Persoalan Bisnis Ditengarai Ikut Hambat Pemenuhan Oksigen Medis di DIY
Pemenuhan kebutuhan oksigen medis di DIY tidak hanya terkendala oleh minimnya pasokan oksigen yang tersedia. Persoalan bisnis yang terkait dengan perusahaan penyedia oksigen juga turut menghambat pemenuhan oksigen.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemenuhan kebutuhan oksigen medis di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya terhambat minimnya pasokan. Persoalan bisnis yang berkaitan dengan perusahaan penyedia oksigen diindikasikan ikut menghambat pemenuhan kebutuhan oksigen medis di rumah sakit.
Persoalan bisnis itu dialami oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Mohammad Komarudin mengungkapkan, selama ini rumah sakit tersebut bekerja sama dengan sebuah perusahaan penyedia oksigen medis untuk menyuplai kebutuhan oksigen tabung.
Melalui kerja sama itu, perusahaan tersebut menyediakan ratusan tabung oksigen untuk dipakai di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam kondisi normal, tabung-tabung oksigen tersebut selalu diisi perusahaan yang telah bekerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Akan tetapi, Komarudin menyebut, beberapa waktu lalu, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terpaksa mengisi tabung-tabung tersebut dengan oksigen dari perusahaan lain. Pengisian oksigen dari perusahaan lain yang berlokasi di Tuban, Jawa Timur, itu terpaksa dilakukan karena RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sedang kesulitan mendapat pasokan oksigen.
”Beberapa waktu yang lalu, ketika kami krisis oksigen, kami harus gerak cepat untuk mengisi tabung-tabung itu. Lalu, kami isi tabung-tabung itu di Tuban,” ujar Komarudin saat dihubungi, Selasa (13/7/2021), di Yogyakarta.
Komarudin menjelaskan, agar tabung-tabung itu bisa segera diisi dengan oksigen, tim RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta harus berangkat langsung ke Tuban. Mereka menyewa truk untuk membawa tabung-tabung tersebut. Tim berangkat dari Yogyakarta pada Minggu (4/7/2021) malam dan tabung-tabung tersebut diisi keesokan harinya.
Namun, tindakan tersebut ternyata diprotes perusahaan penyedia oksigen yang telah bekerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Bahkan, Komarudin menyebut, perusahaan tersebut kemudian menarik sekitar 250 tabung oksigen yang biasa dipakai di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Penarikan itu dilakukan pada Sabtu (10/7/2021) dan Minggu (11/7/2021) lalu. ”Semua tabung punyanya dia ditarik. Jumlahnya sekitar 250 tabung. Ini yang membuat kami jadi berat,” katanya.
Ia mengaku tidak menyangka pengisian tabung oksigen oleh perusahaan lain itu akan jadi masalah. Apalagi, sebelum melakukan pengisian oksigen, ia mengaku telah menghubungi perusahaan yang bekerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta itu untuk meminta pasokan oksigen.
Namun, menurut Komarudin, perusahaan tersebut menyatakan tidak bisa mengirim pasokan oksigen dalam waktu cepat. Padahal, saat itu RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sedang berada dalam kondisi darurat karena pasokan oksigen semakin menipis.
Oleh karena itu, pihak rumah sakit mengambil keputusan segera mengisi tabung oksigen untuk menjaga keselamatan para pasien yang tengah dirawat dan sangat membutuhkan oksigen medis. ”Waktu itu, saya hanya memikirkan keadaan krisis. Jadi, saya harus menyelamatkan kebutuhan oksigen,” ujarnya.
Komarudin juga mengaku telah meminta maaf terhadap perusahaan penyedia oksigen yang bekerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Namun, tabung-tabung oksigen tersebut tetap ditarik. Padahal, tabung-tabung oksigen itu sangat penting sebagai cadangan apabila persediaan oksigen sentral di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta habis.
Membeli tabung
Setelah penarikan dilakukan, manajemen RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terpaksa membeli tabung oksigen dari pihak lain. Padahal, pada situasi seperti sekarang, pembelian tabung oksigen tidak mudah dilakukan karena ketersediaan minim. ”Beli tabung oksigen itu juga sudah susah sekarang. Selain harganya mahal, juga tidak mudah mencari stoknya,” ucap Komarudin.
Meski begitu, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta akhirnya berhasil mendapat sekitar 100 tabung oksigen. Untuk mengisi oksigen, tim RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta juga harus membawa tabung-tabung tersebut ke sebuah perusahaan di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pihak rumah sakit mengambil keputusan segera mengisi tabung oksigen untuk menjaga keselamatan para pasien yang tengah dirawat dan sangat membutuhkan oksigen medis.
”Kami beli tabung oksigen mengecer. Pertama dapat 60 unit, kemudian dapat lagi 30 unit, lalu dapat tambahan lagi sehingga totalnya dapat 100-an tabung. Lalu, kami isi sendiri ke daerah Sidoarjo,” ungkap Komarudin.
Pada Selasa (13/7/2021), Kompas telah mencoba menghubungi perwakilan perusahaan penyedia oksigen yang disebut bekerja sama dengan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Namun, perwakilan perusahaan itu tidak merespons permohonan wawancara yang dikirim melalui aplikasi Whatsapp. Panggilan telepon dari Kompas juga tidak direspons.
Ketua Satuan Tugas Oksigen DIY Tri Saktiyana mengatakan, setiap rumah sakit biasanya memang sudah menjalin kerja sama dengan perusahaan tertentu untuk memenuhi kebutuhan oksigen medis. Itulah kenapa di tangki atau tabung oksigen di rumah sakit biasanya tercantum nama perusahaan penyedia oksigen yang menjalin kerja sama.
”Di tangki oksigen ada nama pemilik atau merek supplier (pemasok) oksigen. Di situasi normal, enggak etis kalau (tangki) mereknya A lalu diisi dengan merek B,” ujar Tri yang juga menjabat sebagai Asisten Sekretaris Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan.
Dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, pengisian oksigen tidak harus dilakukan oleh perusahaan tertentu yang telah menjalin kerja sama dengan pihak rumah sakit.
Meski demikian, ia menegaskan, dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, pengisian oksigen tidak harus dilakukan oleh perusahaan tertentu yang telah menjalin kerja sama dengan pihak rumah sakit. Rumah sakit seharusnya dapat menerima pasokan oksigen dari mana saja. Namun, hal itu memang sebaiknya dikomunikasikan dengan perusahaan penyedia oksigen yang telah menjalin kerja sama.
”Ini harus mengubah mindset (pola pikir) karena terkait kondisi darurat. Kami sudah komunikasikan ke para supplier. Di tingkat pimpinan tertinggi supplier-nya mungkin sudah oke. Tapi di tingkat menengah dan operasional, itu perlu dikomunikasikan oleh pimpinannya,” kata Tri.