Pascateror MIT, Harmoni Tetap Terjaga di Kalimago, Poso
Keharmonisan tetap terjaga di Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulteng, meskipun tragedi kemanusiaan menimpa desa itu ulah kelompok teroris.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Kehidupan warga dan umat beragama di Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tetap harmonis pascateror di daerah itu awal pekan lalu. Warga selalu diingatkan untuk tidak terprovokasi karena tragedi kemanusiaan tersebut. Kuatnya kesadaran tersebut menjadi dukungan kuat untuk pemberantasan terorisme.
Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) membunuh empat warga Desa Kalimago, Selasa (11/5/2021). Empat petani tersebut dibunuh di kebun kopinya. Pelakunya anggota MIT yang selama ini diburu oleh TNI-Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Madago Raya.
“Kehidupan kami di sini masih tetap dalam keharmonisan. Hal ini selalu diingatkan dalam berbagai kesempatan, termasuk selama ibadah penghiburan para korban,” kata Sekretaris Desa Kalimago Otniel Papunde saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Sabtu (15/5/2021).
Keempat korban beragama Kristen, agama mayoritas warga di desa tersebut. Sementara umat Islam minoritas di desa itu. Dari segi suku, warga desa cukup beragam, ada yang bersuku Toraja, Sulawesi Selatan, ada suku Lore yang suku setempat, Jawa, dan suku Bugis (Sulawesi Selatan).
Otniel menyatakan sejauh ini warga dari kalangan agama atau suku manapun tak terlihat terprovokasi untuk mengambil tindakan-tindakan tidak bertanggung jawab. “Kami sebagai aparat desa dan semua tokoh agama malah melihat kejadian lalu itu untuk meneguhkan persaudaraan. Ini pengalaman untuk makin menyatukan kami melawan kebiadaban,” ujarnya.
Kalimago terletak di pinggir hutan pegunungan di Lembah Napu, sekitar 140 kilometer arah utara Palu, ibu kota Sulawesi Tengah. Selain ditempati warga lokal, daerah itu belakangan bertumbuh dan berkembang karena terus berdatangannya warga lain, baik karena transmigrasi maupun merantau.
Dari hati kecil, permintaan kami hanya satu, segera tangkap mereka semua agar kami aman dan nyaman dalam beraktivitas. (Otniel Papunde)
Hampir semua warga di sana petani kebun dengan komoditas utama kopi dan kakao. Kebun kopi dan kakao terletak di pinggir hutan. Selain itu, warga juga menanam jagung dan tanaman jangka pendek lainnya di sekitar permukiman.
Berdasarkan kejadian-kejadian pascateror oleh MIT di Poso, Sigi, atau Parigi Moutong selama ini, warga tak terprovokasi untuk mengambil tindakan tak bertanggung jawab. Situasi di masyarakat tetap aman.
Dosen sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Cristian Tindjabate menyatakan tak tersulutnya masyarakat pascateror bukti melembaganya hamoni kehidupan. Warga telah menyadari tindakan-tindakan kekacauan karena terprovokasi merugikan mereka sendiri.
“Ini modal sosial besar untuk menciptakan kehidupan yang aman dan damai di tengah pluralisme di Indonesia, termasuk di Kalimago. Meskipun terlihat melembaga, peneguhan melalui imbauan dan kolaborasi lintas agama tetap harus dilakukan untuk terus memperkuat harmoni tersebut,” katanya.
Khusus untuk Poso atau Sulteng pada umumnya, lanjut Cristian, harmoni dalam keberagaman itu berangkat dari pengalaman panjang dan pahit pada konflik bernuansa agama pada 2000-an. Dari kejadian itu, warga menyadari, “Menang jadi arang, kalah jadi abu”.
Cristian juga melihat kondisi itu menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan aparat untuk bekerja lebih optimal memberantas terorisme, terutama kelompok MIT. Harmoni kehidupan warga di sekitar daerah operasi bentuk dukungan kuat tak adanya tempat bagi terorisme.
Segera ditumpas
Terkait dengan keberadaan kelompok MIT, Otniel menuturkan warga menghendaki agar aparat secepatnya menangkap atau menumpas mereka. Kelompok itu menjadi gangguan nyata yang membuat warga tak bisa tenang beraktivitas di hutan karena ancaman akan keselamatan.
“Dari hati kecil, permintaan kami hanya satu, segera tangkap mereka semua agar kami aman dan nyaman dalam beraktivitas,” ucapnya.
Saat ini, warga belum beraktivitas di kebun-kebun yang berbatasan dengan hutan. Mereka hanya mengolah lahan di sekitar permukiman.
Pascatragedi di Kalimago, Satuan Tugas Operasi Madago Raya terus memburu kelompok MIT. Selain di sekitar hutan di Kalimago, aparat juga bergerak di sejumlah titik yang diduga menjadi perlintasan mereka.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto, Jumat (14/5/2021), menyatakan pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk menangkap 9 anggota MIT yang dipimpin oleh Ali Kalora. Total personal dalam memburu mereka saat ini sekitar 800 orang.