Kasus Covid-19 di Kalsel Meningkat, Waspadai Rasa Aman Palsu
Kasus harian Covid-19 di Kalimantan Selatan terus meningkat akibat kendurnya protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di tengah masyarakat. Kondisi itu juga tak lepas dari rasa aman palsu yang saat ini perlu diwaspadai.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Kasus harian Covid-19 di Kalimantan Selatan terus meningkat dalam dua bulan terakhir. Peningkatan kasus mengindikasikan kendurnya protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di tengah masyarakat. Kondisi itu juga tak lepas dari rasa aman palsu yang saat ini perlu diwaspadai.
Sampai dengan Kamis (29/4/2021), di Kalsel masih terjadi penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 65 kasus sehingga jumlah kasusnya kini menjadi 32.751 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 29.674 orang dinyatakan sembuh, 2.136 orang dalam perawatan, dan 941 orang meninggal. Kasus suspek atau diduga Covid-19 sebanyak 426 orang.
Dalam diskusi virtual bertajuk ”Bedah Banua, Sinergisitas Penanganan Covid-19 di Kalsel” yang diadakan Yayasan Amnesia, Kamis, Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal ZA menyampaikan bahwa kasus harian Covid-19 di Kalsel masih terus meningkat. Dari 13 kabupaten/kota, dua di antaranya zona merah atau berisiko tinggi, sedangkan 11 lainnya berisiko sedang atau zona oranye.
Faktor yang diduga menjadi penyebab peningkatan kasus Covid-19 di Kalsel adalah penurunan daya tahan tubuh masyarakat akibat bencana banjir lalu serta mobilitas sosial yang masih tinggi, seperti tampak dalam acara pernikahan dan keagamaan. ”Kasus tertinggi ada di dua kota, yaitu Banjarmasin dan Banjarbaru,” ujar Safrizal.
Ahli epidemiologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Husaini, menyebutkan, setiap pandemi memiliki fenomena gunung es. Jumlah kasus yang dilaporkan selama ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan fakta yang ada. Untuk itu, upaya 3M sampai dengan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas), 3T (testing, tracing, treatment) dan vaksinasi perlu terus ditingkatkan.
”Ada fenomena penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di masyarakat cenderung turun. Ini bisa kita buktikan dengan pengamatan di lapangan,” kata Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Di tengah masyarakat saat ini, ujar Husaini, terlihat betapa longgarnya berbagai macam kegiatan masyarakat. Protokol kesehatan hampir tidak lagi dijalankan dalam berbagai kegiatan itu. Di sisi lain, pengawasan dari pemangku kepentingan juga kurang atau tidak cukup memadai.
Kondisi itu menunjukkan adanya sindrom kelelahan akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Sindrom ini akan melahirkan efek yang buruk, yaitu masyarakat menjadi abai atau tidak peduli, memberontak terhadap pikirannya sendiri, dan membuat masyarakat pasrah terhadap penularan Covid-19.
Husaini juga berpandangan sense of crisis terhadap Covid-19 dari berbagai pihak sudah menurun, termasuk dari pemangku kepentingan. Dari situ kemudian muncul rasa aman palsu di tengah masyarakat, terutama setelah adanya vaksinasi Covid-19.
Pemangku kepentingan perlu terus menyosialisasikan tentang vaksinasi. Jangan sampai terjadi rasa aman yang palsu setelah divaksin ataupun karena hoaks.
Rasa aman palsu akan melahirkan apa yang disebut efek Peltzman (Sam Peltzman, ahli mikroekonomi dari AS), yaitu perilaku orang yang sudah merasa dirinya terlindungi dari bahaya sehingga cenderung abai terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya serta orang lain.
”Untuk itu, pemangku kepentingan perlu terus menyosialisasikan tentang vaksinasi. Jangan sampai terjadi rasa aman yang palsu setelah divaksin ataupun karena hoaks. Ini akan mengganggu upaya pemerintah mengendalikan pandemi Covid-19,” katanya.
Jangan lengah
Safrizal juga mengingatkan semua pihak agar tidak lengah dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Upaya pencegahan harus terus dilakukan, bahkan saat terjadi penurunan jumlah kasus harian. Jangan sampai daerah-daerah di Indonesia mengalami ledakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi di India saat ini.
”Tipologi masyarakat kita (Kalsel) dan India relatif sama. Jangan sampai pengalaman buruk di India, yang sempat mengklaim berhasil menangani Covid-19, lalu lengah dengan acara keagamaan dan berujung pada penyebaran kasus secara besar-besaran,” ujar Safrizal.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Muhammad Muslim mengatakan, angka kasus aktif dan kasus meninggal akibat Covid-19 di Kalsel masih di atas rata-rata angka nasional. Sementara angka kasus sembuhnya berada di bawah angka rata-rata nasional. ”Lebih dari 77 persen kasus aktif adalah tanpa gejala,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalsel Muhammad Syaripuddin, disiplin menjalankan protokol kesehatan merupakan salah satu upaya yang sangat penting dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 di samping upaya vaksinasi. ”Sinergisitas antarlini sangat penting dan perlu diperkuat dalam upaya penanganan Covid-19,” katanya.