Aktivis Antikorupsi Pontianak Laporkan Peretasan, ”Doxing”, dan Teror Digital
Pegiat Aksi Kamisan Pontianak dan bagian dari Gerakan Rakyat Antikorpusi (Gertak) Kalimantan Barat, YS (26), melaporkan peretasan, teror digital, dan ”doxing” yang dialaminya ke kepolisian.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pegiat Aksi Kamisan Pontianak dan bagian dari Gerakan Rakyat Antikorpusi (Gertak) Kalimantan Barat, YS (26), menjadi korban peretasan, teror digital, dan doxing (pembongkaran dan penyebaran data pribadi). Ia melaporkan perihal ini ke Kepolisian Daerah Kalbar, Senin (7/6/2021).
Koordinator Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) Kalbar dan anggota Aliansi Gertak Kalbar, Dian Lestari, Rabu (9/6/2021), menuturkan, YS melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar. YS didampingi empat kuasa hukum dari tim Advokasi Antikorupsi.
Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyampaian keterangan oleh YS bahwa sejak Kamis (3/6/2021) akun Grab miliknya diretas, bahkan digunakan untuk melakukan pesanan palsu dan food bombing kepada YS.
YS juga mendapatkan upaya peretasan akun Whatsapp miliknya sehingga terpaksa mengganti nomor pada Jumat (4/6/2021). Namun, YS merasa sejak mengganti nomor akun Whatsapp, nomor yang lama tampak masih aktif sehingga YS meyakini nomor itu telah diretas.
Hal itu dikuatkan dengan bukti chat dari satu anggota Gertak yang menyatakan bahwa pada Sabtu (5/6/2021) pagi mendapati nomor tersebut masih aktif dan dapat menerima pesan Whatsapp. Dalam pemeriksaan terungkap, polisi menerima laporan bahwa nomor akun Whatsapp YS yang lama dan telah diretas tersebut sempat menyebarkan berita bohong, berbau SARA, dan ancaman kepada Sekolah Tinggi Katolik Negeri (STAKatN) Pontianak.
Terhadap hal tersebut, YS menyatakan kepada polisi bahwa bukan dia yang melakukannya. Dia menyatakan tidak mungkin menyebarkan hal tersebut kepada institusi Katolik karena YS adalah penganut agama Katolik. YS juga menuturkan bahwa teman-temannya tidak pernah mendapat pesan siaran (broadcast message) seperti itu darinya.
”Selain peretasan, YS juga mendapat teror berupa telepon yang berulang dan masif dari nomor-nomor tidak dikenal. Hal demikian membuat YS merasa terganggu dan merasa diteror,” ujar Dian.
Hal ini membuat YS memilih mengganti nomor gawai dan sementara waktu menonaktifkan gawai. Ia juga tidak tinggal di kediamannya lantaran merasa tidak aman. Kemudian, pada Selasa (8/6/2021), tiga rekan YS didampingi kuasa hukum telah memberikan keterangan kepada kepolisian terkait peretasan yang dialami YS.
Upaya peretasan dan teror digital berupa robocall juga dialami lima anggota aliansi Gertak lainnya pasca-aksi penyampaian pendapat menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (3/6/2021). Selain itu, menjelang dan pasca-aksi nonton bareng dan diskusi film karya Watchdoc berjudul The Endgame”, Sabtu (5/6/2021).
Pelaku peretasan membobol data digital YS, sedangkan dua rekan YS gagal diretas. Selain itu, dua orang lainnya yang merupakan narasumber nonton bareng dan diskusi film ditelepon puluhan nomor tidak dikenal secara terus-menerus. Satu orang ditelepon orang tidak dikenal.
”Kami dari aliansi Gertak meyakini serangan-serangan ini berkaitan erat dengan isu pelemahan KPK yang kami suarakan dan hanya dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki akses dan kemampuan. Kami mengimbau kepolisian mengungkap pelaku peretasan terhadap YS,” ujar Dian.
Dia menambahkan, berkaitan dengan pesan siaran yang disebar setelah peretasan itu jelas merupakan tuduhan yang keji hanya untuk melemahkan gerakan rakyat, gerakan antikorupsi, serta berusaha membenturkan sesama rakyat. Tindakan peretasan juga terjadi pada rumah produksi Watchdoc yang membuat film The Endgame. Pada Minggu (6/6/2021), akun Instagram Watchdoc diretas.
”Maka, kami meminta kepolisian mengungkap pelaku peretasan sebagai upaya penegakan hukum demi perlindungan keamanan terhadap masyarakat di dunia digital,” ujar Dian.
Terkait hal tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Komisaris Besar Donny Charles Go menuturkan, Ditreskrimsus Polda Kalbar saat ini sedang menangani kasus ujaran kebencian. Menurut dia, ada konten yang cukup sensitif. Kemudian, setelah dikembangkan, ternyata ujaran kebencian tersebut bersumber dari nomor telepon milik salah satu aktivis.
Donny mengatakan, kepolisian sudah mencoba mengklarifikasi. Ternyata, aktivis ini merasa nomor teleponnya diretas. Oleh karena itu, kepolisian sedang melakukan penyelidikan untuk membuktikan pengakuannya.
Terkait laporan yang masuk ke Polda Kalbar berkaitan dengan peretasan sedang dipelajari. ”Sementara itu yang bisa kami jelaskan,” ujar Donny.