Akhir Misteri Sosok Paling Dicari Se-Sulawesi Utara
Lelaki setengah abad bertubuh gempal itu sudah dinantikan ratusan warga di jalan raya Desa Koha, Minahasa. Katanya, pria itu telah membunuh Marsela Sulu (13), bocah perempuan yang sepekan sebelumnya ditemukan tewas.
Lelaki setengah abad bertubuh gempal itu sudah dinantikan ratusan warga di jalan raya Desa Koha, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Jumat (28/5/2021) siang. Hampir dua jam mereka ngotot bertahan meski hujan mulai turun. Soalnya, bisa jadi itulah satu-satunya kesempatan melihat langsung dari dekat orang paling dicari se-Sulawesi Utara sepekan terakhir.
Sekitar pukul 12.00 Wita, yang ditunggu akhirnya muncul. Sekelompok polisi menggotongnya keluar dari kerapatan perkebunan lembah desa. Warga menyambut dia seperti maling kena cokok sehabis lama buron.
”Wuuuuuuu!” seru mereka dalam nada mengejek. Beberapa orang yang lain berteriak, ”Bakar jo! Bakar!” sambil cekikikan. Mereka mengangkat ponsel tinggi-tinggi, menyorotkan kameranya kepada laki-laki itu.
Namun, di depan kepungan nafsu amarah massa, pria itu diam saja. Ketika dinaikkan ke bak mobil pikap tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Sulut, ia diam saja. Ia juga diam saja ketika untuk kesekian kalinya ratusan warga menyorakinya, ”Wuuuuuuu!” mengiringi kepergiannya dalam kawalan polisi-polisi berpenampilan sipil.
Mayat memang sepatutnya bergeming. Cemooh dan caci maki warga berlalu terbasuh hujan. Pada pangkal tali tambang yang melilit leher, telah ia serahkan nyawanya kepada maut. Tak perlulah ia menanggung malu hidup-hidup, cukup dari dalam kedap kantong jenazah oranye yang membungkusnya.
Pria berbadan besar itu bernama FK. Warga menyebut FK menjabat Kepala Urusan Pembangunan Desa Koha. Tetapi, papan informasi pemerintah desa mencatatnya sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan. Nama FK langsung dihilangkan dari papan tersebut semenjak jenazah itu dievakuasi polisi.
Menghilang
Seminggu lalu, Jumat (21/5/2021), Desa Koha digemparkan tewasnya seorang bocah perempuan bernama Marsela Sulu (13). Jenazah anak itu ditemukan dalam sebuah karung di bawah sebuah pohon pala di perkebunan warga.
Edi Sulu (51), ayah Marsela, mengaku tak sanggup melihat keadaan putrinya yang terluka parah di kepala setelah jadi korban pemerkosaan. Saat memegang kepalanya, ”Rasanya seperti menekan betis, lembek,” kata Edi sambil menekan-nekan betisnya sendiri, ketika ditemui, Minggu (23/5/2021).
Marsela hilang sejak Selasa (18/5/2021) malam setelah pamit pada Edi untuk membeli jajanan tak jauh dari rumahnya. Beberapa warga mengaku melihat bocah itu diangkut FK ke dalam mobil pikap desa. Ada juga yang mengaku melihat FK bergelagat mencurigakan, menyetir mobil dengan satu tangan sementara tangan yang lain menekan sesuatu di sampingnya agar tidak tampak.
Karenanya, Edi sempat menanyakan keberadaan putrinya kepada FK. ”Dia mengaku mengantar anak saya pulang ke rumah kepala lingkungan dekat sini. Dia bilang pakai sepeda motor,” kata Edi.
Kesaksian dan kecurigaan Edi serta warga lain tak lantas langsung menjadikan FK tersangka pembunuh Marsela. Polisi bahkan hingga detik ini belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka, hanya menyebut FK ”terduga”. Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Elvianus Laoli mengatakan, bukti-bukti yang ia dapatkan sangat kurang. Pengungkapan kasus jadi lamban.
Baca juga: Misteri Pembunuhan Marsela Sulu, Bocah Kesayangan Desa Koha
Setelah pertemuan dengan Edi, FK menghilang. Denny Tiwang (64), warga setempat, mengatakan, FK tidak masuk kantor sejak Kamis (20/5/2021). Sebagai kepala urusan pembangunan desa, seharusnya dia rutin mengawasi proyek talut yang sedang berlangsung. ”Sejak itu dia tidak muncul lagi,” ujarnya.
Selagi hilang di dunia nyata, wajah FK bertebaran di dunia maya. Beberapa akun Instagram informasi seputar Manado dan Sulut mengunggah foto wajah FK dengan caption (keterangan) yang menuduhnya sebagai pembunuh Marsela, meski secara hukum ia belum resmi tersangka.
Tak butuh waktu lama, FK menjadi meme. Videonya ketika berjoget di acara desa tersebar. Ia bahkan mendapat nama beken: Pak Pala, mengacu pada jabatannya terdahulu sebagai kepala lingkungan.
Profil Facebook-nya pun tak lolos dari gerudukan warganet. Komentar-komentar kasar kini muncul di foto-foto yang diunggah FK. Tak satu pun komentar itu terbalas. FK, ayah dua anak sekaligus kakek bagi tiga cucu itu, benar-benar bak ditelan bumi.
Membusuk
Sonny Rory (49) dan James Moningka (50) tak pernah bermaksud mencari FK yang hilang. Jumat pagi itu, mereka turun ke sungai di lembah perkebunan Desa Koha hanya untuk melihat dan membetulkan pipa air yang tersumbat. Saat itulah mereka mencium bau busuk yang kuat dan menyengat.
Itu tas dan sandal yang biasa dipakai dia (FK), kami yakin sekali.
Keduanya sepakat untuk mencari sumber aroma itu. Semakin dekat, bau kematian itu semakin kuat. Di dekat sumber bau, mereka menemukan sebuah tas biru tergantung di pohon dan sandal hitam di tanah. ”Itu tas dan sandal yang biasa dipakai dia (FK), kami yakin sekali,” kata Sonny.
Pemiliknya memang tak jauh dari situ. Sesosok tubuh gempal tergantung di bawah dahan pohon. Lehernya terlilit tali tambang yang tegang. Kakinya seperti tergelincir di tanah yang miring dan licin di tepi sungai. Sekujur tubuhnya hitam, kepalanya hanya menyisakan tengkorak hitam saja. Mayat itu sudah busuk.
Perkiraan tim forensik Polda Sulut, mayat itu sudah tiga hari tergantung di bawah pohon, mungkin juga lebih. ”Kami langsung telepon ke polisi yang jaga di desa kami. Kabarnya langsung menyebar ke warga,” ujar Sonny lagi.
Kepala Bagian Operasi (Kabagops) Polresta Manado Komisaris Thommy Aruan menyimpulkan, tas beserta isinya dan sandal yang ditemukan, ditambah perawakan dan baju jenazah, memastikan jenazah itu memang FK. Demikianlah bermula kehebohan warga pada Jumat siang itu.
Agak jauh dari kerumunan itu, Edi, ayah mendiang Marsela, mengamati proses evakuasi jenazah. Ia melihat pula bagaimana warga menyoraki jenazah itu sambil menutup hidung agar bau busuk tak menyelinap.
Baca juga: Laki-laki Gantung Diri di Desa Koha, Diduga Pembunuh Marsela Sulu
Edi tidak setuju dengan ide agar mayat itu dibakar saja. Sudah waktunya mayat itu diserahkan ke pihak yang berwajib. Pun seandainya FK—yang diyakini warga sebagai pelaku—ditangkap hidup-hidup, Edi akan tetap menginginkan proses hukum pidana berjalan sebagaimana mestinya.
”Katanya, pelaku kejahatan seperti ini bisa dihukum mati. Seandainya kenyataannya begitu, yang penting tanggung jawabnya bukan ada pada saya, tetapi pemerintah. Yang penting sudah sesuai hukum,” kata Edi berandai-andai.
Edi masih diliputi kabut kedukaan. Namun, ia mengaku telah melalui proses spiritual selama sepekan terakhir. Buahnya adalah pengampunan bagi FK yang ia yakini telah melecehkan dan membunuh Marsela. Ia juga mengaku sudah merelakan kepergian putri keenamnya itu. ”Saya sudah memaafkan dia (FK) dan keluarganya. Saya sudah ikhlas,” kata Edi.
Lagi-lagi, Edi mengambil foto Marsela yang tergantung di dinding batako rumahnya. Ia menatapnya, lalu bercerita lagi soal betapa si gadis kecil disayangi semua warga desa. Ayah tujuh anak itu bertanya-tanya, siapa yang tega menghilangkan nyawa anak semenggemaskan Marsela.
”Dia (FK) itu sudah ada cucu. Saat dia lakukan kejahatan itu ke anak saya, apa dia tidak teringat cucunya? Mungkin binatang dan setan sudah merasuki pikirannya,” kata Edi, yang masih terus berusaha membesarkan hatinya.
Tutup pintu
Sekitar 200 meter dari rumah Edi, Tine Wuwung (46) termenung di rumahnya sambil mengipasi diri. ”Sejak Kamis (20/5/2021) malam setelah kejadian (Marsela hilang), dia (FK) memang sudah tidak pulang ke rumah,” katanya. Selama itu pula ia membiarkan suaminya itu hilang.
Kehidupan rumah tangga Tine dengan FK selama ini, menurut dia, rukun dan baik-baik saja. Di Facebook-nya, FK menampilkan diri sebagai sosok yang religius sekaligus penyayang keluarga. Selain foto-foto di gereja, FK juga mengunggah foto-foto Tine, anak, serta cucu-cucunya. ”Hubungan kami semua baik-baik, rukun,” ujar Tine.
Namun, kini Tine ogah menerima jenazah FK di rumahnya. ”Jangan dibawa ke rumah saya. Terserah mau dibawa ke mana, dikubur ke mana, pokoknya saya tidak mau dia dibawa ke sini. Pintu rumah saya tertutup,” katanya.
Tine tidak mau berkomentar lebih banyak. Ia buru-buru menghentikan pembicaraan, lalu menutup pintu rumahnya.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Tak Surutkan Kejahatan pada Anak
Kejahatan FK kini harus dipastikan lewat penyelidikan forensik. Jika sudah terbukti dari hasil laboratorium, menurut Kabagops Polresta Manado Komisaris Thommy, baru kasus itu bisa ditutup dengan menetapkan pria mati sebagai tersangkanya.
Siang beringsut menuju sore. Keriuhan warga surut sudah. Desa Koha telah sepakat, FK tak akan mendapatkan kehormatan berupa ibadah duka di desa. Ia dikebumikan pada Sabtu pagi di desanya tanpa hadirin maupun pendoa dari kalangan yang menghakimi jenazahnya.