Laki-laki Gantung Diri di Desa Koha, Diduga Pembunuh Marsela Sulu
Jenazah laki-laki korban gantung diri ditemukan di perkebunan Desa Koha, Minahasa, Sulawesi Utara. Jenazah itu diduga pembunuh gadis kecil setempat, Marsela Sulu (13).
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MINAHASA, KOMPAS — Penemuan jenazah seorang laki-laki yang diduga tewas karena gantung diri menggemparkan Desa Koha, Minahasa, Sulawesi Utara, Jumat (28/5/2021). Laki-laki itu diyakini sebagai FK, yang dituduh warga sebagai pembunuh seorang bocah perempuan, Marsela Sulu (13), pekan lalu.
Tubuh laki-laki itu ditemukan warga setempat, James Moningka (50) dan Sonny Rory (49), di tepi sungai yang mengaliri perkebunan di lembah Desa Koha. Korban gantung diri itu diperkirakan sudah berada di sana selama lebih kurang sepekan karena sudah membusuk.
Sonny mengatakan, ia dan James tidak sengaja menemukan jenazah itu ketika sedang membetulkan saluran air ke rumah-rumah warga yang tersumbat. ”Saat sedang betulkan pipa, kami mencium bau busuk bangkai yang kuat sekali. Kami coba cari asalnya, ternyata kami temukan ada tas biru tergantung di pohon,” katanya.
Sonny dan James yakin tas itu milik FK, aparat Desa Koha yang diduga membunuh Marsela Sulu (13) dan meninggalkan jenazahnya di dalam sebuah karung, Jumat (21/5/2021). Beberapa langkah lebih jauh, James menemukan sepasang sandal hitam yang mereka ketahui kerap dikenakan FK.
Sekarang sudah tidak takut lagi mau beraktivitas. Saya pribadi sudah senang dan lega karena keberadaan pelaku sudah jelas.
Tak jauh dari situ, James melihat jenazah laki-laki yang lehernya tergantung tali tambang. ”Kira-kira 4 meter antara pohon dan tanah. Keadaannya sudah busuk. Warna badannya hitam, tersisa tengkorak berwarna hitam. Dari bajunya kami tahu itu (FK),” kata James.
Jenazah itu ditemukan sekitar pukul 09.30 Wita. Tim Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Kepolisian Daerah Sulut baru selesai mengevakuasi jenazah sekitar pukul 12.00 Wita. Sebelum jenazah dibawa ke jalan desa dari lembah, ratusan warga telah berkerumun, menanti untuk melihat jenazah diangkat.
Mereka menyoraki sambil merekam dengan ponsel jenazah yang diangkat empat petugas dengan dua bilah bambu. Beberapa orang menyerukan makian, menyerukan agar jenazah itu dibakar saja. Warga menyorakinya untuk terakhir kali ketika jenazah diangkut ke mobil pikap kepolisian dan dibawa pergi untuk otopsi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Manado Komisaris Taufiq Arifin menolak menanggapi pertanyaan-pertanyaan wartawan. Ia menegaskan, untuk sementara tidak ada pernyataan resmi dari kepolisian, sesuai arahan Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Elvianus Laoli.
Polsek Pineleng, yang wilayah hukumnya mencapai Desa Koha di Kecamatan Mandolang, juga tidak dapat memberikan keterangan. ”Itu nanti urusan Biddokkes,” kata Kepala Polsek Pineleng Inspektur Satu Marudut Pasaribu.
Sebelumnya, kepolisian kesulitan menemukan pembunuh Marsela. Almarhum hilang sejak Selasa (18/5/2021), kemudian ditemukan tak bernyawa dalam sebuah karung di perkebunan warga. Kapolresta Manado Elvianus mengakui, pihaknya kekurangan barang bukti untuk menetapkan tersangka.
Memaafkan
Kendati begitu, warga sudah menuduh FK, Kepala Seksi Kesejahteraan Desa Koha, sebagai pelaku. Beberapa orang mengaku sempat melihatnya mengangkut Marsela ke dalam mobilnya. Menurut Edi Sulu (51), ayah Marsela, FK sempat mengaku mengantar Marsela pulang dengan sepeda motor dari tempat membeli jajanan.
Sejak Kamis (20/5/2021) malam, FK menghilang dari desa. Setelah penemuan jenazah yang diduga FK, namanya sudah dihapus dari papan informasi struktur organisasi Pemerintah Desa Koha.
Penemuan jenazah itu disambut dengan kelegaan warga. ”Sekarang sudah tidak takut lagi mau beraktivitas. Saya pribadi sudah senang dan lega karena keberadaan pelaku sudah jelas,” kata Edi.
Edi meyakini jenazah itu sebagai FK. Ia sebenarnya ingin pelaku dibawa ke meja hijau agar bisa diadili. Namun, ia mengaku sudah memaafkan pelaku, apalagi setelah jenazah yang diduga sebagai pelaku ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
”Saya sudah memaafkan pelaku dan keluarganya karena saya sudah merelakan kepergian anak saya. Saya sendiri tidak berhak menghakimi dia, cuma Tuhan yang berhak,” ujarnya.
Tine Wuwung (46), istri FK, menyatakan, suaminya memang menghilang sejak Kamis pekan lalu. Ia tidak mencari suaminya sejak tuduhan warga melayang kepada sang suami. Tine juga menolak jenazah itu dibawa ke rumahnya.
”Terserah polisi mau diapakan mayat itu, yang penting jangan dibawa ke sini. Pintu rumah tidak akan saya buka,” katanya. Kendati begitu, ia mengaku selama ini ia dan suaminya hidup rukun tanpa masalah berarti.