Selidiki Dugaan Korupsi Rp 5,2 Miliar di Dinas PUPR Mentawai
Koalisi masyarakat sipil yang menamakan diri sebagai Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumatera Barat mendesak aparat penegak hukum segera memproses kasus dugaan korupsi Rp 5,2 miliar di Dinas PUPR Kepulauan Mentawai.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Koalisi masyarakat sipil yang menamakan diri Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumatera Barat mendesak aparat penegak hukum segera memproses kasus dugaan korupsi Rp 5,2 miliar di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kepulauan Mentawai. Pengembalian sebagian kerugian negara dan penonaktifan pejabat terlibat tidak menghapuskan pertanggungjawaban atas dugaan tindak pidana korupsi.
Dugaan korupsi itu termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 06/LHP/XVIII.PDG/01/2021. BPK menemukan kejanggalan penggunaan anggaran Rp 5.293.783.750 pada kegiatan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan dan Pembangunan Jalan Desa Strategis tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Juru bicara Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumbar, Heronimus Eko Pintalius Zebua, di Padang, Senin (7/6/2021), mengatakan, alokasi anggaran untuk kedua kegiatan tersebut Rp 10.070.000.000. Dari LHP BPK, yang dapat dibuktikan penggunaannya untuk kegiatan cuma Rp 3.332.216.250 dan Rp 1.444.000.000 dikembalikan ke kas daerah.
”Ditemukan selisih sebesar Rp 5.293.783.750 yang diduga fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai,” kata Eko, yang juga Ketua Forum Mahasiswa Mentawai Sumbar itu.
Adapun Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumbar ini terdiri dari Yayasan Citra Mandiri (YCM) Mentawai, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas (Unand), Pusat Pengkajian Bung Hatta Antikorupsi (BHAKTI) Universitas Bung Hatta, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), dan Perkumpulan Qbar.
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumbar, Forum Mahasiswa Mentawai (FORMMA) Sumbar, Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (PHP) Unand, serta Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM&PK) Unand.
Eko melanjutkan, koalisi menduga pihak-pihak terkait telah menyalahgunakan wewenangnya dengan beberapa cara. Pertama, memotong 20 persen setiap tahapan pencairan dana swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan serta pembangunan jalan desa strategis itu.
Selama kegiatan, kata Eko, ada 11 kali pencairan anggaran dengan total Rp 10.070.000.000. Dari pemotongan 20 persen setiap pencairan itu, pihak-pihak terkait diduga telah memanipulasi anggaran Rp 2.014.000.000.
Cara kedua, melakukan pembayaran fiktif yang didukung pemalsuan dokumen. Dalam laporan keuangan kegiatan itu, disebutkan uang sudah dibayarkan Rp 2 miliar. Rinciannya, Rp 40 juta dibayarkan kepada pelaksana lapangan Pulau Siberut, Rp 1,650 miliar ke pelaksana lapangan Pulau Sipora, Rp 190 juta ke pelaksana lapangan Pulau Pagai Utara, dan Rp 120 juta ke pelaksana lapangan Pulau Pagai Selatan.
Ditemukan selisih Rp 5.293.783.750 yang diduga fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai. (Heronimus Eko Pintalius Zebua)
Akan tetapi, ketika dimintai keterangan oleh BPK, kata Eko, seluruh pelaksana lapangan membantah telah menerima uang panjar kegiatan tersebut. Pelaksana lapangan menyatakan tanda tangan mereka dipalsukan atau menandatangani kuitansi pembayaran fiktif karena diminta oleh Kepala Dinas PUPR.
Cara ketiga, kata Eko, adalah pemberian hadiah oleh pelaksana lapangan dalam bentuk uang dan barang kepada Kepala Dinas PUPR Kepulauan Mentawai sebesar Rp 67,5 juta.
Dari ketiga cara itu, lanjut Eko, baru Rp 4.081.500.000 dari penyalahgunaan Rp 5.293.783.750 yang dapat ditelusuri. Sisanya, Rp 1.212.283.750 belum ditemukan sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Menurut Eko, pihak-pihak yang teridentifikasi menerima aliran dana berdasarkan LHP BPK adalah Kepala Dinas PUPR, yang mengaku menerima uang Rp 774,5 juta dan sejumlah lainnya yang tidak diingat besarannya. Uang tersebut, antara lain, digunakan kepala dinas untuk membeli sarang burung wallet dan tanah milik pribadi di Sikakap.
Penerima lainnya, kata Eko, adalah Kepala Badan Keuangan Daerah Mentawai sebesar Rp 400 juta, yang menurut keterangan Kepala Dinas PUPR dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), pemberian ini terkait dengan keperluan pengurusan anggaran dan pencairan anggaran kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan serta pembangunan jalan desa strategis tahun anggaran 2020. Penerima lainnya PPK sebesar Rp 200 juta.
Dari tiga penerima yang teridentifikasi itu, baru Rp 1.374.500.000 yang jelas alirannya. Masih ada selisih Rp 3.919.283.750 lagi yang mengalir ke pihak-pihak lain yang belum teridentifikasi. Pihak-pihak tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
”Kami mendesak aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan Tinggi Sumbar, maupun Polda Sumbar untuk melakukan proses hukum atas dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan serta pembangunan jalan desa strategis tahun anggaran 2020 di Kabupaten Kepulauan Mentawai,” ujar Eko.
Koalisi juga mendesak DPRD Kepulauan Mentawai membentuk panitia khusus hak angket untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam manipulasi dan menerima aliran dana pada kegiatan tersebut. Bupati sebagai pengguna anggaran juga didesak melaporkan kepala dinas PUPR dan pihak terkait lainnya ke aparat penegak hukum.
Legal officer Yayasan Citra Mandiri (YCM) Mentawai, Surya Purnama, mengatakan, dari total anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya itu, Rp 690 juta memang sudah dikembalikan ke kas daerah, yaitu Rp 450 juta oleh Kepala BKD dan Rp 240 juta oleh Kepala Dinas PUPR. Masih ada sekitar Rp 4,6 miliar lagi yang perlu dipertanggungjawabkan.
Menurut Surya, bupati juga telah menonakftifkan Kepala Dinas PUPR Kepulauan Mentawai Elfi serta PPTK dan PPK atas kasus ini. ”Namun, kalau kita bicara soal dugaan tindak pidana korupsi, pengembalian kerugian keuangan negara dan penonaktifan itu tidak menghilangkan pertanggungjawaban tindak pidananya,” ujarnya.
Penyalahgunaan anggaran tersebut telah melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 12E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Aturan lainnya yang dilanggar adalah Pasal 55, Pasal 263, Pasal 368, dan Pasal 423 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Secara terpisah, Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet mengatakan, pemkab sudah memproses temuan dalam LHP BPK itu secara hukum. ”Kan, sekarang sudah diproses. Tanya ke pihak kepolisian,” ujarnya singkat.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, ia belum memonitor kasus tersebut. ”Saya cek dulu, nanti saya kabari,” ujarnya.