Tes Antigen untuk Pemudik dan Pengunjung Pusat Keramaian di Cirebon
Selain pos penyekatan, tes antigen untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 juga disiapkan di pusat keramaian, seperti tempat perbelanjaan di Kota Cirebon, Jawa Barat. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menyiapkan tes antigen bagi pemudik di pos penyekatan dan pengunjung pusat keramaian. Upaya tersebut untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 pasca-Lebaran 2021.
Sekretaris Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi mengatakan, tes antigen tidak hanya menyasar pemudik di pos penyekatan, tetapi juga warga Cirebon. ”Mulai hari ini, kami konsentrasi di dalam (kota). Sasarannya, warga yang pulang mudik dan pusat keramaian, seperti mal,” katanya, Selasa (18/5/2021), di Cirebon.
Pihaknya telah meminta aparat rukun warga mendata pelaku perjalanan untuk menjalani tes antigen. Adapun pemeriksaan tes antigen di pusat keramaian berlangsung hingga seminggu ke depan. Ini sesuai dengan perpanjangan waktu penyekatan pemudik dari 17-24 Mei. ”Semua ini untuk mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19 pasca-Lebaran,” ungkapnya.
Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Kota Cirebon Sri Laelan mengatakan, sebanyak 5.000 alat tes antigen disiapkan untuk pemudik dan pengunjung di pusat keramaian. Setidaknya, terdapat sembilan pusat perbelanjaan di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut.
”Alat tesnya cukup. Bahkan, menurut rencana, ada tambahan 500 antigen lagi dari Pemprov Jabar,” katanya. Hingga Senin (17/5), alat tes yang digunakan baru untuk 301 pemudik. Mereka menjalani tes usap antigen gratis di empat pos penyekatan di jalur pantura Kota Cirebon.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 2 orang dinyatakan reaktif dan 299 orang lainnya nonreaktif. ”Tidak semua pemudik diperiksa karena mereka sudah bawa hasil tes negatif Covid-19. Mudah-mudahan data ini menggambarkan situasi (penyebaran Covid-19) aman,” ungkap Laelan.
PCR kami terbatas. Hanya ada 5.000 alat. Akhir tahun lalu, kami bisa punya 3.000 tes PCR per bulan.
Meski demikian, data tersebut belum termasuk dengan tes antigen di pusat keramaian. Jika ditemukan hasil reaktif Covid-19, warga akan menjalani tes usap berbasis rantai reaksi polimerase (PCR). ”(Tetapi), PCR kami terbatas. Hanya ada 5.000 alat. Akhir tahun lalu, kami bisa punya 3.000 tes PCR per bulan,” katanya.
Padahal, tes PCR merupakan metode deteksi Covid-19 yang paling akurat. Keterbatasan anggaran menjadi penyebab kekurangan alat tes PCR. Menurut Laelan, tahun lalu, alat tes PCR masih terjangkau dengan harga Rp 250.000 per alat. ”Sekarang, Rp 671.000 sekian. Jadi, anggaran menyesuaikan,” ujarnya.
Laelan berharap, semua pihak turut mencegah penyebaran Covid-19 di Kota Cirebon dengan menerapkan protokol kesehatan. Apalagi, Cirebon masih menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga 31 Mei. Dengan begitu, pengunjung tempat makan hingga pusat perbelanjaan dibatasi hanya 50 persen dari total kapasitasnya.
Data Jagawarga milik Pemkot Cirebon juga melaporkan, tidak ada satu RT di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut yang tergolong zona merah. Kriteria zona merah adalah terdapat lebih dari lima rumah yang terpapar Covid-19. Adapun zona oranye (3-5 rumah terpapar Covid-19) terpantau hanya ada di satu RT.
Adapun tingkat keterisian ruang isolasi di 11 rumah sakit di Kota Cirebon masih terkendali atau di bawah 50 persen. Saat ini, dari 283 tempat tidur khusus pasien Covid-19, sebanyak 125 tempat tidur yang digunakan.
Hingga kini, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di kota berpenduduk sekitar 340.000 jiwa itu mencapai 5.359 orang. Sebanyak 199 orang di antaranya meninggal dan 534 orang masih menjalani isolasi. Bulan lalu, kasus positif tercatat 4.689 orang.