Varian Delta Ada di DIY sejak Juni, Diduga Turut Sebabkan Lonjakan Kasus
Varian Delta virus SARS-CoV-2 telah ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan varian yang pertama kali ditemukan di India itu diduga turut menyebabkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di DIY.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Hasil pemeriksaan yang dilakukan tim Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan, virus SARS-CoV-2 varian Delta telah ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan varian yang pertama kali ditemukan di India itu diduga turut menyebabkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di DIY selama beberapa pekan terakhir.
Keberadaan varian Delta di DIY itu diketahui berdasarkan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) yang dilakukan Kelompok Kerja (Pokja) Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM. Hasil pemeriksaan itu juga telah dimasukkan ke GISAID, bank data internasional yang berisi hasil pemeriksaan WGS virus SARS-CoV-2 dari banyak negara.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, pada Senin (5/7/2021), telah dilakukan pemeriksaan WGS terhadap 25 sampel atau spesimen pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di DIY. Dari 25 sampel itu, sebanyak 15 sampel berasal dari orang dewasa dan 10 sampel berasal dari anak-anak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan WGS, dari 25 sampel yang diperiksa, sebanyak 20 sampel merupakan varian Delta. Sebanyak 20 orang di DIY yang terinfeksi varian Delta itu terdiri dari 11 orang dewasa dan 9 anak-anak.
”Perlu kami sampaikan bahwa hasil pemeriksaan WGS terhadap 25 spesimen, yang terdiri atas 15 orang dewasa dan 10 anak-anak, mengindikasikan bahwa 20 orang telah terpapar varian Delta dengan rincian 11 kasus pada orang dewasa dan 9 kasus pada anak-anak,” ujar Sultan HB X dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/7/2021) petang.
Berdasarkan pengecekan Kompas di situs resmi GISAID, sebanyak 20 pasien di DIY yang terinfeksi varian Delta di DIY berusia 2 tahun hingga 66 tahun. Sebanyak empat pasien di antaranya merupakan anak balita, yakni dua orang berusia 2 tahun dan dua orang berusia 4 tahun.
Sultan menyatakan, hasil pemeriksaan WGS itu telah dilaporkan Dekan FKKMK UGM kepada Menteri Kesehatan pada Sabtu (10/7/2021). Sementara itu, Pemda DIY menerima informasi dari Kementerian Kesehatan pada Rabu (14/7/2021). ”Pemda DIY menerima laporan dan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan pada 14 Juli 2021,” ujarnya.
Sultan memaparkan, sampel-sampel yang dilakukan pemeriksaan WGS itu diambil dari para pasien positif Covid-19 pada Juni 2021. Sampel pasien positif Covid-19 yang dilakukan pemeriksaan WGS itu harus memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan Kemenkes. Salah satu kriteria pasien yang sampelnya dilakukan pemeriksaan WGS adalah orang yang baru datang dari negara lain.
Kriteria lainnya adalah berasal dari lokasi atau komunitas masyarakat tertentu yang mengalami penularan secara cepat dan telah menginfeksi kelompok yang sebelumnya tidak masuk kategori rentan, semisal anak-anak. Kriteria lainnya adalah orang yang sudah divaksin, tetapi terinfeksi Covid-19.
Selain itu, penyintas Covid-19 yang mengalami infeksi kembali juga termasuk dalam kriteria. Kriteria lainnya adalah pasien Covid-19 yang meninggal dengan penyakit penyerta berupa penyakit menular lain, misalnya HIV, TBC, dan sebagainya.
Lonjakan kasus
Berdasarkan data GISAID, sampel dari DIY yang terdeteksi sebagai varian Delta itu diambil pada periode 7-23 Juni 2021. Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM Gunadi menyatakan, hasil pemeriksaan itu menunjukkan varian Delta sudah ada di DIY sejak Juni 2021. Dia menyebut, keberadaan varian Delta di DIY itu diduga turut menyebabkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi sejak bulan lalu.
”Di mana-mana itu, kan, lonjakan kasus, antara lain, karena varian Delta. Jadi, saya kira, varian Delta termasuk salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia, termasuk DIY,” ungkap Gunadi.
Jadi, saya kira, varian Delta termasuk salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia, termasuk DIY. (Gunadi)
Hal ini karena varian Delta memang memiliki daya tular yang lebih tinggi dibandingkan virus SARS-CoV-2 yang belum mengalami mutasi. Menurut Gunadi, berdasarkan penelitian, varian asli virus SARS-CoV-2 memiliki R0 atau angka reproduksi 2,5. Artinya, satu orang yang terinfeksi virus tersebut bisa menularkan ke dua orang lebih.
Varian Delta memiliki angka reproduksi 7. Artinya, satu orang yang terinfeksi varian Delta bisa menularkan ke tujuh orang lain. Oleh karena itu, varian Delta jauh lebih menular dibandingkan dengan varian asli virus SARS-CoV-2.
Jika mengacu data GISAID, sebanyak 20 sampel di DIY yang kemudian diketahui sebagai varian Delta itu dikirim dari 10 tempat pengambilan sampel. Tempat pengambilan sampel itu bisa berupa puskesmas, rumah sakit, dan laboratorium.
Puskesmas pengirim sampel yang kemudian terdeteksi sebagai varian Delta adalah Puskesmas Gondokusuman II di Kota Yogyakarta; Puskesmas Depok I dan Puskesmas Ngemplak II di Kabupaten Sleman; serta Puskesmas Girisubo dan Puskesmas Karangmojo I di Kabupaten Gunungkidul.
Sementara itu, rumah sakit pengirim sampel yang terdeteksi sebagai varian Delta adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito dan Rumah Sakit Akademik UGM di Sleman serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati di Bantul.
Adapun laboratorium pengirim sampel yang kemudian diketahui sebagai varian Delta adalah Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta dan Laboratorium Kesehatan Daerah Bantul.