Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir setahun mengubah situasi dan kondisi anak-anak di Indonesia. Perhatian khusus untuk melindungi anak-anak dari berbagai kekerasan, termasuk kejahatan daring, kian mendesak,
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 membawa dampak dan perubahan besar bagi kehidupan anak-anak di Tanah Air. Selain tidak menyurutkan kejahatan terhadap anak, terutama kejahatan siber, tren pelanggaran hak anak pada era pandemi Covid-19 berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Laporan Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2020 yang berjudul ”Perlindungan Anak di Era Pandemi Covid-19” mencatat, selama tahun 2020, KPAI menerima 6.519 pengaduan kasus pelanggaran hak anak.
Dari laporan tersebut, yang paling tinggi ialah kasus di kluster keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 1.622 kasus. Padahal, tahun 2019, angka laporannya hanya 896 kasus. Pada tahun-tahun sebelumnya, pengaduan yang paling tinggi adalah kasus anak berhadapan hukum (ABH).
”Data tersebut memberikan gambaran kondisi pandemi berdampak pada anak. Kasus pada kluster keluarga dan pengasuhan alternatif paling tinggi, memberikan gambaran dampak kondisi orangtua yang berkonflik berefek domino kepada anak,” ujar Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati di Jakarta, Senin (8/2/2020), saat menyampaikan Laporan Kinerja KPAI 2020.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar, mengungkapkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) sebelum pandemi dan setelah masa pandemi juga menunjukkan peningkatan kasus kekerasan terhadap anak.
Sebelum pandemi Covid-19 (1 Januari hingga 28 Februari 2020) menunjukkan ada 2.851 kasus, dengan jumlah korban 3.158 anak. Sebanyak 1.696 anak diantaranya merupakan korban kekerasan seksual. Saat masa pandemi (29 Februari sampai 31 Desember 2020) tercatat 7.190 kasus kekerasan terhadap anak dengan 7.868 korban, dan 4.540 anak di antaranya merupakan korban kekerasan seksual.
“Jadii temuan yang dipaparkan dalam Laporan Kinerja KPAI 2020, sejalan dengan fakta lapangan melalui SIMFONI PPPA, yang menunjukkan tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak, mulai dari sebelum pandemi dan setelah pandemi. Kekerasan seksual ini tentu dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui media daring,” ujar Nahar, Selasa (9/2/2020).
Pergeseran tren kasus
Dalam laporan KPAI, pergeseran tren kasus perlindungan anak terlihat dari kasus yang dominan, yakni anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orangtua/keluarga 519 kasus dan larangan akses bertemu orangtua sebanyak 413 kasus.
Kasus pada kluster keluarga dan pengasuhan alternatif paling tinggi, memberikan gambaran dampak kondisi orangtua yang berkonflik berefek domino kepada anak.
”Untuk kasus pendidikan, situasi belajar dari rumah juga menyebabkan pengaduan terkait dengan kebijakan sekolah pada 2020 meningkat drastis menjadi 1.567 kasus, padahal tahun 2019 hanya 321 kasus,” kata Rita didampingi komisioner KPAI, Putu Elvina, Jasra Putra, Ai Maryati Soliha, Margaret Aliyatul Maimunah, dan Susianah.
Pemenuhan hak pendidikan pada era pandemi menjadi tantangan besar. Tingginya pengaduan anak dan orangtua terhadap praktik pembelajaran jarakl jauh (PJJ) memicu potensi berkurangnya pemenuhan hak anak.
”Pandemi memicu pengaduan terbesar, yaitu masalah PJJ bermasalah yang menunjukkan disparitas digital lebar antara anak anak dari keluarga kaya dengan anak anak dari keluarga miskin. Fakta ini tidak terlihat nyata pada tahun tahun sebelumnya,” ujar Retno Listyarti, komisioner Bidang Pendidikan, secara terpisah.
Pandemi Covid-19 tahun 2020 berdampak pada ekonomi masyarakat sehingga menimbulkan sejumlah masalah pemenuhan hak anak untuk belajar dan ujian karena masalah tunggakan SPP. Bahkan, anak-anak yang terdampak pandemi mayoritas dari keluarga miskin
Meskipun angka laporan kasus pada kluster anak berhadapan dengan hukum berada di urutan ketiga, yakni 1.098 kasus, pada tahun 2020 anak sebagai korban meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2019, yaitu kekerasan fisik dari 157 menjadi 249 dan kekerasan psikis dari 32 menjadi 119 atau hampir 3,7 kali lipat. Sementara kekerasan seksual naik dua kali dari 190 jadi 419 kasus.
Kejahatan di dunia maya
KPAI juga mencatat tantangan perlindungan anak di dunia siber saat pandemi Covid-19 makin tinggi. Berbagai kekerasan, terutama kekerasan seksual, dialami anak-anak saat pandemi. Bahkan, kasus perdagangan orang dan eksploitasi pada anak kian marak.
Ai Maryati Solihah, komisioner KPAI Bidang Traficking dan Eksploitasi, mengungkapkan, pembatasan kegiatan fisik anak dalam aktivitas sehari-hari membawa konsekuensi pada peningkatan kegiatan anak di dunia digital. Sebanyak 79 persen anak tidak memiliki aturan penggunaan gawai.
Pengawasan KPAI juga menyimpulkan kondisi pandemi tidak menyurutkan maraknya kasus perdagangan orang dan eksploitasi pada anak. Pada tahun 2020, KPAI mendapat 149 laporan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi.
”Proses rekrutmen anak-anak korban secara masif dilakukan secara daring. Tingginya anak korban TPPO dan eksploitasi berdampak pula pada dugaan beredarnya produk jual beli tayangan porno,” ujar Ai Maryati.
Pandemi juga berdampak pada kemiskinan dan bertambahnya anak yang menjadi pekerja dalam ketegori bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA). KPAI bersama mitra melaksanakan pengawasan di 19 daerah dengan anak yang dilacurkan di 31,6 persen lokus. Sebanyak 75 persen daerah mengalami peningkatan untuk anak yang dilacurkan dan pemulung anak.
Pemenuhan hak dasar di bidang kesehatan juga mendapat perhatian KPAI menyusul terus meningkatnya kondisi anak yang terpapar covid-19. ”Menurut data nasional per 29 Desember 2020, anak positif Covid-19 usia 0-18 tahun 82.710 orang (11 persen dari pasien dewasa) dengan korban meninggal 568 orang (2,6 persen dari pasien yang meninggal),” kata Jasra.
Karena itu, KPAI merekomendasikan kepada Presiden agar pemenuhan hak dasar anak, seperti layanan posyandu, imunisasi, dan terapi, perlu dioptimalkan mengingat layanan tersebut mengalami pelambatan dan adaptasi selama pandemi.
Presiden juga diminta meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan fisik, psikis, dan seksual, khususnya kekerasan dalam keluarga sebagai dampak psikologis pandemi Covid-19 yang dialami orangtua. Rekomendasi perlindungan anak juga disampaikan kepada sejumlah kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, KPAI meminta agar kondisi peserta didik diperhatikan dan diberikan dukungan fasilitas belajar dalam pembelajaran selama pandemi. Juga, peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran daring dan manajemen pembelajaran serta penyesuaian kurikulum selama pandemi Covid- 19.
Selain itu, infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru di satuan pendidikan diperlukan untuk persiapan pembelajaran tatap muka dengan konsep 5 SIAP (pemda, sekolah, guru, orangtua, dan siswa).