Misteri Pembunuhan Marsela Sulu, Bocah Kesayangan Desa Koha
Semua orang menyayangi Marsela. Maka, seisi desa pun gempar ketika anak lugu itu ditemukan tak bernyawa dalam sebuah karung di perkebunan setempat. Keadaannya mengenaskan dengan luka parah di kepala.
Edi Sulu (51) bukannya pilih kasih. Tentu saja ia menyayangi ketujuh anaknya tak terkecuali. Tetapi, ada sesuatu yang lain khusus untuk Marsela Sulu (13), anaknya yang keenam. Perawakannya yang mungil, parasnya yang imut, dan tingkahnya yang lucu selalu bikin hati sang ayah meleleh karena gemas.
”Dari semua anak saya, saya paling prihatin dengan Sela. Badannya kecil, tidak sampai 120 sentimeter biarpun sudah umur 13. Banyak yang mengira dia masih 6 atau 7 tahun. Ditambah lagi gayanya dia yang imut-imut itu, bikin sayang,” kata Edi, Minggu (23/5/2021) sore, ketika ditemui di rumahnya di Desa Koha Barat, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Di bawah teduh tenda terpal, di antara kursi-kursi yang kosong, Edi duduk sambil memandangi foto ukuran 4R yang membekukan senyum lugu Marsela. Bocah perempuan itu mengenakan kaus biru muda dan rok panjang putih bersih. Penampilannya perlente dengan bando dan kacamata hitam di atas poninya yang menyerong ke kanan.
”Coba lihat gayanya ini,” kata Edi sambil tersenyum penuh kasih. Ia menyebut Marsela anak yang pendiam, tetapi tidak pemalu. Tiap hajatan di kampung, juwita cilik itu selalu jadi pusat perhatian tante dan om setempat. Mereka mengajaknya berjoget mengikuti irama, entah itu tembang lawas Manado atau disko tanah, dan Marsela melebur di dalamnya.
Tak ayal dia jadi kesayangan warga desa yang jaraknya 30 menit perjalanan sepeda motor dari pusat kota Manado itu. Mungkin karena saking menggemaskannya, banyak orang berusia 35 tahun ke atas yang ingin mengambil Marsela menjadi anak, salah satunya Noldy Boba (51), suami dari sepupu almarhum istri Edi.
”Saya dan istri ingin sekali ambil dia jadi anak beberapa tahun lalu. Ya, karena lucu dan imutnya. Tapi, sepertinya dia cuma mau tinggal dengan ayahnya,” ujar Noldy.
Sebuah keluarga Tionghoa di Desa Koha Barat, kata Edi, pernah jauh lebih gigih daripada Noldy untuk mengambil hati si gadis cilik. Mereka sudah berhasil membuat Marsela tinggal tiga hari di rumah mereka setelah mengajaknya jalan-jalan ke kota sejuk Tomohon. Bocah yang pendiam itu tidak bilang dia betah atau sebenarnya bersungut-sungut.
Ini sama kejamnya dengan mutilasi!
Edi sempat berkunjung ke rumah keluarga itu untuk sekadar menanyakan kabar putrinya. ”Pas saya pulang, tiba-tiba dia kejar saya dari belakang sambil teriak-teriak ’Papa! Papa!’ Ternyata pengin pulang. Sejak itu dia takut sekali kalau dibawa ke rumah Ci’ (perempuan Tionghoa yang ingin mengadopsi Marsela),” kata pria yang sehari-hari berkebun itu.
Di tengah-tengah cerita, seorang teman Edi, Heri (53), datang lalu menjabat tangan dan merangkulnya. Tiba-tiba Heri terisak keras. Kepalanya ia sandarkan di dada Edi. ”Ini sama kejamnya dengan mutilasi!” ujar pria itu sambil mengecam.
Semua orang menyayangi Marsela. Maka, seisi desa pun gempar ketika anak lugu itu ditemukan tak bernyawa dalam sebuah karung di perkebunan setempat yang dinamai Karumama, Jumat (21/5/2021) dini hari, setelah hilang sejak Selasa (18/5/2021) malam. Keadaannya mengenaskan dengan luka parah di kepala.
Pada Selasa sore itu, sebelum hilang, Marsela menghampiri ayahnya. ”Pa, minta Rp 3.000 dang\',” kata Marsela seperti ditirukan Edi. Dia sedang tak ingin ikut ayahnya ke ibadah kaum bapa gereja, tetapi ia ingin sekali jajan.
”Katanya ingin beli sosis, tetapi itu tidak dijual di rumah Pala (kepala lingkungan, setara RT) yang dekat sini. Jadi dia bilang mau beli di toko di atas,” kata Edi, merujuk pada wilayah yang lebih tinggi dari dataran rumahnya. Desa Koha Barat terletak di lereng bukit. ”Saya bilang ke dia, habis jajan jangan bapontar (keluyuran),” tambahnya.
Baca juga: Polisi Masih Selidiki Kasus Pembunuhan Bocah Perempuan di Minahasa
Kemudian Edi mandi, lalu pergi beribadah, pulang, dan beristirahat. Pagi berikutnya, Rabu (19/5/2021), ia menyuruh Arlando Sulu (17), salah satu anaknya, membangunkan Marsela untuk bersiap pergi ke sekolah. Pekan itu masih masa ujian akhir semester. Namun, anak keenamnya itu tidak ada di kamar rumah sederhana mereka.
Terakhir, Edi mengutip Arlando, ia terlihat bermain bersama beberapa temannya. Rupanya tak ada yang benar-benar melihat Marsela pulang ke rumah. Maka, sembilan warga dikerahkan untuk mencari gadis kecil itu.
Pencarian sampai keesokan harinya tak membuahkan hasil, tetapi terus berlanjut. Mereka mencari ke kebun-kebun warga hingga tengah malam, Jumat (21/5/2021). Saat itu, Andi Tumewu dan Rijel Runtulalo, dua pemuda yang ikut mencari Marsela, melihat sebuah karung di bawah pohon pala di perkebunan Karumama.
Sekadar penasaran, mereka mendekat lalu mengintip isinya. Seketika mereka menjerit melihat tubuh seorang bocah di dalamnya. Kaki di mulut karung, kepalanya di dasar. Yang mereka cari-cari dua hari terakhir, Marsela kesayangan desa itu, ternyata telah tewas dengan keadaan yang jauh dari definisi manusiawi.
Pukul 05.00 Wita, jenazah gadis kecil itu diautopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Manado. Edi mengatakan, tengkorak putrinya remuk. ”Rasanya seperti menekan betis, lembek,” kata Edi sambil menekan betisnya sendiri. Di samping itu, belum ada tanda-tanda kejahatan yang juga dikhawatirkan: kekerasan seksual.
Baca juga: Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Masa Pandemi
Kematian Marsela adalah gambaran epidemi kekerasan terhadap anak di Sulut. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulut, pada 2019 terdapat 150 kasus kekerasan, 28 di antaranya kasus kekerasan seksual. Dalam 10 kasus, pelakunya adalah anggota keluarga.
Jumlah ini cenderung meningkat dibandingkan 92 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2016. Saat itu, 35 kasus di antaranya kekerasan seksual, paling banyak dibandingkan kekerasan lain, seperti penelantaran dan kekerasan fisik.
Secara statistik, kematian Marsela hanya satu kasus. Akan tetapi, bagi Edi, Marsela adalah dunianya. Hatinya hancur lebur, begitu pula hati warga yang menyayangi gadis kecil itu.
Jumat siang itu, warga berbondong-bondong datang ke rumah Edi dan keluarganya untuk meratap bersama, menyanyikan kidung-kidung penghiburan. Karangan bunga mengalir, termasuk dari Gubernur Sulut Olly Dondokambey.
Para hadirin mengeluarkan ponsel-ponsel mereka, menyorot segala penjuru, menyiarkan secara langsung kedukaan itu lewat Facebook dan Instagram. Kebetulan, sejak pagi, kabar kematian si bocah juga telah bikin dunia maya ribut.
Kepala Kepolisian Resor Kota Manado Komisaris Besar Elvianus Laoli mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus itu. Wilayah hukum Polresta Manado sampai ke Kecamatan Mandolang, Minahasa, di pinggiran Manado. ”Tersangka belum diketahui siapa. Masih diselidiki. Masih kurang alat bukti,” ujarnya.
Kami sementara menyelidiki dan memeriksa saksi-saksi di TKP.
Namun, Elvianus tidak mau membeberkan alat bukti apa saja yang sudah ditemukan polisi. Yang pasti, lima hari setelah penemuan jenazah Marsela, sosok pembunuhnya masih misterius.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Manado Komisaris Taufiq Arifin pun tak memberikan jawaban yang lebih baik, bahkan tak ada inisial pelaku yang bisa diungkap. ”(Pelaku) sementara dikejar. Kami sementara menyelidiki dan memeriksa saksi-saksi di TKP (tempat kejadian perkara),” katanya. ”Doakan, ya, cepat terungkap,” ujarnya lagi.
Meski demikian, kecurigaan warga mengarah pada seorang pria, penduduk desa itu juga. Beberapa warga desa mengatakan, ada setidaknya tiga orang yang mengaku melihat Marsela masuk ke mobil pria itu pada Selasa sore.
Edi sempat bertemu dengan pria tersebut dan menanyakan di mana putrinya. Menurut dia, pria itu mengaku memboncengkan Marsela ke rumah kepala lingkungan yang tak jauh dari rumah Edi. ”Tetapi, saya tidak tanya lebih jauh lagi karena masih bingung cari anak saya,” ujar Edi.
Sejak pertemuan itu, pria itu menghilang. Warga desa bilang dia kabur atau bersembunyi, entah ke mana. Namun, namanya sudah diungkap ke publik. Foto-foto Facebook-nya kini telah dipenuhi komentar berisi cemooh dan makian. Videonya berjoget juga diunggah oleh salah satu akun media sosial setempat.
Akun itu bahkan memublikasikan rekaman kamera pengintai (CCTV) seorang pria yang tampak kebingungan di tepi jalan Desa Lelema, Minahasa Selatan, dan menuduhnya sebagai pelaku yang berusaha melarikan diri. Belakangan terungkap, pria dalam rekaman itu hanya seorang laki-laki lain yang sedang kebingungan karena tak berhasil menemukan pakan babi di sepanjang Jalan Trans-Sulawesi.
Dari kondisi itu, masyarakat tampak sudah sangat yakin siapa pelakunya. Edi pun demikian. Kecurigaan tersebut seolah makin tebal dengan kenyataan bahwa pria itu kini menghilang dari desa.
Sekarang, Edi hanya ingin pria itu ditangkap, lalu mendapatkan hukuman yang setimpal. Ia yakin, warga desa dan masyarakat secara umum merasakan kemarahan yang sama. ”Saya ingin dia dapat hukuman yang sesuai dengan apa yang dia lakukan terhadap anak saya,” kata Edi.
Baca juga: Kekerasan Seksual di Manado Terus Terjadi
Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Elvianus meminta masyarakat tidak menghakimi sendiri pria yang dimaksud warga. Sebaliknya, lebih baik warga memercayakannya pada proses hukum. Apalagi, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan kepolisian dalam kasus ini.
”Saya imbau masyarakat jangan menghakimi yang bersangkutan. Sebaliknya, kalau ada informasi, beritahukanlah ke polisi agar kami punya informasi cukup untuk mengungkap kasus ini,” katanya.
Elvianus pun tak membantah jika hal ini bisa berujung ke pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). ”Kalau ada laporan dari yang merasa namanya dicemarkan, kami pasti akan proses,” katanya.