Presiden Jamin Tidak Impor Beras jika Produksi Mencukupi
Presiden Joko Widodo tidak ingin mengimpor beras hingga akhir tahun 2021 jika produksi dalam negeri mencukupi. Petani meminta sarana dan prasarana pertanian terpenuhi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memastikan tidak akan mengimpor beras hingga akhir 2021 dengan catatan produksi dalam negeri mencukupi. Petani pun optimistis produksi padi aman jika akses terhadap pupuk, air, serta alat dan mesin pertanian terpenuhi.
”Kita sudah putuskan bahwa sampai Juni tidak ada impor (beras). Insya Allah nanti juga sampai akhir tahun, kalau kita tahan produksinya bagus, berarti juga tidak ada impor,” ujar Presiden Jokowi saat menghadiri panen raya di Desa Wanasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (21/4/2021), seperti disiarkan langsung secara daring.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden antara lain didampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum, dan Bupati Indramayu Nina Agustina. Presiden juga berdialog dengan sejumlah petani di saung dekat sawah sesuai protokol kesehatan.
Presiden mengatakan, upaya swasembada beras terus dilakukan. Pemerintah juga tidak senang impor. ”Namun, karena hitung-hitungan banyak (sawah) yang kena banjir kemudian pandemi, kadang-kadang memang hitung-hitungan, kalkulasi, (produksi) ini kurang,” ujarnya.
Itu sebabnya, pemerintah sempat mewacanakan impor beras 1 juta ton. Namun, rencana itu belum terealisasi setelah menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk petani dan sejumlah kepala daerah.
”Saya sudah sampaikan, stop dulu. Ini panen, mau impor. Enggak usah impor. Coba pas panen, impor, gabah bisa Rp 3.000 (per kilogram),” katanya disambut tepuk tangan petani. Presiden juga sudah berkomunikasi dengan Syahrul dan Budi terkait stok beras yang mencukupi.
Harga gabah kering panen yang sempat jatuh di tingkat petani sekitar Rp 3.500 per kg, kata Presiden, kini sudah membaik. Di Wanasari, misalnya, tercatat Rp 4.200 per kg untuk gabah kering panen (GKP), sesuai harga pembelian pemerintah (HPP).
Ada juga yang tidak kebagian. Pupuk bersubsidi ini timbul tenggelam.
Baman (43), petani dari Bangodua yang sempat berdialog dengan presiden, mengapresiasi keputusan pemerintah meniadakan impor hingga akhir tahun jika produksi dalam negeri mencukupi. Namun, ia meminta pemerintah menjamin sarana dan prasarana pertanian memadai.
Baman mencontohkan, musim tanam pertama ini petani kesulitan pupuk bersubsidi. Dari kebutuhan 3 kuintal pupuk untuk lahan 1 hektar, misalnya, petani hanya mendapatkan 90 kg. ”Ada juga yang tidak kebagian. Pupuk bersubsidi ini timbul tenggelam,” katanya.
Petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga dua kali lipat lebih mahal dibandingkan pupuk bersubsidi. Akhirnya, ongkos produksi meningkat. ”Petani bisa pakai pupuk nonsubsidi, tetapi harganya harus ditekan. Harga pupuk per kuintal Rp 600.000, tetapi harga padi Rp 420.000 per kuintal. Lebih mahal pupuk,” ujarnya.
Itu sebabnya, meskipun harga gabah di tingkat petani mulai membaik dua pekan terakhir, petani belum tentu untung. Menurut dia, harga GKP di tingkat petani juga biasanya di atas Rp 4.200 per kg, yakni Rp 4.500 per kg hingga Rp 5.000 per kg.
Baman menilai, harga gabah yang jatuh di tingkat petani menunjukkan gabah di petani melimpah. Di Wanasari, luas lahan yang dipanen sekitar 200 hektar dengan produktivitas diklaim mencapai 7-8 ton padi per hektar.
Indramayu merupakan salah satu sentra padi di Indonesia. Pada 2020, luas panen padi Indramayu mencapai 226.626 hektar dengan produksi 1,37 juta ton gabah kering giling (GKG), setara 783.233 ton beras. Indramayu bahkan surplus 578.547 ton beras.
Adapun potensi luas panen padi di Indramayu pada April 2021 sebesar 55.953 hektar dengan estimasi produksi 346.158 ton GKG. Pada bulan Mei, potensi luas panen tercatat 14.109 hektar dengan estimasi produksi 76.276 ton GKG.
Selain pupuk, Baman juga berharap pemerintah memastikan pasokan air bagi petani. ”Sekarang ada pengerjaan di Bendung Rentang, Majalengka, yang membuat pasokan air belum optimal. Semoga kalau petani mau tanam, airnya sudah lancar,” ujarnya.
Rui Ibrahim, anggota Kelompok Tani Dewi Sri Desa Tegalgirang yang ikut berdialog dengan presiden, meminta mesin pompa air agar produktivitas sawah maksimal. ”Kalau di Tegalgirang, kan, paling ujung (mendapatkan pasokan air), jadi harus pakai mesin pompa, sedangkan pompanya sudah pada rusak,” ujarnya.
Terkait keluhan petani tersebut, Presiden telah meminta Syahrul mengirimkan alat mesin pertanian, seperti mesin pompa air, traktor, dan combine (mesin panen). ”Urusan pupuk, coba nanti saya bicarakan dengan Pak Mentan (Syahrul) dalam rapat di istana. Memang biaya-biaya seperti itu kalau terlalu membebani, di harga gabah yang Rp 4.200 (per kg) pun mungkin kemakan biaya pupuk,” ujarnya.