Yang Mau Mudik Jangan Sampai Lolos
Ribuan aparat pemerintah menjadi alarm bahaya perjalanan antardaerah ketika Covid-19 belum mereda. Mereka dipanggang matahari, disembur cacian demi mencegah pandemi tak meninggalkan air mata.
Ribuan aparat pemerintah kini diturunkan untuk mengingatkan bahaya perjalanan antardaerah ketika Covid-19 belum mereda. Mereka dipanggang matahari, disembur cacian.
Ajun Inspektur Satu Rudy Suseno (56) duduk meluruskan kaki. Keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang memutih. Delapan jam sudah ia bertugas di pos penyekatan Rawagatel, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/5/2021) siang.
Bersama petugas lainnya, Rudy berdiri di jalan raya setiap 1 jam selama 8 jam bertugas. Artinya, sepatu hitamnya yang berkerut menapak aspal jalanan selama 4 jam. Ini dilakukan untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang melarang mudik Lebaran pada 6-17 Mei.
Di bawah terik mentari dan dingin malam, ia tetap bertugas memberhentikan kendaraan yang terindikasi mudik, seperti bernomor polisi dari luar Cirebon (pelat E). Hari pertama larangan mudik, Kamis (6/5), pria berbadan kurus ini bertugas dari pukul 15.00 sampai 23.00. Hari Jumat, ia kembali siaga dari pukul 07.00-15.00.
”Besok (Sabtu) saya jaga malam, nginap. Namanya juga tugas, enggak terasa dinginnya,” ungkap bapak empat anak dan dua cucu ini. Di tempatnya bertugas, terdapat pos yang di dalamnya berisi pendingin udara, televisi, dan kursi. Tidak ada kasur. Tempat tidur hanya matras.
Baca Juga: Titik Penyekatan Dilakukan Berlapis di Cirebon untuk Cegah Pemudik
Di sisi jalan hanya ada bangunan rumah makan semipermanen yang sudah tutup karena pantura sepi pascaberoperasinya Tol Cikopo-Palimanan. Di belakang bangunan itu terhampar area persawahan. Jika ingin ke belakang, hanya ada satu kamar mandi portabel.
Sebenarnya, berjaga di jalanan menjelang Lebaran sudah ia lakukan sejak 1986 di Cirebon. Selama itu pula, Rudy jarang mudik ke kampungnya di Surabaya, Jawa Timur. Ia bahkan tidak lagi ingat kapan terakhir mudik Lebaran. Shalat Idul Fitri bersama keluarga saja jarang dilakukan demi tugas.
Akan tetapi, tugas kali ini terasa lebih berat. Jika sebelumnya ia memantau arus mudik agar tidak macet, kini anggota Polsek Kaliwedi ini malah mencegat pemudik. Harapannya, pemudik yang berpotensi membawa Covid-19 itu tidak pulang ke rumah dan menulari keluarganya.
Persoalannya, virus itu tak kasatmata. Itu sebabnya, pemudik yang tidak membawa surat keterangan negatif Covid-19 harus menjalani tes antigen gratis di pos. Sejauh ini, pemudik yang diperiksa negatif Covid-19. Namun, Rudy tetap pantang melepas maskernya.
Apalagi, polisi yang dua tahun lagi pensiun ini termasuk kelompok rentan. Tujuh tahun terakhir ia divonis penyakit jantung. ”Saya minum obat setiap pagi, siang, dan sore masing-masing empat biji. Setiap sebulan, saya juga kontrol ke dokter,” katanya sembari batuk-batuk.
Rudy pun belum divaksin karena menderita penyakit jantung. ”Enggak apa-apa. Saya juga merasa sehat, yang penting ke dokter dan minum obat. Jangan sampai lupa masker. Bertugas lebih banyak sukanya, apalagi kalau ketemu teman-teman,” ujarnya diikuti senyum.
Sekitar 11 kilometer dari Rawagatel, Brigadir Ferry Supriyanto (33) mengawasi kendaraan yang terindikasi mudik di Gerbang Tol Palimanan. Anggota Satlantas Polresta Cirebon itu setiap 1 jam lalu 3 jam istirahat selama 24 jam. Keesokan harinya ia libur. Setelah itu bertugas lagi.
”Ya, 3 jam dimanfaatkan saja untuk tidur,” kata bapak tiga anak ini.
Baginya, berjaga saat pandemi Covid-19 memang menantang. ”Risiko (penyebaran Covid-19) lebih besar karena kita, kan, periksa orang dari Jakarta. Saya serahkan ke Yang Maha Kuasa saja. Ada vitamin juga dikasih,” kata Ferry yang terus mengenakan masker.
Kemarin, Kamis (6/5), seorang pemudik asal Jakarta yang akan menuju Semarang, Jawa Tengah, dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan tes antigen. Pemudik tersebut diarahkan untuk kembali ke titik awal keberangkatannya.
Di tengah ancaman penularan Covid-19, Ferry tetap berupaya bertugas sebaik mungkin. Tongkat lalu lintas di tangannya terus mengarahkan kendaraan untuk diperiksa. Dengan sopan, ia menyapa pengendara dan meminta surat tugas dan hasil tes negatif Covid-19.
Bahkan, ketika sebuah mobil pengendara mogok, Ferry bersama petugas lainnya mendorong mobil tersebut. ”Kami mengutamakan pendekatan humanis,” ucapnya.
Jangan lolos
Pengawasan ketat dan humanis juga dilakukan di jalan arteri Tanjungpura, Karawang, Jabar, yang padat merayap, Jumat petang. Tidak sedikit kendaraan yang membunyikan klakson dan memainkan gas. Ada banyak pengemudi yang tidak sabar, ingin segera terbebas dari antrean panjang.
Di tengah, suasana panas itu, sorot mata Brigadir Dua Alwan M (23), anggota Dalmas Polda Jabar, tajam memperhatikan setiap kendaran roda dua. Ia tekun memberhentikan kendaraan berpelat nomor non-T (Karawang-Purwakarta-Subang).
”Harus dihadang, tidak boleh diloloskan jika bukan karena urusan mendesak. Saya kepikiran kalau sampai lolos dan bertemu keluarga. Kasihan mereka yang di rumah, kan tidak tahu apakah pemudik membawa virus atau tidak,” ucap Alwan.
Tak selang lama, sebuah motor berpelat nomor AD (Solo Raya) diberhentikan oleh Alwan. Saat akan dicegat, Awang Dika P (23), pengemudi motor itu, berusaha mengelak, tetapi tak berdaya.
Baca Juga: Jalur Darat Disekat, Nelayan Pun Kena Imbasnya
Alwan menyapanya ramah, lalu meminta pengendara menunjukkan kelengkapan surat jalan. Awang sempat kebingungan menjawab, tetapi pada akhirnya mengaku.
“Saya mau pulang kampung ke Klaten. Saya sudah lama tidak bertemu dengan orangtua, kesempatan pulang hanya saat Lebaran,” ucapnya lirih.
”Mohon maaf sekali, kondisi sekarang warga dilarang mudik ya, Mas. Sekali lagi mohon maaf, saya bantu untuk putar balik di ujung jalan, ya,” kata Alwan sambil mendorong motor Awang.
Awang pun mengucap maaf dan terima kasih kepada para petugas yang berjaga siang itu. Tak banyak pemudik yang berbesar hati mengakui kesalahan dengan meminta maaf. Beberapa justru kesal dan tancap gas meninggalkan tempat begitu saja.
Irawan (32), petugas Dinas Perhubungan Karawang, tak kalah gesit menunjuk-nunjuk pengemudi yang diduga pemudik. ”Itu tuh dia mau mudik! Distop!” ucapnya lantang.
Seketika beberapa petugas langsung menyambar pengendara yang diduga pemudik itu. Dugaan Irawan tak salah. Beberapa memang pemudik yang hendak melakukan perjalanan ke Jawa Tengah.
Kepekaan itu terasah di lapangan. Sudah lebih dari 10 tahun dia berteman dengan jalanan. Pengalaman panjangnya itu membuat dirinya hapal betul gerak-gerik pengendara yang gelisah jika akan dicegat. Ada yang bersiap menambah kecepatan, kikuk berusaha menghindar, ataupun panik.
Kalau warga lokal atau karyawan lintas wilayah, pembawaannya lebih santai dan tenang. Mereka yang mudik biasanya berpakaian rapi dan berlapis.
”Kalau warga lokal atau karyawan lintas wilayah, pembawaannya lebih santai dan tenang. Mereka yang mudik biasanya berpakaian rapi dan berlapis,” kata Irawan.
Di Karawang, ada 15 titik pos pengawasan yang tersebar di perbatasan kabupaten. Pos pantau di antaranya ada di Tanjungpura yang berbatasan dengan Bekasi, Kobak Biru (perbatasan Bekasi), Gerbang Tol Karawang Barat (perbatasan Bekasi), dan Kaligandu (perbatasan Bekasi). Selain itu, ada juga di Curug (perbatasan Purwakarta), Simpang Mutiara (perbatasan Purwakarta), dan Pasar Cilamaya (perbatasan Subang).
Kepala Dinas Perhubungan Karawang Arief Bijaksana mengatakan, jalur arteri menjadi salah satu fokus pengawasan. Alasannya, jalur tersebut dilalui pemudik bersepeda motor menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur.
”Kecil kemungkinan pemudik bisa lolos pemeriksaan di Karawang. Kami menyiapkan empat pos pengawasan berlapis di jalur arteri untuk mengantisipasi kebocoran di pos sebelumnya jika sedang padat,” ucap Arief.
Arief mencontohkan skenario penyekatan berlapis yang mungkin terjadi. Misalnya, pemeriksaan kendaraan pertama kali dilakukan di jalur arteri pintu masuk pertama Karawang.
Ini untuk keselamatan kita semua.
Jika pengendara lolos, mereka akan kembali diperiksa di Kepuh, Bundaran Masari (batas pintu masuk Tol Karawang Timur), dan Gamon (perbatasan Subang). Petugas juga mengantisipasi kebocoran di jalan alternatif dengan mendirikan pos pengawasan di Pasar Cilamaya (perbatasan Subang) dan Curug (perbatasan Purwakarta).
Dalam kunjungannya ke Karawang pada Kamis (6/5), Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menilai penyekatan di perbatasan Karawang cukup menantang. Alasannya, banyak sepeda motor melintas serta tingginya pergerakan masyarakat yang bekerja lintas wilayah antara Bekasi dan Karawang.
Dari hasil evaluasi, pihaknya menyarankan pemeriksaan dokumen pengendara dilakukan secara cepat agar tidak terjadi kemacetan. Budi menyarankan agar pemeriksaan dilakukan setiap 2 jam sekali. Saat petugas istirahat, arus kendaraan dibiarkan terus berjalan.
Hal ini bukan berarti sengaja membiarkan pemudik lolos. Sebab, pada akhirnya, mereka akan tercegat di pos penyekatan selanjutnya. ”Kalau tidak tercegat di jalur arteri Karawang, mereka bisa tercegat di Subang, Purwakarta, atau Indramayu,” katanya.
Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri meminta masyarakat tidak hanya memandang 158 pos penyekatan larangan mudik, tetapi juga menyadari ancaman penyebaran Covid-19 saat mudik. ”Ini untuk keselamatan kita semua,” katanya.
Bukan perkara mudah menahan gelombang ribuan pemudik nekat yang datang hampir bersamaan. Covid-19 masih ada dan siap menerkam siapa saja yang lengah.
Baca Juga: Klakson ”Telolet” yang Hilang di Jalur Mudik