Dugaan Kekerasan Seksual di SMA Batu, DPRD dan Pemprov Jatim Turun Tangan
Buntut dari pelaporan dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah ternama di Kota Batu oleh alumni yang didampingi Komnas Perlindungan Anak ke Polda Jatim, Komisi E DPRD Jatim meminta pihak sekolah lebih terbuka.
Oleh
DEFRI WERDIONO DAN AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
BATU, KOMPAS — Komisi E DPRD Jawa Timur dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur turun tangan dalam kasus dugaan kekerasan seksual di SMA SPI Batu. DPRD menilai perlu ada evaluasi dan skema penyelamatan agar kegiatan pembelajaran di sekolah itu masih bisa berjalan.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu pendiri SMA SPI di Batu dilaporkan oleh Komnas Perlindungan Anak karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah siswanya, Sabtu (29/5/2021). Kasus itu kini ditangani Kepolisian Daerah Jatim.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih mengatakan, upaya penegakan hukum harus dijalankan sambil menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Namun, pihaknya juga meminta pihak sekolah untuk tidak takut membantu aparat penegak hukum.
”Mereka (pengurus sekolah) tidak perlu takut meski secara relasi kuasa, pengurus sekolah berada di bawah orang yang saat ini menjadi terduga pelaku. Kami semua berada di belakang pengelola yang lain,” kata Hikmah seusai mengunjungi SMA SPI, di Batu, Jatim, Rabu (2/6/2021) sore.
Ikut bersama rombongan Komisi E, perwakilan dari Pemprov Jatim, antara lain Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Ramliyanto; Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jatim Andrianto; serta pihak Pemerintah Kota Batu. Kunjungan itu berlangsung tertutup dan awak media dilarang masuk ke area sekolah oleh petugas satpam.
Sebelum mengunjungi SMA SPI, Komisi E DPRD Jatim dan rombongan lebih dulu bertemu dengan Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko di Balai Kota Among Tani. Dari pertemuan ini, baik DPRD Jatim, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Batu sepakat berdiri di atas kepentingan korban.
Hikmah menambahkan, soal skema penyelamatan sekolah, pihaknya telah meminta Pemkot Batu berkomunikasi dengan pengelola sekolah (selain terduga pelaku) untuk memikirkan masa depan sekolah tersebut. Hal ini penting dilakukan karena SPI dikelola dengan biaya tidak murah, berstatus boarding school, dan gratis.
Komisi E juga sudah berkoordinasi dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Komnas PA meminta DPRD Jatim membantu dari sisi proses pembuktian (hukum). Komisi E telah meminta Pemprov Jatim memfasilitasi kedatangan para pelapor ke penyidik di Kepolisian Daerah (Polda) Jatim karena banyak di antara mereka berasal dari luar daerah.
Jumlah pelapor kasus dugaan kekerasan seksual itu terus bertambah. Jika pada tahap awal ada 12 pelapor, maka hari ini bertambah 9 orang lagi sehingga total mencapai 21 orang. Mereka semua merupakan alumnus SPI.
”Dalam konteks pembuktian ini, kami menyarankan kepada para alumni untuk tidak takut melapor. Tujuannya agar kasus ini segera selesai,” ucap Hikmah.
Kepolisian Daerah Jawa Timur kini membuka saluran pengaduan atau hotline untuk kasus-kasus dugaan kejahatan seksual. Pembukaan ini salah satu tindak lanjut penanganan perkara dugaan kejahatan seksual di SMA SPI.
Untuk nomor telepon hotline dimaksud ialah 0821 6660 92, 0852 3410 8323, atau 0812 3475 6549. Seluruh pengaduan tentang kasus-kasus kejahatan seksual, terutama yang sedang ditangani yang terjadi di SMA SPI, bisa diadukan ke nomor-nomor tadi. Polda Jatim menjamin kerahasiaan identitas pelapor melalui saluran tersebut.
”Saluran pengaduan ini untuk menampung semua laporan dan aspirasi untuk penanganan perkara yang sedang ditempuh,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko, di Surabaya, Rabu (2/6/2021).
Tim penyidik telah melaksanakan gelar perkara awal dan mendatangi SMA SPI. ”Kami juga menempuh pemeriksaan, terutama dari pelapor dan saksi-saksi korban,” kata Gatot.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Jatim Andrianto menambahkan, para pelapor sudah didampingi melalui Pusat Pelayanan Terpadu di RS Bhayangkara Surabaya.
”Meski mereka sudah dewasa, tetap kami dampingi. Semua pelapor adalah alumni, tidak ada yang siswa. Memang, saat peristiwa terjadi mereka masih anak-anak,” ucapnya.
Evaluasi
DPRD Jatim juga meminta Dinas Penddikan Provinsi Jatim; Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Jatim; serta Dinas Tenaga Kerja Jatim untuk kembali datang ke SPI guna melakukan evaluasi.
”Sekolah dengan model seperti ini (sambil bekerja di sekolah) baru bagi kami. Kami harus melakukan telaah dan standardisasi kira-kira sekolah model kayak gini boleh memberikan pembebanan kerja seperti apa (kepada alumni yang masih anak-anak dan dewasa)? Agar tidak masuk ke ranah pekerjaan terburuk bagi anak,” katanya.
Saat ini, di dalam asrama SPI ada 80 orang. Sisanya melakukan pembelajaran daring lantaran masih pandemi. Adapun jumlah total penghuni asrama 240 orang, yang mana sekitar 100 orang merupakan alumni yang tinggal sukarela untuk melanjutkan bisnis di tempat itu, salah satunya di bidang perhotelan.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Jatim Ramliyanto mengatakan ada tiga hal yang dilakukannya. Pertama, berkoordinasi dengan pihak sekolah guna menjamin keberlangsungan proses belajar-mengajar. ”Bersama Dinas Pendidikan Kota Batu, kami jamin agar anak-anak tidak takut, trauma, dan memiliki semangat belajar,” ucapnya.
Dinas Pendidikan Jatim juga akan melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan kurikulum di tempat itu. Jika ada hal yang menyimpang dari aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan dilakukan evaluasi dan diperbaiki, misalnya terkait proporsi ekstrakurikuler dan sebagainya.
”Selama ini sebenarnya evaluasi sudah dilakukan. Dan, terkait kurikulum sejauh ini tidak ada pelanggaran. Apa yang dilakukan SMA SPI merupakan sekolah double track—sesuai program Pemprov Jatim—yakni SMA dengan kurikulum reguler 2013, tetapi siswanya juga diberi tambahan keterampilan teknis,” katanya.
Apa yang ada di SPI, lanjut Ramliyanto, berlangsung seperti halnya boarding school pada umumnya. Di tempat itu terdapat bapak/ibu asrama, kepala sekolah, mentor, dan lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SMA PSI belum memberikan keterangan. Saat didatangi, petugas keamanan tak mengizinkan wartawan untuk masuk menemui kepala sekolah atau pengurus. Kepala sekolah juga tak membalas telepon dan pesan dari Kompas.
Sebelumnya, kuasa hukum pihak sekolah, Recky Bernardus & Partner’s, dalam siaran pers yang diberikan kepada awak media, menanggapi tuduhan yang disangkakan kepada JPE terkait kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi.
Recky menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti semua proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pihaknya juga meminta semua pihak dapat menghormati proses hukum yang berjalan dengan tidak mengeluarkan pendapat atau opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kliennya.