KPK Analisis Dugaan Penyalahgunaan Dana Covid-19 BPBD Sumbar
KPK telah menerima laporan dari Masyarakat Antikorupsi Sumbar terkait dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid-19. Laporan itu akan dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah termasuk wewenang KPK atau tidak.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menerima dan segera menganalisis laporan Masyarakat Antikorupsi Sumatera Barat terkait temuan dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Barat. Adapun Kepolisian Daerah Sumbar telah meminta keterangan empat orang, termasuk kepala pelaksana lembaga itu.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron di Padang, Kamis (18/3/2021), mengatakan, komisi telah menerima laporan dari Masyarakat Antikorupsi Sumbar. Laporan itu akan dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah termasuk wewenang KPK atau tidak.
”Kami menerima laporan itu, tetapi belum menganalisisnya, apakah itu dugaan tindak pidana korupsi atau tidak. Kemudian, apakah itu wewenang KPK atau tidak. Kalau ternyata korupsi dan ternyata bukan wewenang KPK, tentu kami limpahkan ke Kajati atau Kapolda untuk ditindaklanjuti,” kata Ghufron di sela-sela kunjungannya ke Padang, Kamis.
Ghufron melanjutkan, laporan itu nantinya dianalisis, lalu berlanjut dengan penyelidikan apakah ada dugaan tindak pidana. Kemudian, apakah tindak pidana itu termasuk korupsi atau tidak. Jika korupsi, proses berlanjut dengan penyidikan untuk mencari alat bukti dan tersangkanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar Anwarudin Sulistiyono mengatakan, kejaksaan tetap memantau kasus yang sedang ditindaklanjuti Polda Sumbar ini. ”Kami tetap memantau. Tetapi, ini sudah mulai dimintai keterangan di polda, jadi kami tunggu itu. Kami juga ada nota kesepahaman, instansi yang sudah melangkah terlebih dahulu, itu yang harus kami ikuti,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Bayu Satake Setianto menyampaikan, polisi sedang dalam proses pengumpulan bahan dan keterangan terkait kasus ini. Empat orang sudah dimintai keterangan, termasuk Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Erman Rahman.
”Senin (15/3/2021), kami telah memintai keterangan Kalaksa BPBD Sumbar. Total semuanya sudah ada empat orang. Selain dari BPBD, ada juga anggota DPRD Sumbar. Nanti, sebelum gelar perkara, juga akan ada permintaan keterangan kepada ahli pidana dan ahli pidana korupsi,” kata Satake.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Sumbar terdapat setidaknya dua jenis temuan pelanggaran di BPBD Sumbar, yaitu indikasi pemahalan harga pengadaan sanitasi tangan (hand sanitizer) dan adanya transaksi pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pada pengadaan sanitasi tangan ada indikasi pemahalan harga untuk ukuran 100 mililiter Rp 1,872 miliar dan pemahalan harga untuk ukuran 500 mililiter Rp 2,975 miliar. Selain itu, ada pula kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan (masker, pistol termometer, dan sanitasi tangan) senilai Rp 63 juta. Total kerugian negara sekitar Rp 4,91 miliar.
Dugaan tindak pidana dalam temuan itu harus diusut oleh aparat penegak hukum. (Charles Simabura)
Adapun untuk transaksi pembayaran yang tak sesuai ketentuan ditemukan potensi penyalahgunaan dana dari pembayaran tunai pada penyedia dan pembayaran kepada orang-orang yang tak dapat diidentifikasi sebagai penyedia senilai Rp 49,280 miliar. Pembayaran tunai itu tak sesuai Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 2/INST-2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Nontunai.
Sebelumnya, koalisi yang mengatasnamakan diri sebagai Masyarakat Antikorupsi Sumbar melaporkan dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 di BPBD Sumbar kepada KPK pada Selasa (16/3/2021) malam. Koalisi tersebut terdiri dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Pusat Pengkajian Bung Hatta Antikorupsi (BHAKTI) Universitas Bung Hatta, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), LBH Padang, Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Perkumpulan Qbar, serta Lembaga Kajian Hukum dan Korupsi (Luhak) Universitas Muhammadiyah Sumbar.
Perwakilan Masyarakat Antikorupsi Sumbar, Charles Simabura, Kamis, mengatakan, koalisi mendorong dan mendesak aparat penegak hukum, termasuk KPK, mengusut tuntas kasus dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 itu. Perkara itu tidak selesai hanya dengan daerah menindaklanjuti rekomendasi BPK. Pengembalian kerugian uang negara tidak menghilangkan aspek untuk dapat dituntut secara pidana.
”Terkait dugaan penyimpangan yang direkomendasikan BPK sebanyak Rp 4,9 miliar itu, patut diduga telah terjadi pelanggaran ataupun penyimpangan. Tidak hanya aspek hukum administrasi, tetapi juga ada dugaan kerugian uang negara dalam ranah hukum pidana,” kata Charles.
Peneliti PUSaKO Unand itu melanjutkan, dalam temuan BPK tersebut, ada konflik kepentingan serta upaya untuk menguntungkan dan memperkaya orang lain dengan menaikkan harga pengadaan sanitasi tangan oleh BPBD Sumbar. Jadi, dugaan tindak pidana dalam temuan itu harus diusut oleh aparat penegak hukum.
Menurut Charles, dalam kasus ini, KPK bisa menjalankan dua fungsinya. Pertama, KPK dapat melakukan supervisi terhadap perkara yang ditangani oleh penegak hukum lain, seperti kepolisian dan kejaksaan, agar kasus ditindaklanjuti dengan serius.
”Kedua, jika seandainya aparat itu tidak bekerja baik atau tidak menindaklanjuti, kami minta KPK melakukan penyelidikan sendiri. Bukti awalnya LHP BPK. Secara kualifikasi, perkara ini memenuhi syarat untuk ditangani KPK, yaitu angkanya Rp 4,9 miliar, melibatkan penyelenggara negara, ada dugaan kerugian uang negara, dan ada dugaan penyalahgunaan wewenang,” tuturnya.
Charles mengharapkan kepolisian serius dalam menindaklanjuti kasus ini. Dugaan penyalahgunaan dana bencana menjadi atensi Presiden Joko Widodo. Begitu pula dengan Kepala Polri, yang telah membuat nota kesepahaman (MoU) terkait pengawasan terhadap penggunaan dana bencana.
”Dugaan korupsi ini bukan dalam situasi biasa, tetapi dalam kondisi bencana dan darurat. Aparat penegak hukum harus tegas, jangan sampai bermain-main, tidak mengusut kasus ini sampai tuntas,” kata Charles.