Polda Selidiki Dugaan Penyalahgunaan Dana Covid-19 di BPBD Sumbar
Kepolisian Daerah Sumatera Barat masih menyelidiki dan meminta keterangan beberapa orang terkait dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 di BPBD Sumbar. Dua orang staf BPBD Sumbar sudah dimintai keterangan.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Barat masih menyelidiki dan meminta keterangan beberapa orang terkait dugaan penyalahgunaan dana penanganan pandemi Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat. Dua orang staf lembaga itu sudah dimintai keterangan.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Bayu Satake Setianto, Jumat (3/12/2021), mengatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar sudah memanggil beberapa orang terkait kasus ini.
”Sementara ini, ada dua orang yang sudah kami mintai keterangan. Keduanya staf BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Sumbar,” kata Satake, ketika dihubungi, Jumat siang.
Menurut Satake, Ditreskrimsus juga berencana memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan, termasuk Kepala Pelaksana BPBD Sumbar. Selain itu, anggota Panitia Khusus Covid-19 DPRD Sumbar juga akan dimintai keterangan.
Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Sumbar Komisaris Agung B, dalam siaran pers, Kamis (11/3/2021), mengatakan, pihaknya mengumpulkan sejumlah dokumen dari BPBD Sumbar dan dokumen notulensi Pansus Covid-19 DPRD Sumbar.
Dalam menghadapi kasus ini, lanjut Agung, Ditreskrimsus ingin mengurutnya satu per satu mulai dari dokumen, keterangan saksi, dan ahli mulai dari ahli pidana hingga ahli tindak pidana korupsi. ”Kami juga melibatkan pihak eksternal. Dalam setiap tahapan proses, akan selalu kami lakukan gelar perkara,” kata Agung.
Terkait informasi kerugian negara Rp 4,91 miliar yang sudah dikembalikan, Agung mengatakan akan meminta buktinya terlebih dahulu. Kemudian, polisi mengevaluasi melibatkan ahli pidana dan ahli tindak pidana korupsi. ”Kami gelar perkara lagi, apakah perbuatan ini tercukupi atau tidak tindak pidana korupsinya,” ujar Agung.
Kami gelar perkara lagi, apakah perbuatan ini tercukupi atau tidak tindak pidana korupsinya. (Agung B)
Sebelumnya, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Sumbar terdapat setidaknya dua jenis temuan pelanggaran, yaitu indikasi pemahalan harga pengadaan sanitasi tangan (hand sanitizer) dan adanya transaksi pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pada pengadaan sanitasi tangan ada indikasi pemahalan harga untuk ukuran 100 mililiter Rp 1,872 miliar dan pemahalan harga untuk ukuran 500 mililiter Rp 2,975 miliar. Selain itu, ada pula kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan (masker, pistol termometer, dan sanitasi tangan) senilai Rp 63 juta. Total kerugian negara sekitar Rp 4,91 miliar.
Adapun untuk transaksi pembayaran yang tak sesuai ketentuan ditemukan potensi penyalahgunaan dana dari pembayaran tunai pada penyedia dan pembayaran kepada orang-orang yang tak dapat diidentifikasi sebagai penyedia senilai Rp 49,280 miliar. Pembayaran tunai itu tak sesuai Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 2/INST-2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Nontunai.
DPRD Sumbar sudah membentuk Pansus Covid-19 untuk menelusuri LHP BPK tersebut pada 17-26 Februari 2021. Dari hasil kerja pansus, DPRD Sumbar mengeluarkan lima rekomendasi, salah satunya meminta BPK melakukan audit lanjutan terhadap penggunaan dana Rp 49,280 miliar itu.
Pansus mencurigai ada kemungkinan penyalahgunaan pada anggaran Rp 49 miliar itu sebagaimana yang terjadi pada pengadaan sanitasi tangan senilai Rp 4,91 miliar.
Kepala Subbagian Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Sumbar Rita Rianti, Jumat, mengatakan, BPK masih memproses rekomendasi dari DPRD Sumbar. ”Tindak lanjutnya lagi diproses di BPK,” kata Rita, secara tertulis.
Pegiat antikorupsi, Feri Amsari, mendorong agar dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 di BPBD Sumbar ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Pengembalian uang Rp 4,91 miliar hasil pemahalan pengadaan barang tidak menggugurkan perkara.
”Temuan itu merupakan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat pihak-pihak terkait,” kata Feri, yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas.