Arkeolog Temukan Situs Bengkel Peleburan Logam di Kawasan Calon Ibu Kota Baru
Indikasi peleburan logam itu berdasarkan temuan sisa tanah terbakar, saluran pipa udara tungku, dan ”flux”. Situs arkeologi ini diteliti untuk rekomendasi pemerintah ketika membangun ibu kota negara di Kaltim.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
PENAJAM, KOMPAS — Peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menemukan situs arkeologi berupa tungku peleburan logam di samping Sekretariat Dewan Adat Dayak Paser di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Peneliti melakukan ekskavasi atau penggalian arkeologis untuk penelitian. Hasilnya akan diberikan kepada pemerintah sebagai rekomendasi dalam membangun ibu kota baru di Kaltim.
Kamis (27/5/2021) siang, Peneliti Muda Arkeologi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Harry Octavianus Sofian melakukan ekskavasi dengan dibantu oleh lima warga setempat. Sekitar 20 sentimeter galian, terlihat barang menyerupai pipa yang terbuat dari tanah liat. Selain itu, terlihat bagian-bagian lain yang masih terbenam dalam tanah dan belum terlihat wujudnya.
”Bukan kita duga lagi, tetapi ini merupakan situs bengkel peleburan logam. Dari indikasi awal, ada penemuan pipa, sisa peleburan besi, dan tanah yang terbakar. Ini bukan aktivitas alami, melainkan adanya aktivitas manusia,” tutur Harry.
Situs ini berada sekitar 25 kilometer dari PT ITCI Hutani Manunggal, lokasi yang ditunjuk pemerintah sebagai titik nol pembangunan calon ibu kota negara di Kaltim. Dari penggalian awal di sekitar hulu Teluk Balikpapan ini, temuan terbanyak adalah tahi besi, yakni sisa-sisa pembakaran bahan besi yang sudah tak terpakai. Tahi besi ini berwarna hitam, seperti lelehan besi yang sudah mengeras.
Indikasi peleburan logam itu berdasarkan temuan sisa tanah terbakar, saluran pipa udara tungku berdiameter sekitar 10 sentimeter, dan flux, semacam bahan aditif yang biasanya terbuat dari batu gamping untuk menurunkan suhu ketika proses pembakaran.
Indikasi tersebut diperkuat dengan ditemukannya laterit, yakni bahan dasar untuk pembuatan besi. Bahan tersebut merupakan tanah yang sudah hilang unsur haranya sehingga yang tersisa hanya kandungan besi. Bahan itulah yang digunakan untuk membuat besi.
Bukan kita duga lagi, melainkan ini merupakan situs bengkel peleburan logam.
Usia situs ini belum bisa diketahui karena peneliti masih perlu melakukan uji laboratorium pertanggalan karbon. Berdasarkan temuan sebelumnya di hulu Sungai Barito di Kalimantan Tengah, temuan industri peleburan logam paling lama di abad ke-9 masehi dan paling muda abad ke-19 masehi.
”Mereka membuat ini kemungkinan untuk membuat bahan parang, mandau, atau apa pun untuk aktivitas pertanian atau berburu,” ujar Harry.
Proses ekskavasi dilakukan pada 23 Mei-3 Juni. Penggalian ini bertujuan untuk mengetahui karakter situs. Setelah diketahui usia temuan ini, kelak bisa diketahui kronologi situs ini berada dan keterkaitannya dengan temuan lain di Kalimantan. Jika terbukti sebagai warisan budaya, situs ini akan diajukan sebagai benda cagar budaya.
Masyarakat di Kelurahan Maridan kini terdiri dari berbagai suku, seperti Jawa, Dayak Paser, Toraja, dan Bugis. Saat ini tak ada pandai besi di wilayah tersebut. Hanya sejumlah warga yang menggunakan tungku untuk memasak. Adapun untuk mendapatkan perkakas besi, warga biasanya membeli ke pasar.
”Terakhir, di sini ada yang bikin mandau sekitar tahun 1960. Bahannya dari rel kereta perusahaan kayu atau besi bekas. Sekarang sudah tidak ada,” kata Kepala Adat Dayak Paser PPU Dunani G (76) yang tinggal di Maridan sejak lahir.
Bahan kajian
Selain di Kelurahan Maridan, tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional juga melakukan penelitian di sekitar Gunung Parong di Sepaku. Selain itu, sejumlah peneliti tersebar di Kutai Barat dan Kutai Kartanegara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peninggalan budaya penting di lokasi calon IKN dan sekitarnya.
”Membangun sebuah ibu kota negara pasti membawa banyak perubahan. Prinsipnya, jangan sampai ada efek merusak. Jadi, tidak serta-merta menghilangkan aset yang ada di wilayah itu, tetapi justru menggali dan mengembangkan menjadi bagian pengembangan ibu kota negara,” ujar ketua tim peneliti, Harry Truman Simanjuntak.
Ia menjelaskan, saat ini ada sekitar 25 peneliti arkeologi yang juga dibantu oleh antropolog, biolog, dan ahli bahasa yang melakukan penelitian di sekitar IKN hingga 6 Juni. Hasil penelitian ini akan menjadi catatan dan rekomendasi untuk pemerintah dalam pembangunan ibu kota negara di Kaltim.
Menurut rencana, luasan lahan yang akan dipakai dan dicadangkan untuk seluruh wilayah calon ibu kota baru seluas 256.000 hektar. Kawasan inti ibu kota direncanakan 56.000 hektar dan kawasan pemerintahan 5.600 hektar.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bapenas Suharso Monoarfa dalam pertemuan dengan Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (2/3/2021), mengatakan, rancangan Undang-Undang IKN sedang dibahas di DPR. Jika semua selesai tepat waktu, peletakan batu pertama akan dilaksanakan tahun ini di tengah pandemi Covid-19.