirimkan jawaban secara tertulis kepada Kemendagri untuk menyampaikan bahwa pembayaran insentif nakes telah dilakukan hingga Juni 2021.
”Kami bisanya menjawab tertulis. Kan, kami tidak tahu beliau itu mendapatkan informasi lalu menegur itu cut off (berdasarkan data) tanggal berapa. Kalau kami, kan, melaporkan tanggal 14 Juli 2021,” ungkap Beny.
Sebelumnya, Tito Karnavian menyatakan, ada 19 provinsi yang memiliki permasalahan dalam penyerapan anggaran kesehatan. Salah satu anggaran yang penyerapannya bermasalah itu adalah anggaran untuk insentif nakes. Oleh karena itu, Tito telah mengirim surat teguran kepada 19 pemerintah provinsi bersangkutan (Kompas, 19/7/2021).
Sebanyak 19 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
”Bisa saja kepala daerah memang tak mengetahui persoalan realisasi anggaran penanganan Covid-19. Kami beberapa kali ke daerah banyak yang tidak tahu posisi saldonya seperti apa. Justru badan keuangan suatu daerah lebih memahami persoalan anggaran tersebut,” ujar Tito.